Reina terbangun dengan malas karena ponselnya yang terus saja berbunyi. Ia beranjak duduk menatap Jimmy yang masih tertidur di sampingnya. Ia mengambil ponsel yang berada di samping bantal dan segera menerima.
"Yeoboseyo?"
"Ke rumahku sekarang. Gina demam dan sejak semalam mengigau ia menyebut nama ibunya." Yunki bertitak layaknya Reina adalah bawahannya. Ya memang benar tapi, tetap saja ini menyebalkan.
"Bukankah seharusnya besok?" tanyanya kesal.
"Katakan saja ada yang perlu kau urus saat ini."
Reina menghela napasnya berusaha mengatur emosi. Ia tak ingin terlalu kesal lalu membuat Jimmy terbangun. Seharusnya hari ini ia berniat menghabiskan waktu dengan Jimmy. Namun, sepertinya hari ini urung.
"Cepat aku tak mau tau!"
Klik.
Segera saja Yunki mematikan panggilan tak peduli dengan apapun. Pria itu hanya mau yang ia minta lekas terlaksana.
"Sial," umpat Reina.
Ia segera bangkit kemudian berjalan ke kamar mandi, untuk segera membersihkan tubuh. Setelahnya ia menyempatkan diri untuk membuat sarapan untuk Jimmy. Baginya, itu wajib saat mereka bersama. ia tak ingin pria yang ia cintai melewatkan sarapannya.
Grab!
Jimmy memeluk Reina dari belakang, merebahkan kepala di ceruk leher jenjang wanitanya. Ia menghela napasnya berat. Semalam mereka kelelahan akibat kesibukan merapikan pakaian Jimmy, juga membeli beberapa perlengkapan untuk mereka saat nanti berangkat.
"Chagiya~h," desah Jimmy seketika menjadi lebih berat dari sebelumnya. Lalu mengembuskan napas berat.
Reina tau maksud dari sang kekasih. Hanya saja, pagi ini ia harus menemui Yunki lebih cepat. Akan memakan waktu lama jika mereka berolahraga pagi.
"Jangan sekarang, aku sudar terburu-buru," tolak Reina seraya memegangi wajah Jimmy dengan tangan kanannya, kemudian mengecup bibir pria itu singkat.
"Nanti malam aku berangkat." Lagi Jimmy merajuk seolah meminta kenangan-kenangan sebelum ia berangkat ke Jepang. Tak akan ada lagi kesempatan berkeringat bersama.
Benar, Reina lupa jika malam nanti Jimmy akan berangkat ke Jepang. "Lalu bagaimana dengan sarapan mu?"
"Aku tak butuh sarapan itu, aku butuh sarapan yang lain," ucapnya seduktif seraya melirik bagian 'tengah' tubuhnya.
Reina bisa melihat, jika bagian pusat Jimmy mengembang karena kebiasaan paginya. Morning syndrom seperti kebanyakan pria lainnya. Itu yang ia ketahuan dari artikel. Sepertinya itu juga benar, napsu Jimmy selalu saja bergemuruh di pagi hari.
"Jangan terlalu lama." Reina menyerah, entah karena terlalu cinta atau karena buaian pagi Jimmy terlalu memabukkan?
Jimmy mengangguk tak menyia-nyiakan waktu ia mencium cepat bibir Reina. Menyesapnya, menikmati seolah itu adalah sebuah permen manis. Wangi Lip tint yang dipakai reina memberi sensasi tambahan. Aroma cokelat membuat Jimmy semakin melumatnya tanpa ampun. Reina membuka celana tidur Jimin dengan cepat karena Jimin memang Shirtless saat menghampirinya tadi. Sementara Jimmy, menarik ikatan handuk kimono Reina, ia sudah mandi pagi ini. Namun memang belum berganti pakaian, hanya mengenakan pakaian dalam. Sepertinya, gadis itu harus mandi lagi pagi ini.
