Yunki membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa sakit, membuat ia sulit terbangun pagi ini. Ia memegangi bagian kepalanya, seraya mendesah akibat sakit yang ia rasakan. Sementara di samping Yunki, Hobbie duduk menunggu kakak sepupunya itu sadar. Ia harus pergi, sementara Reina sakit akibat semalam terbentur. Gadis yang kini terbaring di tempat tidur itu, demam ketika Hobbie mengeceknya.
"Kau sudah bangun Hyung?" tanya Hobbie melihat Yunki yang perlahan mendapat kesadaran.
Pria pucat itu lalu mengangguk. Melihat sekeliling ia tidur di sofa semalam. Mungkin itu alasan tubuhnya terasa sakit dibeberapa bagian pagi ini.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
"Aku menjaga agar kau tak melakukan hal jahat." Hobbie menjawab lalu menyerahkan segelas air putih yang ia ambil dari nakas di sampingnya.
Yunki menatap sepupunya itu, seraya menerima gelas berisi air kemudian meneguknya. "Berbuat jahat?" Ia bertanya sepertinya belum ingat kejadian malam tadi.
Hobbie menggerakkan kepalanya, mengisyarakatkan agar Yunki melihat ke belakang. Di sana Reina yang tertidur di tempat tidur miliknya. Yunki mengalihkan pandangan kembali ke Hobbie penuh tanda tanya.
"Mengapa ia di sana?" tanyanya.
"Kau tak ingat?" Hobbie melontarkan pertanyaan, ia sebenarnya marah sekali. Namun, ia tau jika Yunki dalam keadaan manuk berat. Meski tetap saja ia salah besar karena telah melakukan perbuatan seperti itu.
"Katakan ada apa?"
"Kau, nyaris memperkosa gadis itu semalam. Ia pingsan karena terbentur sofa ini."
"Aku?"
"Iya kau siapa lagi," jawab Hobbie jengah. "Ada apa sebenarnya?"
Yunki mengalihkan tatapannya pada Reina. "Akan aku hubungi Dokter Jung."
"Aku sudah menghubungi semalam, dia juga sudah diperiksa. Reina pernah mengalami kecelakaan hampir sembilan tahun yang lalu. Ia lumpuh karena cideranya yang parah. Bahkan sampai saat ini, ia tak bisa terlalu lelah. Kau semalam mendorongnya hingga bagian kayu di sofa itu mengenai punggungnya. Ia kesakitan dan pingsan, ia baru saja istirahat setelah minum obat lalu Bibi Ma mengompres punggungnya."
Yunki menatap gadis itu penuh rasa bersalah. Sungguh ia tak bermaksud menyakiti. Ia tak sadar telah melakukan kebodohan itu.
"Kau sudah bisa mengendalikan diri?"
"Ya tentu." Yunki menjawab dengan sangat yakin.
"Aku harus pergi, kau tau kan."
Yunki mengangguk, lalu sang sepupu berjalan keluar kamar. Yunki masih menatap Reina. Harusnya amarah tak membuatnya berbuat seperti itu semalam. Tapi, itu benar-benar di luar kendalinya. Siangnya ia begitu kesal, lalu berharap mabuk bisa membantunya melupakan kekesalan.
Seseorang membuka pintu Yunki melihat Gina yang menatap dengan sedih. Gadis itu melangkah perlahan, menghampiri sang ayah dan memeluknya.
"Ibu sakit lagi?" tanyanya lirih.
Yunki menatap nanar, ia merasa bersalah. "iya ibu sakit tapi, ia akan baik-baik saja. Semalam Dokternya sudah memeriksa." Ia menjelaskan coba menenangkan Gina.
"Gina yaa." Suara parau Reina memanggil Gina. Ia terbangun karena suara Yunki dan Gina. Gadis itu duduk kemudian Gina menghambur ke pelukannya. Reina mengerenyitkan kening akibat kesakitan.
