Chereads / SWASHBUCKLER: Nor Littlefinger / Chapter 6 - Kebenaran pertempuran

Chapter 6 - Kebenaran pertempuran

Tercium wangi khas, wangi saat hujan telah berhenti membasahi tanah. Terdengar suara tetesan air yang membuat suasana tempat ini begitu tenang. Namun aku tidak bisa melihat apapun, kecuali secercah cahaya biru yang terangnya layaknya api kecil.

Cahaya itu semakin terang. Tanganku terangkat spontan melindungi mataku. Perlahan cahaya itu meredup dan aku menemukan sosok roh. Roh itu berupa seorang kakek tua yang seluruh tubuhnya terbuat dari energi biru. Roh itu menggengam sebilah pedang dengan kedua tangannya dan berposisi siap untuk menghunus.

Aku sontak terkejut dan memasang kuda kuda bertarung.

"Siapa kau?!"

"Jangan berpikir kau bisa melawanku bodoh. Kau itu bukan tandinganku." Jawab roh yang ada di depanku.

"Aku adalah core terkuat diantara para core lainya. HAHAHA." Sambungnya.

Saat mendengar kata core, aku teringat sesuatu yang pernah kakek katakan. Core adalah anugerah dari flat earth untuk orang yang disebut sebagai swashbuckler. Aku tidak menyangka bahwa diriku ini mendapat anugerah ini.

"Apa maumu core?!" Ucapku seraya mencopot kuda kuda. Mungkin karena nada bicara ku yang terlampau tinggi membuat core itu kesal dan mengerutkan wajahnya.

"Berani sekali kau birbicara padaku dengan nada seperti itu." Katanya kesal.

Percakapan kami memanas dan core yang sangat sombong itu membuatku kesal. Aku harus segera keluar dari tempat ini untuk menyelamatkan kakek. Namun core itu malah menjelaskan dirinya bahwa aku baru orang kedua yang ia beri kekuatannya. Dan ia malah menjelaskan bahwa ia melihat semua aktifitas yang aku jalani.

"Aku tahu kau sangat geram dengan para bedebah itu." Katanya mengakhiri cerita kesombongan kekuatan dan kemampuannya itu.

"Kau tidak perlu ikut campur dengan urusanku, cukup keluarkan saja aku dari tempat ini. Agar aku bisa menghajar bedebah bedebah itu." Jawabku dengan nada yang lebih pelan karena tau adat dari core ini.

Core itu tertawa jahat sambil memegangi perutnya dengan satu tangan. "Apa kau bisa menghadapi mereka dengan kemampuan seperti itu?" Ucapnya.

Aku terdiam karena perkataannya ada benarnya. Mungkin aku akan tewas dihujani peluru oleh para bedebah itu. Sedangkan aku belom boleh kehilangan nyawaku ini sebelum aku menemukan ibu.

"Kau ingin kekuatanku, bocah pasar." Katanya dan menghunus pedang yang ia pegang ke arahku.

Tanpa berpikir aku membuat kesepakatan dengan core itu. Core itu akan memberiku kekuatan, namun tak ada jaminan tubuhku bisa kuat menahan kekuatan yang dahsyat ini. Jika aku tidak kuat makanya kesadaranku akan hilang, dan hanya insting liar dari alam bawah sadarku atau core itu yang mengendalikanku.

"Baiklah kita mulai bocah pasar. RAMPAGE START!!!" Ucap core itu lantang.

Permukaan yang aku injak melunak. Seperti berubah menjadi permukaan lumpur. Permukaan itu semakin mencair dan mencair. BYUR! Aku ternggelam, tenggelam dalam permukaan yang berubah menjadi air. Tak ada cahaya selain cahaya dari tubuh core di atas permukaan itu.

Lautan ini seperti tidak ada dasarnya. Mulai kehabisan nafas, kesadaranku memudar perlahan. Dan akhirnya aku kehilangan kesadaranku.

***

"Kumohon sadarlah Nor!" Suara itu terdengar jauh dan bergema ditelingaku.

"Nor bangunlah! Nor sadar lah!" Suara itu semakin jelas dan semakin dekat membuat seakan akan kesadaranku mulai terkumpul.

Aku membuka mata ku perlahan dan mulai terlihat sosok gadis yang suaranya membuat kesadaranku terkumpul. Gadis itu adalah Lea.

Saat aku hendak bangun paman benji menghentikanku. Dia terlihat murung dan menyuruhku untuk beristirahat saja. Namun aku tidak melihat kakek di sekitar ruang ini.

"Dimana kakek, Apa yang terjadi?!" ucapku kemudian menatap Lea dan paman benji.

Lea menghela nafas, dia terlihat mengumpulkan kekuatan untuk menceritakan semuanya kepadaku. Aku membenarkan posisi tidurku lalu memegang tangan Lea sebagai tanda memohon untuk tahu kebenaran dari pertempuran ini.

