Chereads / SWASHBUCKLER: Nor Littlefinger / Chapter 2 - Melawan angin badai

Chapter 2 - Melawan angin badai

Waktu terus bergulir, aku tumbuh besar bersama Kakek Hyun Ryudan. Nasibku sungguh beruntung bisa selamat dari kejadian itu. Bertemu kakek rasanya juga sebuah anugerah. Jangan tanyakan kenapa kakek menolongku, karena aku juga tidak tahu.

12 tahun berlalu dengan cepat. Kakek memiliki ruko-yang dia jadikan restoran-di Pasar Solomon. Pasar Solomon adalah pasar yang cukup besar di pusat Distrik Solomon. Aku tinggal dengan kakek juga sebagai karyawan restorannya. Restoran yang dia beri nama Subete Atsui.

Kakek tidak menceritakan dengan detail dari mana dia berasal. Yang aku tahu bahwa kakek adalah seorang pengembara dari suku nippon yang berada di pulau yokohama-tepatnya di timur Benua Erinyes-yang menetap di benua ini karena putrinya menikah dengan pribumi.

Aku tumbuh menjadi laki laki yang cukup tangguh. Badanku cukup ideal dengan tinggi laki laki normal. Aku terbiasa dengan hal hal restoran yang sudah menjadi makanan sehari-hari bagiku. Mulai dari memasak, melayani pelanggan, bahkan membawa hidangan banyak sekaligus adalah hal mudah bagiku.

Setiap pagi sebelum membuka ruko, biasanya kakek mengajarkanku teknik bela dirinya. Bela diri ini berasal dari sukunya yaitu Shiro no Hato. Bela diri yang mengandalkan kecepatan ini cukup hebat dalam situasi pertempuran. Kakek mulai mengajarkanku saat aku membeli belajaan untuk restoran dari pasar, kemudian di hadang bandit. Bandit itu merampas uang sisa belanjaan. Aku mendapat banyak luka lebam karena perlawananku. Namun tetap saja bandit itu berhasil merebut semua uangku. Sekarang aku sudah bisa membela diriku, dan jika aku bertemu bandit itu lagi. Aku habisi dia.

Kemudian hariku berjalan dengan menjalankan restoran kakek. Kakek sering membagi pengetahuannya kepadaku pada sela sela kegiatan kerja. Aku belajar banyak dari kakek-ya memang karena aku tidak pernah mengikuti pendidikan-dan didikan kakek membuatku memiliki hati dan keyakinan yang luar biasa.

Aku juga sering membantu pedagang pasar lainnya. Tentu saja saat restoran tutup. Salah satu orang yang sering aku bantu adalah Paman Benji, Saudagar sandang terkaya di Pasar Solomon. Dia memanggilku Bocah Pasar karena hanya aku boca di pasar yang bisa di andalkan.

Namun hal yang aku tidak suka selama aku bersama kakek adalah para BRAINLESS yang semena-mena mematok upeti yang gila. Mereka menjadi penguasa di distrik ini dengan tangan besi, tak kenal ampun, menghabisi siapa saja yang menentangnya. Tak sedikit orang yang beralih jadi kaki tangan BRAINLESS karena mungkin akan bisa lebih aman. Dan banyak rumor beredar tentang organisasi yang berlambangkan tengkorak dengan pisau yang menancam di atasnya itu. Salah satu nya bahwa struktur organisasi itu rumit dan dapat mengatur satu benua bahkan lebih. Ada juga rumor yang mengatakan bahwa mereka selain memiliki senjata militer yang lengkap, canggih, dan mematikan. Mereka juga memiliki senjata rahasia yang bisa memporak-porandakan distrik dengan cepat. Para pedagang tidak berkutik dan memiliki stigma bahwa melawan BRAINLESS sama dengan melawan angin badai.