Yunki ingin menjauhkan Gina tapi Reina melarang. Lalu pria itu memilih duduk di belakang tubuh Reina dan membiarkan tubuhnya bersandar pada bahunya.
"Ibu sakit?" Tanya Gina.
"Sedikit," jawab Reina seraya membelai wajah gadis kecil itu.
"Ibu akan kembali ke Amerika?" tanya Gina lagi. Terdengar cemas dan takut
"Tentu tidak, ibu akan di sini bersama Gina. Ibu akan menunggu Gina pulang sekolah,. Dan kota akan kerjakan pekerjaan rumah seperti biasa. Sekarang, Gina bergegas sarapan. Maaf—" Ia bergerak memeluk Gina. "Maaf karena ibu tak bisa menemani Gina sarapan pagi ini."
Yunki hanya mendengarkan, tak bisa berkata apapun. Sejujurnya ia tak tau jika hubungan Gina dan Reina akan sedekat ini. Yunki sedih dan bahagia dalam waktu yang bersamaan. Yang ada di pikirannya bagaimana jika hubungan Reina dan Gina semakin dekat? Tiga tahun akan berlalu dengan cepat.
Gina berlari keluar setelah Reina memintanya sarapan. Reina bergerak turun dari tempat tidur.
"Kau mau ke mana?"
"Aku ingin pindah ke kamarku," jawabnya berusaha berdiri Seraya memegangi tubuh belakangnya ia berjalan tertatih.
"Di sini saja, tempat tidurmu pendek. Akan kesulitan bangun nanti." Yunki coba melarang yang sama sekali tak dipedulikan olehnya.
Reina bahkan berjalan seperti manula yang keras kepala menuju kamar. Yunki beranjak dan membopongnya secara paksa, gadis itu menolak. Tak peduli ia tegak memaksa dan merebahkan tubuh Reina di tempat tidur.
"Lepaskan!"
"Aku bilang di sini saja. Kau tak mengerti bahasa manusia?"
"Aku akan lebih baik di kamarku sendiri."
"Hmmph, aku tak akan melakukan apapun," ucap Yunki nada bicaranya merendah. Seharusnya ia minta maaf. Tapi, lidahnya seolah terasa kelu.
"Ada yang harus kau ucapkan padaku?" sindir Reina menatap pria di hadapannya dengan tatapan seolah akan membunuhnya. Wajar Yunki memang salah dan terlihat tak merasa bersalah.
"Istirahatlah."
Yunki berjalan hendak ke luar, lalu terhenti setelah beberapa langkah.
"Aku minta maaf." Si pucat berucap tanpa menoleh pada Reina.
Pria pucat itu berjalan menuju kamar Reina. Di setelah masuk ia menutup pintu. Kemarin pikiran dan emosinya seolah di aduk-aduk. Tanpa sengaja menemukan sebuah amplop di kotak tua miliknya di kantor. Sebuah amplop berada di sana. Sebenarnya banyak amplop tanpa nama ia terima dulu. Namun, ia memilih untuk mengabaikan. Penasaran, ia membuka mendapati foto lama Reya bersama seorang pria. Yang ia kenal dengan jelas, ia adalah Jeon Jungkook. Ia marah tentu saja apalagi ia tau dengan jelas foto itu diambil saat Gina berusia satu tahun.
Ia tersenyum disudut bibir, meski hatinya luka sekali. Pria itu memilih menertawakan pikirannya dulu. Ia percaya jika Reya tak akan mengecewakannya, tak mungkin mengkhianatinya. Nyatanya?
.
.
.
Sementara di sisi lain Reina masih merasa jika kejadian semalam mengerikan. Ia tau Yunki memang pemabuk tapi, ia tak pernah seperti itu sebelumnya. Ia rasa ada sesuatu yang di alami Yunki. Bukankah tunki sangat mencintai Reya? Lalu mengapa ia menjadi murka? Apa ... Ia baru saja mengetahui sesuatu yang buruk tentang Reya?
