Alice merasa badannya sangat kedinginan. Tahu-tahu saat dia melihat sekitar dia merasa sangat asing dengan apa yang sedang dilihatnya. Sebuah ruangan yang sagat mirip dengan kamarnya cuma ini berbeda yang sekarang ditidurinya itu terlihat lebih luas dan designnya lebih mewah. Bahkan terlihat juga ada pendingin ruangannya disana. Sedangkan di kamarnya dulu tidak ada pendingin ruangannya. Makanya dia kini merasakan kedinginan hingga menusuk ke tulang rusuknya.
Alice menatap setiap sudut ruangan dan semua benda yang ada di kamar itu. Kini tatapannya menuju ke arah sampingnya. Terlihat Rama yang masih tidur sebelahnya. Dia mengingat-ingat terakhir apa yang dilakukannya bersama Rama. Dia baru tahu kalau telah melakukan perjalanan dari Bandung ke Jakarta bersama Rama. Hingga kini Rama harus tumbang di kasur karena kelelahan menyetir di tengah macetnya jalan raya.
Alice merasa kasihan dan terharu pada Rama yang sedang kelelahan dan ketiduran disampingnya. Tatapan matanya tidak bisa lepas dari Rama yang masih tertidur pulas. Tiba-tiba terlintas dipikirannya untuk melakukan sesuatu kepada suaminya. Alice langsung bangkit dari kasurnya dan keluar kamarnya. Matanya terbelalak ketika melihat suasana rumah yang ditinggalinya bersama Rama sekarang.
Apa yang dilihatnya jauh berbeda dengan rumah orangtuanya. Rumah itu tampak lebih luas dan hiasan tiap sudutnya sangat cantik karena ada beberapa vas bunga yang terdapat ukiran bunga-bunga. Belum lagi lantainya yang berasal dari marmer dan tampak mengkilap. Ditengah rasa kagum dan herannya itu ALice berusaha melangkah menyusuri setiap ruangan. Kali ini dia ingin mencari dapur tempat yang akan digunakannya untuk memasak.
"Ini dia dapurnya."Alice merasa lega akhirnya menemukan dapur. Rumah Rama sangat luas jadi dia kesulitan menemukan dapur.
"Aku berharap dia suka sama masakanku."tangan Alice mulai meracik bumbu-bumbu. Dia tidak tahu Rama suka makanan apa jadinya dia memasak makanan yang ingin dimasaknya saja sambil berharap Rama akan menyukainya.
"Sayang."Rama tiba-tiba muncul dan langsung memeluknya dari belakang. Alice terlihat kaget sekali. Tubuhnya seketika menegang merasakan sentuhan intim dari suaminya.
"Udah bangun Mas?"Alice bergerak gelisah merasa tidak nyaman dengan tangan Rama di pinggangnya. Jujur dia merasa risih.
"Aku cari-cari ternyata kamu disini." Rama meletakkan dagunya di pundak kanan ALice.
"Hmm. Mau masak apa?"Rama melepaskan pelukannya dan berdiri disamping Alice. Rama tahu kalau istrinya itu masih belum terbiasa dengan sentuhannya.
"Rahasia. Kamu tunggu dulu di meja makan aja."Alice tersenyum ke arah Rama sambil mendorong tubuh Rama menjauh dari dapur.
"Ok. Aku tunggu di meja makan."Rama menarik dahi Alice lalu menciumnya. Kemudian meninggalkan ALice di dapur sendirian.
Setelah masakan selesai, Alice segera menghidangkan hasil masakannya di atas meja makan. Rama terlihat antusias sekali untuk segera menyantapnya. Rama kagum akan keahlian istrinya itu yang ternyata bisa memasak. Alice meletakkan nasi goreng dan tempe goreng saja tepat di depan Rama..
"Wah ternyata kamu juga jago masak."Rama memuji sambil melihat masakan Alice yang sudah ada di depannya.