***

Sore itu Subete Atsui sudah sepi pengunjung. Aku yang sudah membereskan pekerjaanku hendak keluar untuk mencari angin segar. Angin senja berdesir melewati rambut hitamku. Matahari yang sudah ingin bergulir ke tempat lain sedikit demi sedikit akan redup cahayanya.

Tak sadar seseorang menabrakku dan hampir membuatku terjatuh. Orang itu memasang ekspresi takut dan gelisah. Dari tingginya sepertinya dia seorang gadis yang menggunakan tudung hitam untuk menutupi wajahnya. "Tolong aku.." ucap gadis itu kepadaku.

DUAR! suara tembakan yang memekakkan telinga terdengar dari kejauhan. Sepertinya gadis ini sedang dalam perlarian. "Tak ada waktu untuk menjelaskan, kumohon tolong aku.." ucap gadis itu lirih. Aku menganggukkan kepalaku "Ayo!" jawabku.

Kami berlari ke arah pasar. Pasar ini seperti labirin. Pasar ini terdiri dari dua lantai. Lantai atas di gunakan para pedangang yang menjual berbagai macam elektronik, alat perkakas, bahkan alat alat aneh lainnya. sementara lantai bawah digunakan para pedagang sandang dan pangan. Lantai bawah lebih luas. Aku rasa bentuk pasar ini persegi. Di timur ada deretan ruko juga termasuk ruko kakek, di barat ada tempat bongkar muat, di utara tempat sampah dan di selatan jalan raya. Kami berlari ke lantai bawah dari timur.

terlihat dua orang pria yang menggunakan pistol Colt XXX. Akan sangat berbahaya jika tubuh terkena satu tembakan dari pistol itu. Aku berlari ke satu tempat yang terfikirkan olehku, yaitu kediaman Paman Benji.

kami cukup segit berlari, gadis ini dapat menyeimbangkan kecepatanku. Para pedagang panik dengan kedatangan dua orang dengan senjata seperti itu. Kami menyebabkan beberapa kerusakan akibat menghindari dua pengejar itu. Aku menarik tangan gadis itu dan berakselerasi berbelok tajam dan sekejap hilang dari pandangan pengejar. Dan berlari kecil menuju toko Paman Benji.

"ada apa kali ini bocah pasar, kau sepertinya dikejar anjing saja."

"izinkan aku bersembunyi disini bersama gadis ini paman.."

"kau sedang bermain petak umpet lagi dengan kakek itu?."

"kami sedang dikejar paman."

"dikejar siapa bocah pasar."

"BRAINLESS." kata gadis itu pelan

Aku pun terkaget, karena paman benji pasti tidak akan menyetujuinya dan tidak terfikirkan lagi tempat bersembunyi paling bagus dari toko paman benji ini.

"maaf nak, kalian harus keluar dari tempat ini. aku tidak ingin terlibat dengan para bedebah itu."

"sial!." batinku

"bagaimana sekarang?." kata gadis itu

Aku tak suka menggunakan otakku saat genting seperti ini karena hanya akan menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran. Aku selalu mengikuti kata hatiku. Aku terdiam mematung. Beberapa detik kemudian hatiku berkata aku akan menantang angin badai itu.

"Paman, jika aku tidak kembali dalam waktu setengah jam cari aku di tempat bongkar muat dan bawa bantuan." kataku. Paman mengangguk dan aku kembali berlari bersama gadis itu.

***

Aku sengaja membuat pengejar kami itu melihat kami dan mengikuti kami. "Kau sudah gila ya, mau ku bunuh?" kata gadis itu kesal. "Kau tau istilah ada udang di balik batu?, diam dan ikuti perintahku". Aku sengaja melakukan ini karena aku ingin menghabisi bedebah itu bukan lepas dari kejarannya.

Kami berlari lurus ke arah barat tempat bongkar muat dilakukan. Aku yakin ada sebuah kontener kosong disana. Aku akan menghabisi mereka berdua disana. Dan aku benar ada kontener kosong berwarna biru dipojok tempat bongkar muat.