Reina memikirkan itu seraya tubuhnya bersandar di sandaran tempat tidur. Namun, sesaat kemudian ia mencoba menepis semua kecurigaan. Harusnya ia fokus pada kesehatannya.
Tiba-tiba Yunki masuk dengan tergesa. Ia mengambil tas kerjanya, ia mandi di kamar Reina.
"Kau akan berangkat?" Reina bertanya diantara kegiatan Yunki yang sangat tergesa.
"Apa aku terlihat akan tidur?" sahutnya dengan nada yang menyebalkan. Ia masih sibuk, entah apa yang dicari.
"Kau cari sesuatu?"
"Map cokelat kulitku, disana ada kontrak kerja baru," sahut Yunki masih sibuk dengan mencari map miliknya.
Reina mengedarkan pandangan. mencari sesuatu yang dicari si pucat. Lalu ia melihat itu berada di nakas yang berada di sampingnya.
Reina mengambilnya, "apa ini?"
Yunki menoleh, dan berjalan mendekat. Reina melihat kerah kemeja Yunki berantakan.
"Yunki ya, mendekat padaku."
"Untuk apa?"
"Cepat!"
Ia berjalan mendekat, Reina menarik dasinya membuat tubuh pria itu lebih menunduk.
"Hey, apa yang kau lakukan?" TmTanyanya.
"Kerah kemejamu berantakan," jawab Reina sambil merapikan kerah kemeja. "Aku sudah memaafkan mu meskipun kau tak benar-benar minta maaf padaku." Reina tersenyum dan menatap Yunki yang seolah tersihir dengan senyuman manis itu.
Yunki segera menarik tubuhnya dan berjalan cepat keluar sambil menggerutu. Bahwa karena Reina ia terlambat rapat. Reina hanya menghela napasnya.
Tak lama setelah Yunki keluar bibi Ma masuk membawakan sarapan.
"Maafkan aku Bi, merepotkan."
Bibi Ma menggeleng, sambil menata sarapan di tempat tidur. "Makan ini nona bubur abalon, dengan ginseng."
"Terimakasih bibi." Kemudian reina mulai menyantap masakan buatan Bibi ma. Ini enak rasanya segar dan hangat. "Ini enak sekali Bi," puji Reina sambil mengacungkan ibu jari.
"Itu bukan buatanku, tuan yang membuat itu," ucap Bibi Ma kemudian duduk di samping Reina.
"Yunki?" Tanyaku seharusnya ia tak menanyakan ini. Siapa lagi tua di rumah besar ini? Reina hanya sedikit terkejut.
"Tentu, ia biasanya membuatkan untuk mendiang Nyonya Min. Tapi kali ini, ia membuatkan untukmu nona. Aku rasa kau mulai jadi bagian penting dalam hidupnya."
Kekasih dari Park Jimmy itu hanya tersenyum, andai bibi Ma tau apa yang dilakukan Yunki tadi malam. Mungkin ia akan mengerti jika mungkin saja bubur ini hanya sebuah permintaan maafnya. Itu pikir Reina.
"Aku berharap kau bisa menjadi ibu sambung nona kecil kami."
"Bi, aku punya kekasih. Dia hangat dan menyenangkan, dia tak dingin dan kaku seperti Yunki. Kami akan menikah akhir tahun ini."
Reina dan Jimmy akan melangkah ke jenjang yang lebih serius tentu saja seperti yang ia katakan. Menikah dengan pria yang selama ini menjadi bagian terbesar dalam hidupnya. Reina sangat merindukannya.
"Tuan juga hangat dan menyenangkan. Sebelum kecelakaan itu terjadi. Memang terlihat dingin dan kaku. Tapi, sebenarnya ia sangat menyenangkan."
Reina hanya berharap wkatu cepat berlalu agar ia bisa kembali bersama ayah dan kekasihnya.
***