"Wanita ya memang harus bisa masak Mas."Alice berusaha biasa-biasa saja saat dipuji Rama.
"Pasti enak ini."ucap Rama serasa ingin segera menyantap nasi goreng pertamanya buatan istri .
"Aku ambilin ya."Alice mengambil piring dan nasi untuk suaminya.
"Makasih."Rama menerima pemberian Alice lalu menyantapnya.
"Aku sangat suka dengan masakanmu."Rama berbicara sambil makan. Sehingga membuat Alice tertawa melihatnya. Mulutnya terisi penuh nasi goreng tapi malah bicara jadi wajah Rama terlihat lucu.
Setelah selesai sarapan Alice dan Rama langsung menuju ke ruang keluarga. Alice menyempatkan untuk membereskan meja makan terlebih dahulu sebelum ke ruang keluarga. Setelah dirasa bersih ,Alice menyusul Rama ke ruang keluarga. Setiap langkah kaki Alice menuju ruang keluarga, detak jantungnya berdegup kencang. Dia takut dan masih canggung ketika berduaan dengan Rama.
"Alice, surat pengunduran diri kamu sudah selesai. Jadi kamu nggak usah memikirkan pekerjaanmu lagi."Rama melihat Alice sedang menghampirinya dan duduk disampingnya.
"Hmmm."Alice sebenarnya sedih setelah keluar dari pekerjaannya. Dan tiba-tiba dia keingat sama teman-teman kerjanya: Rini dan Rina. Dia penasaran gimana kabar mereka pasti kantornyasekarang sedang menggosipkan pernikahannya dengan Rama.
Di ruang keluarga Rama dan ALice menghabiskan waktunya disana dengan mengobrol dan bercanda. Alice merasa lebih sedikit santai saat Rama mulai mengajaknya ngobrol. Ternyata yang ditakutinya pada Rama kini mulai luntur. Sekarang dia baru tahu kalau Rama ternyata cerewet dan lucu. Seumur-umur dia belum pernah tertawa sebahagia itu ketika Rama menceritakan kisah lucunya di masa kecil.
Setelah seharian dirumah aja, kini giliran waktunya istirahat, Rama dan ALice menuju kamar mereka dan mulai merebahkan tubuh merreka di atas kasur. Entah kenapa saat Rama tidur seranjang dengannya malah membuatnya takut. Dia merasa kayak belum siap harus tidur dengan Rama. Apalagi Alice belum menjalankan kewajibannya untuk melayani hasrat Rama setelah menikah.
"Hmmm....Itu.. gimana ya."Alice tidak jelas bicaranya.
"Kamu kenapa?"Rama mendongakkan kepala Alice berharap dia bisa berbicara dengan jelas.
"Tapi sebelumnya... aku mohon kamu jangan marah ya."Alice menjauhkan tangan Rama dari dagunya. Lalu memegang tangan Rama degan erat.
"Iya aku janji."Rama menggenggam tanga Alice erat.
"Mas aku mau jujur sama kamu. Mas aku belum siap kalau aku harus menunaikan kewajiban sebegai istri sepenuhnya."Alice menjelaskan dengan pelan bermaksud tidak membuat marah Rama. Aice yakin kalau nanti Rama tahu sebenarnya pasti akan marah dankecewa.
Mendengar pengakuan Alice di depan matanya langsung membuat hatinya tersayat. Dia tidak menyangka kalau Alice memang belum menerima sepenuhnya yang telah menajdi suaminya. Jujur dia sendiri juga tidak sabar menikmati malam pertama dengan ALice setelah kemarin tertunda. Sebagaimana mestinya umumnya yang baru menikah pasti akan merasakan malam pertama dengan pasangannya.
"Mas."Alice menggoyang-goyangkan tangan Rama karenaRama hanya diam saja dan tidak merespondnya.
"Kenapa kamu seperti ini?"Rama berusaha menanyakan alasannya.