Jimin bergerak mencium leher jenjang Reina. Seraya membopong tubuh Reina agar duduk di meja bufet miliknya. Ia bergerak turun melampiaskan hasrat paginya pada Reina.
Mendapat serangan lembut dari kekasihnya, gadis itu melenguh merasakan rasa menggelitik yang membuatnya kecanduan pada stimulus yang diberikan Jimmy.
"Paallli," pinta Reina karena ia ingat harus segera pergi dari sana.
Tapi Jimmy seolah meledeknya ia ingin melakukan pemanasan lebih lama. Tangan Reina bergerak menggenggam dan dengan tak sabar melakukan hal yang menjadi bagian utama permainan mereka. Reina tak bisa terlalu lama Sementara napsunya sudah di ujung kepala.
Jimmy tersenyum di sudut bibirnya. Ia menyukai jika Reina menjadi sedikit menguasai permainan. Jimin pria bergerak semakin cepat. Sampai mereka berdua mencapai titik kepuasan pagi ini.
Hmm sarapan yang nikmat namun melelahkan.
***
Reina berlari masuk ke rumah Yunki. Ia sedikit berantakan akibat olahraga paginya. Setelah pertarungan singkat dengan Jimmy ia harus segera pergi sebelum Jimmy meminta hidangan penutup. Gadis itu berlari setelah turun dari taksi, pria itu telah menunggu. Ia berdiri di depan pintu masuk, menyilangkan kedua tangan di depan tubuhnya. Jelas ia kesal, ia memerhatikan gadis yang kini telah berdiri tepat di hadapannya.
"Maaf, aku terlambat."
"Lama sekali, kau bisa lebih cepat jika berada di rumah ayahmu," kesal Yunki.
Reina menatap tak suka, bagaimana pria ini tau jika dirinya tak ada di rumah sang ayah? "Kau memata-matai ku?"
"Tak ada jalan lain. Aku takut kau berbohong."
Reina mendengkus kesal. Tak habis pikir dengan apa yang dilakukan pria dihadapannya itu. Memata-matai? Seolah ia adalah seorang penjahat atau sejenisnya.
Sementara Yunki masih menatap Reina seolah ia adalah sesuatu yang menjijikkan. "Kau tak mambersihkan tubuhmu?"
"Sudah." Reina menjawab cepat.
"Bersihkan tubuhmu, aku tak mau anakku mencium bau hasil cumbu jekasihmu," titah Yunki sambil berjalan meninggalkan Reina.
Reina menyusui dengan cepat berdiri di hadapan yunki dan menatapnya kesal. "Jaga mulutmu tuan!"
"Apa aku salah? Semalaman kau bersamanya. Aku juga tau apa yang dilakukan sepasang kekasih sepanjang malam."
"Ya, setidaknya Jimmy ku bukan pria yang suka bergonta-ganti wanita seperti mu."
Yunki menatap dengan kesal Reina seolah tau betul tentang kehidupannya. Tentu ia marah dengan dengan ucapan Reina barusan. Ia bahkan tak melakukan hubungan seperti yang Reina maksud sejak istrinya meninggal.
"Jaga bicaramu!" ancamnya.
"Sama halnya denganmu. Aku memang menandatangani kontrak denganmu. Bukan berarti kau bisa seenaknya padaku." Reina kesal kemudian berjalan ke dalam.
"Eomma," panggil Gina ia berdiri di sudut pintu sambil memegangi boneka miliknya.
Reina berjalan cepat, baru saja ia akan memeluk Gina. Namun, Yunki menahannya.
"Biarkan eomma mandi dulu. Ia baru pulang dan membawa banyak penyakit di tubuhnya," sindir Yunki seraya melirik Reina.
Sungguh jika saja ini tidak di hadapan Gina. Ia ingin membalas ucapan Yunki.
"Eomma mandi dulu, ayo Gina."
Yunki menggendong Gina membawanya ke dapur agar bisa bersama Bibi Ma. Dan ia kemudian mengajak Reina ke kamarnya. Ia menunjukkan kamar mandi tanpa suara hanya menggerakkan tangannya.