Lea mulai menceritakan apa yang terjadi. Aku memang pingsan saat kakek tertembak tepat di kepalanya. Namun Lea melihat sesuatu yang luar biasa dari subete atsui. Dia mengatakan bahwa tubuhku bangkit dan mulai melayang dari tanah. Muncul sebuah tanda aneh yang memancarkan cahaya biru yang indah di dahiku.

Tanda itu berbentuk seperti sebuah lambang. Dan tepat saat lambang itu muncul Aku mengangkat tangan kananku. Kemudian aku menurunkannya perlahan.

Pasukan BRAINLESS merasakan tekanan yang kuat dari tanganku. Satu persatu dari mereka tunduk karena kekuatan tekanan yang ku berikan. Namun segelintir orang yang tidak masuk dalam jangkauanku berlari cepat ke mobil tempur yang mereka bawa. Ditembakkannya seluruh peluru kendali yang ada.

Rudal rudal itu cepat menghampiriku. Aku mengangkat tangan kiriku dan menghempaskan semua rudal itu ke tempat asalnya. BOOM!! semua mobil tempur mereka meledak dan semua pasukan terkena dampaknya.

Para bedebah itu tidak bisa melakukan apapun dalam tekanan kekuatanku. Mereka terdiam di tanah tak cukup kuat untuk bangkit berdiri. Kemudian orang yang disebut Pos Komando itu mengeluarkan sebuah jarum suntik.

Dia menyuntikkan serum hitam ke dalam tubuh nya dengan susah payah. Lea melihat kejadian itu agak samar dan menceritakan kepadaku terbata bata karena ragu.

Pos komando bertransformasi menjadi makhluk yang luar biasa. Tubuhnya membesar layaknya seekor gorila raksasa. Tubuhnya dipenuhi dengan bulu hitam yang tumbuh dengan cepat. Kaki kakinya berubah layaknya kaki kambing gunung. Kemudian kepalanya berubah menjadi kepala beruang hutan yang kelaparan.

Lea melihat perubahan itu dalam diam. Sedangkan aku mengangkat tangan kananku kembali. Kekuatanku membuat seluruh batalyon itu melayang di udara. Semakin tinggi dan tinggi begitu juga dengan monster raksasa itu.

Aku mengayunkan tanganku cepat ke bawah. Seluruh batalyon itu jatuh layaknya meteor yang ingin menghujani flat earth dan hancur ketika menyentuh kubah celestial. Halaman subete atsui dipenuhi darah.

Namun monster yang telah terbanting keras masih bisa bangkit. Dia mengaum marah. Dengan cepat berlari ke arahku dengan kaki dan tangannya layaknya gorila sungguhan. Monster itu melayangkan tinjunya padaku.

BAAM!!! Aku menahan pukulan itu dengan medan kekuatan yang tercipta di sekelilingku. Monster itu terus menerus menyerangku tanpa henti.

Monster itu mengambil beberapa langkah mundur. Tangannya kini menjadi lebih besar dari sebelumnya. Monster itu seperti memindahkan seluruh kekuatannya pada tangannya. Dengan sekedip mata pukulan itu sudah menghantam medan kekuatan milikku.

Pukulan itu berhasil membuat terpental mengenai bangunan subute atsui. Lea yang masih berada di dalam merasa ketakutan. Lea segera melangkah keluar subete atsui sebelum semuanya runtuh.

Di tengah tengah pertarungan ku dengan moster itu Lea berlari menghampiri kakek dan mencoba membopongnya menjauhi arena pertempuran .

Lea juga mengambil pedang baja milik kakek. Dan dengan berani dia membidik mata monster itu. Lea merasakan aliran aliran energi pada matanya yang membuat dia sangat fokus degan targetnya, mata sang monster, Lea melemparkan pedang baja itu WUUSH!! pedang itu melesat dan menancap tepat sasaran.

Monster itu mengerang kesakitan. Seperti hewan buas pada umumnya yang ketika terluka semakin mengamuk ganas. Monster itu mengguncang semua yang ada di sekitarnya. Aku yang melihat kejadian itu memanfaatkan pedang baja yang masih tertancap di matanya. Dengan kekuatanku aku menekan pedang itu dengan tanganku, hingga pedang itu menembus kepala sang monster.

Monster itu kehilangan banyak darah dan mati perlahan. Aku menarik pedang baja itu dan menggenggamnya. Pedang itu sudah berlumuran darah monster itu. Kemudian tanda di dahiku mulai meredup dan tubuhku perlahan mencium tanah.

Paman Benji datang bersama para anak buahnya membantu aku dan kakek yang tidak sadarkan diri. Kami di bawa ke ruang bawah tanah Paman Benji. Tenaga medis yang ada di sekitar pasar berusaha sekuat tenaga menyelamatkan kami. Namun nahas nyawa kakek tidak bisa di selamatkan.

Setelah mendengar cerita Lea, TEES! Air mataku mengalir. "Aku ingin melihat kakek." Kataku menatap Lea dan Paman Benji bergantian.