"Nggak mungkin juga kalau aku bilang kalau aku belum menerima sepenuhnya dia menjadi suamiku. Aku aja masih terbayang-bayang sosok Panji."batin ALice sambil melihat Rama yan gsudah menunggu jawabannya.
"Mas, aku hanya belum siap aja."jawab ALice.
"Jangan-jangan kamu nikah sama aku karena terpaksa? Makanya kamu sekarang nggak mau tidur seranjang denganku."Rama menatap Alice dengan sinis.
"Nggak gitu mas."Alice langsung menyangkal walaupun yang dibilang Rama tidak sepenuhnya salah. DIa menikah dengan Rama karena ingin membuat bahagia orangtuanya. Karena sudah sangat mengharapkan sosok seperti Rama untuk mendampingi hidupnya.
"Mas jangan marah. Tapi aku janji akan selalu mengikuti perintahmu. Dan aku mohon kasih waktu aku untuk bisa menyiapkan diriku untuk bisa menjalankan peran sebagai istri sepenuhnya."ucap Alice sambil memohon-mohon pada Rama.
"Aku kecewa kalau ternyata kamu menikah denganku karena terpaksa. Aku baru tahu."Rama yakin kalau ALice memang terpaksa menikah dengannya. Walaupun Alice sudah membantahnya. Ditengah hubungannya yang tidak pasti dengan Panji sedangkan orangtuanya sudah mengharapkannya untuk menjadi pendamping ALice.
"Kenapa baru sekarang kamu ngomong?"suara Rama terdengar meninggi. Rama berdiri dari duduknya dan melepaskan tangan Alice dengan kasar. Dia berdiri memunggungi Alice berusaha menutupi rasa marah sekaligus rasa perih hatinya. Dia merasa kasihan pada dirinya sendiri karena telah percaya diri kalau ALice memang telah melupakan pacarnya dan sekarang sudah jatuh cinta padanya.
"Aku kasihan sendiri pada diriku ternyata aku kepedean. AKu kira kamu memang sudah lupa dengan kekasihmu Panji itu."Rama berbicara dengan berdiri dan memunggungi ALice. ALice tidak membantahnya kalau dia memang masih menyukai Panji. Rama tambah yakin kalau ALice memang masih menyimpan rasa pada Panji itu terbukti dia tidak membantah ucapnnya. Rama semakin terlihat emosi.
"Jujur mas aku juga suka sama mas. Mas selalu perhatian dan peduli sama aku. Ditengah hubunganku yang tidak pasti dengan Panji, aku yang merasa kesepian setelah Panji hilang tanpa kabar. Tiba-tiba mas datang dengan segala perhatian dan peduli sama aku membuatku sedikit merasa terhibur dan bisa melupakan Panji sedikit demi sedikit. Aku merasa nyaman ketika berada di dekatmu. Ditambah lagi orangtuaku yang sudah yakin kalau mas lah yang bisa menjadi suami aku kelak. Aku nggak bisa membuat orangtuaku sedih. Jadi aku ingin mewujudkan keinginan orangtuaku itu dengan menikah sama mas. Lagian mas juga udah pernah menyatakan cinta padaku dan bersedia menungguku hingga tibalah aku menerima pinanganmu. Tapi sampai sekarang juga saya nggak bisa mengholangkan bayang-bayang Panji di benaknya. Sekali lagi aku mohon maaf."Alice tidak kuat lagi menjelaskan pada Rama. Dia sadar dia juga salah tidak berani jujur dari awal. Rama juga paham akan perasaan Alice yang ingin berusaha membahagiakan orangtuanya.
"Maaf mas. Tapi aku janji aku akan berusaha belajar mencintaimu sama seperti mas sangat mencintaiku ..."Alice menjawab dengan nada bersalah dan menunduk.
"Aku sangat kecewa sama kamu. Aku begitu bodoh telah mencintai wanita yang belum mencintai aku sepenuhnya malahan masih mencintai laki-laki lain."Rama sebenarnya tidak tega pada Alice tapi mau gimana lagi dia sudah terlanjur kecewa.