"Aku tak punya handuk. Lagipula aku sudah mandi."
"Kau mandi lalu melayani kekasih mu. Sama saja kau kembali kotor," sahut Yubki.
"Apa kau memang seperti ini? Maksudku, bicara semaumu, bertindak semaumu, seolah kau adalah pemilik hakiki segalanya?"
Yunki tak menjawab. "Bibi Ma yang akan siapkan pakaian dan perlengkapan mandi. Pakaian istriku masih ada. Kau bisa memakainya," ucap pria pucat itu sambil berjalan keluar.
Pria itu berjalan keluar menuju dapur melihat anak perempuannya yang kini duduk sambil memainkan bonekanya. Yunki menyusul lalu duduk di samping Gina. Keduanya menunggu sarapan dan menunggu Reina.
"Guna makan dulu ya?" Pinta sang ayah seraya membelai lembut kepala Gina.
"Tidak, Guna mau disuapi eomma."
Pria itu hanya menghela napas tak ingin terlalu memaksa. Keduanya lalu menunggu seraya sedikit bersenda gurau. Tak lama sampai kini Reina bergegas turun dan menghampiri Gina. Ia tersenyum lalu duduk di sisi kiri Gina. Mengambil piring dan mengisinya dengan sarapan yang telah di buat bibi Ma.
"Ini eomma suapi, Gina harus makan yang banyak ya?"
Gina mengangguk senang, tanpa perlawanan membuka mulut dan menyantap sarapan.
Yunki terdiam tatapannya tertuju pada Reina, menatap cukup lama sampai akhirnya menyadari bahwa wanita di hadapannya itu bukan istrinya. Ia kemudian mengalihkan pandangan.
Reina memakai pakaian milik mendiang istrinya, bahkan ia mengikat sedikit rambutnya. Ia sangat mirip Reya saat pertama kali ia melihatnya di taman kampus. Rambut hitam Reina membawanya pada masa lalu. Ia sesekali melirik ke arah Gina lalu Reina yang terlihat sangat akrab. Dan Gina ... Ia tertawa seolah lupa sakitnya. Makan dengan lahap dan terus berbicara dengan riang. Yang ada dalam benaknya adalah 'haruskah ia memiliki Reina, agar Gina bisa tetap bahagia?'.
"Appa besok kita jalan-jalan di taman?" tanya Gina membuyarkan lamunan Yunki.
"Tanya eomma apa ia bisa?"
"Bagaimana kalau kita habiskan waktu di rumah? Eomma akan buatkan banyak masakan enak untuk Gina," sahut Reina ia tak ingin ambil resiko karena mungkin saja ia akan bertemu dengan orang yang ia kenal.
"Eomma bisa memasak?"
Reina menatap Yunki ia takut mungkin saja ada yang salah dengan ucapannya.
"Eomma belajar memasak untuk Gina," timpal Yoongi.
Gina tersenyum dan mengangguk. "Besok Gina mau cupcake dengan krim strawberry eomma."
"Kau tak bisa makan makanan manis Gina ya, gigi mu—" larang Yoongi tapi belum sempat ia melanjutkan Reina memotong ucapannya.
"Tentu bisa, eomma bisa membuat tanpa gula. Eomma akan buatkan Gina makanan sehat, hmm?" jelas Reina yang kemudian disahuti oleh pelukan dan teriakan girang Gina.
Saat itu bibi Ma dan Namjoon Menatap dari kejauhan. Bibi Ma menyeka air matanya, ia terharu juga sedih pikiran mereka membayangkan bagaimana jika anak itu tau jika Reina buka ibu yang sebenarnya?
"Mereka sangat bahagia, gadis itu pasti gadis baik," usap bibi Ma.
"Aku rasa." Namjoon menyetujui ucapan Bibi Ma. "Aku harap ia tak seperti nyonya Min."
***