Jarak kami dan pengejar tak cukup jauh, tapi aku yakin aku memiliki waktu untuk menjelaskan rencana ku di dalam kontener pada gadis ini. Hari sudah semakin gelap, dan kami pun memasuki kontener itu.

"Dengarkan aku, kita akan bersembunyi di balik pintu, lalu saat mereka masuk ke dalam kontener sergap mereka dengan menyerang lehernya. Karena untuk mengalahkan petarung jarak jauh kita harus memperkecil jarak. Lalu aku yang akan menghajar mereka berdua. kau paham ?" ucapku. Gadis itu mengangguk, dan rencanaku dimulai.

Terdengar langkah kaki mereka di luar kontener. Srret... pintu kontener itu dibuka. Aku mulai gugup. Pria itu sudah masuk ke dalam kontener. Dia berbadan tinggi kekar dan membawa sebuah pistol. Waktu terasa sangat cepat dan jantungku berdegup hebat. Ini harus dilakukan atau aku dan gadis itu akan mati. Beberapa detik kemudian aku melompat dan menutup kepala pria itu." Tutup pintu nya!" teriakku kepada gadis itu.

Aku tak tau berapa lama gadis itu bisa menahan pintunya. Aku pun menggunakan kuncian arm triangle choke untuk melumpuhkan pria ini. Semoga waktunya cukup sebelum gadis itu kehabisan tenaga. "Lenyap kau bedebah" gumamku. Tepat saat pria yang ku hadapi pingsan pintu kontener ini pun berhasil didobrak. gadis itu terdorong jatuh ke arahku. Aku pun balik badan dan melihat pistol sudah terarah ke kepalaku.

Di saat situasi hidup mati seperti ini aku teringat kejadian dulu saat aku bersama ibu. Ibu yang sikapnya begitu lembut bagai lautan membuatku senang dan bahagia setiap hari. Namun di hari aku terpisah dari ibu itu adalah hari terburuk di hidupku. Gigiku menggertak keras. Aku tidak boleh mati sebelum menemukan ibu.

"Kau sungguh berani bocah, bahkan mampu melumpuhkan satu rekanku. Sayang sekali karena nasibmu akan berakhir disini." kata pria itu.

"Maaf paman sepertinya kau yang akan berakhir disini." jawabku

Tanpa ragu aku mengambil koin yang berada di saku kanan celanaku. Sedetik kemudian aku melemparnya tepat di kepalanya. Aku merasakan hal yang berbeda ditanganku seperti ada yang ingin membuat koin ini melesat kencang layaknya sebuah peluru.

Prak... pria itu pun terjatuh dan koin itu terpelanting ke arah ku. Saat aku mengambil koin itu, aku melihat darah segar mengalir dari kepala pria itu. Aku tidak mati.

Aku mengulurkan tanganku membangunkan gadis itu, lalu dia tersenyum kemudian menitihkan air mata.

"Lea, Lea Lionheart itu namaku, kamu?" tuturnya sambil mengapus air mata

"Nor Littlefinger" kataku

Tak lama Paman Benji datang dan mengamankan dua mayat anggota BRAINLESS itu. "nak kau hebat, mulai sekarang aku akan selalu mendukungmu." Paman Benji adalah saudagar yang paling sering meminta bantuanku karena dia bilang pegawainya banyak yang tidak becus. Merepotan memang tapi Paman Benji juga lah yang paling bisa aku andalkan.

Bintang mulai terlihat, aku dan Lea pun berjalan menuju Subete Atsui. Saat kami melewati pasar, warga pasar terlihat tidak senang. Ada pedagang yang membicarakan kami sambil mengemasin barang barang mereka dan ada juga yang hanya menatap sinis kepada kami. Kami pun sampai di Subete Atsui di sambut dengan kakek berwaja sumringah melihat kepulanganku.

Hari ini aku sudah menantang angin badai. Aku tidak tau apa yang akan terjadi kedepannya. satu hal yang pasti, aku akan tetap mengikuti kata hatiku.