"Maafkan aku mas. Maaf."Alice menatap punggung Rama sambil berlinanagan air mata.
"Terus kenapa kamu nggak jujur sama orangtuamu aja kalau kamu masih mengharapkan Panji dan belum mencintai aku sepenuhnya?"Rama membalikkan badan dan menatap mata Alice begitu emosi.
"Aku nggak mau mengecewakan orangtuaku mas. Aku selalu percaya kalau keinginan papah mamah pasti itulah yang terbaik buatku. Jadi aku dengan semua tekad yang kumiliki berusaha untuk mewujudkan papah mamah."Alice menunduk lagi saat Rama menatap matanya dengan tajam. ALice semakin merasa bersalah.
"Mas mau kemana?"teriak Alice memanggil Rama yang sedang pergi meninggalkannya. Rama mendengar panggilan Alice tapi sengaja tidak menjawabnya. Karena dia masih marah.
Langkah Rama kini terhenti, setelah tangan ALice memeluknya dari belakang dengan tiba-tiba. Alice memohon padanya untuk tidak pergi. Dia memohon dengan menangis sesenggukan. Rama mendengarnya menjadi tambah tidak tega. Sebesar apapun emosinya, dia masih memiliki hati nurani. ALice tidak sedikitpun melepaskan tangannya untuk menghentikan langkah kaki Rama pergi.
Rama masih diam dan tangan ALice masih melingkar di pinggulnya. Sudah hampir 3 menit Alice memeluknya dari belakang. Rama akhirnya membalikkan badan menatap Alice. Air mata ALice yang sudah menggenangi dengan derasnya di pipinya segera diusap Rama dengan pelan. Jujur perasaanALice saat itu merasa terharu dan sedikit lega karena Rama tidak jadi pergi bahkan ini malahan menunjukkan rasa sayang padanya.
"Aku harus menunjukkan kalau memang aku cinta dan sayang sekali padanya. Dan akan aku pastikan kamu akan mencintai aku juga."Rama membatinsambil mengusap air mata ALice dengan pelan. Alice merasa sedikit tenang dan tangisannya mulai berkurang.
"Ma....mas maafin aku."Alice memohon lagi."tatapan ALice telihat sendu kearah Rama yang masih mengusap keningnya.
"Sudahlah. Matamu kelihatan sembab. Yang tadi lupakan saja. Sekarang fokuslah menjadi istriku."Rama berbicara tapi kedua matanya tidak menatap mata ALice. ALice hanya bisa mengangguk saja. ALice merasa kagum akan kebaikan Rama yang terlihat berusaha menerima kenyataan dan masih menunjukkan rasa sayang padanya.
"Tidurlah."Rama menyuruh ALice segera tidur karena sudah malam juga. ALice langsung menurutinya karena kedua matanya terasa berat sekali setelah habis menangis tadi.
"Mas kenapa tidur disitu?"Alice melihat Rama sedang membaringkan tubuhnya di sofa dekat kasurnya.
"Aku akan tidur seranjang sama kamu kalau kamu sudah siap."jawab Rama tapi kedua matanya malah tidak menatap ALice.
"Oh ya tadi aku kan udah bilang kalau aku belum siap tidur dengannya apalagi kalau melakukan itu dengannya."Alice baru sadar.Alice langsung membiarkan Rama tidur di sofa.
"Aku salut banget sama dia. Dia rela tidur di sofa hanya untuk menuruti kemauanku. Padahal masih ada kamar yang kosong diluar. Pasti dia ingin menjagaku juga saat aku tidur asalkan bisa sekamar denganku.Dia begitu sabar sekali menghadapiku. Dan dia selalu bersikap dewasa didepanku."Alice membatin sambil merebahkan tubuhnya diatas kasur dan kedua matanya melihat Rama yang tiduran di sofa.