Chereads / Lakuna / Chapter 10 - ❣️ sembilan❣️

Chapter 10 - ❣️ sembilan❣️

Pagi hari Reina berjalan masuk ke kamar Yunki, eraya membawa sup pereda mabuk buatannya. Pria itu masih tidur katena mabuk berat malam tadi. Entah apa yng ada di pikirannya. Hingga terus  saja tak bisa berhenti mabuk-mabukan.  Reina lalu mengguncang tubuh pria itu.

"Bangun, Min Yunki." Ia memanggil pelan tak ingin membuat terkejut.

Pria itu membuka mata sipitnya, hanya tampak segaris dengan raut masam yang jelas menyiratkan ia marah. "Bisakah kau diam? Aku masih mengantuk."

"Ini sudah pagi, itu salahmu karena kau mabuk semalam." Reina mengomel layaknya seperti seorang istri yang membangunkan suaminya.

Yunki masih kesal, sambil berusaha menyadarkan diri. "Kau bukan istriku berhentilah menggerutu!" Ia kembali merebahkan tubuh. 

Sementara Reina kembali mengguncang pelan tubuh Yunki. Memaksa pria itu untuk bangun pagi ini. Ia ingin agar Yunki bisa sarapan bersama Gina.

"Ayo bangunlah!"

Pria itu akhirnya, duduk dengan kesal. Sambil kini memegangi kepala yang terasa berat. Reina duduk  di sampingnya. Setelah  mengambil segelas air dan obat pereda mabuk yang telah disiapkan Bibi Ma sebelum ia masuk.

"Minum ini, aku ingin kau bangun sebentar saja sebelum Gina berangkat sekolah. Paling tidak kalian sarapan bersama. Ayahku tak pernah melewatkan sarapan bersama. Ia bilang jika waktu sarapan adalah, saat terbaik yang ia miliki bersama ku. Kau tak punya waktu banyak di rumah, paling tidak—"

"Berhentilah mengoceh!" ketus si pucat memotong ocehan panjang Reina.

Segera ia meneguk air dan obat yang ia berikan. Dan menatap ke pantulan cermin dari lemari yang berada di hadapannya. Yunki bisa menatap gadis itu yang kini memerhatikan seolah khawatir.

"Berhentilah menatapku seolah aku layak dikasihani." Pria itu tak suka melihat tatapan Reina padanya.

"Sejujurnya aku tak khawatir padamu," ucapnya, lalu terdiam sesaat sebelum kemudian melanjutkan ucapannya, "aku khawatir, bagaimana jika Gina tau kau mabuk hampir setiap malam? Aku tak akan lama berada di sini. Nam juga tak bisa terus menutupi kelakuanmu. Kau mabuk berat bagaimana jika Gina yang bangun saat itu?"

Malam tadi ia enggan pulang ke rumah.

Sejujurnya, kehadiran Reina membuatnya sedikit gila. Yunki merasa melihat Reya yang kembali dihidupkan, awalnya. Dan Setelah beberapa hari, ia tau mereka berbeda seratus delapan puluh derajat.

Reya, tak menyukainya pekerjaan rumah. Istrinya lebih suka menghabiskan waktu bersama sang suami di kamar, membaca artikel bisnis sebelum turun ke ruang makan. Wanitanya tak suka kegiatan rumah karena itu mengingatkannya dengan panti asuhan tempat ia tumbuh. Yunki mengerti jika Reya ingin menikmati hidupnya.

Sementara Reina, Tuan Kim Seokjin mendidiknya dengan baik. Sekalipun ia hidup dengan cukup. Gadis itu masih mengerjakan semua sendirian. Yunki tau Tuan Kim cukup di pandang di Jepang dan China. Jadi sedikit banyak ia paham jika Reina berkecukupan. Reina  bisa saja menjadi manja dan pemalas. Namun, Reina tetap menjadi gadis yang mandiri.

"Makan juga itu," ucapnya menunjuk nakas yang berada tak jauh dari tempat tidur. "Aku membuat sup pereda mabuk. Makan, kemudian bersihkan dirimu, masih ada waktu setengah jam sebelum Gina turun ke ruang makan."

Yunki menghela napas, sungguh gadis itu menyebalkan sekali. Bertingkah seolah ia adalah Reya, dan itu mengganggu pikiran Yunki.

"Aku melakukan itu bukan untuk mu, tapi untuk Gina aku tak ingin ia mengenalmu sebagi seorang pemabuk," ucapnya kemudian berjalan keluar.

"Berhenti bersikap jika kau adalah istriku dan pergilah keluar. Aku akan segera turun." Yunki menyahut ketus.

Reina mengalihkan pandangan menatap pria itu kesal dan marah. Setelahnya ia memilih segera berjalan keluar kamar.

Ketika Reina telah keluar dari kamar, Yunki bergegas memakan sup pereda mabuk yang telah ia siapkan. Segera mulai menyantapnya. Menurutnya rasanya berbeda dengan buatan Bibi Ma. Namun, ini enak dan menyegarkan. Yunki menyukainya. Setelahnya ia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

*

Setelah mandi dan bersiap Yunki berjalan ke ruang makan melihat Gina bercerita tentang kegiatan di sekolah pada Reina. Sejujurnya, memerhatikan sikap Reina pada Gina terlihat lebih tulus dibanding Reya.

"Aish! Apa yang ku pikirkan?! Tidak, tak ada yang bisa menggantikan posisi Reya. Sekalipun gadis itu. Ia memang lebih baik dalam bersikap. Tapi, tak ada yang lebih ku cintai selain Reya. Tak ada!" Gumam Yunki pelan.

Ia berjalan mendekat dengan pikiran berkecamuk. Lalu  duduk di kursi utama, sementara Reina duduk di samping kanan dan Gina di sebelahnya.

"Ceritakan pada appa kemarin Gina bisa pulang cepat karena mengerjakan apa?" tanyanya membelai rambut Gina mempersilahkan Gina menceritakan apa yang terjadi.

"Gina bisa mengerjakan tugas matematika dengan baik. Jadi, guru Kim memperbolehkan Gina pulang  lebih dulu," jelasnya, kemudian menatap Reina dengan senyuman yang terluas di bibirnya.

"Anak pintar." Yunki memuji anak gadisnya.

"Tentu, karena Gina anak Eomma." Reina memuji seraya mendekap Gina dalam pelukannya.

Menatap kebahagiaan Gina mengapa ada sisi hati Yunki yang merasa terluka. Apa memang sebuah hubungan bisa terjalin secepat ini? Maksudnya, hubungan antara Gina dan Reya? Mengapa bisa sedekat ini? Pikirannya terus saja berkelana menemukan pertanyaan-pertanyaan yang mengusik.

Yunki merapikan sarapan yang sama sekali tak ia sentuh. "Gina, Appa berangkat ya?"

Lalu ia berjalan mendekati Gina dan mengecup kening dan kedua pipinya. "Hari ini libur 'kan? Karena Eomma masih sakit jadi kalian di rumah saja, arra?" Yunki melirik Reina sekilas.

Ia melarang karena  masih takut jika ada orang yang mengenali Reina. Dan semua akan terbongkar dengan cepat. Setelah berpamitan dengan Gina ia melangkahkan kaki keluar. Belum sempat keluar, langkahnya terhenti karena panggilan dari anak perempuannya.

"Appa!" panggil Gina.

Langkah sang ayah terhenti mendengar suara anak gadisnya memanggil. Ia menoleh menatapnya Gina yang berdiri dan berlari ke arah Yunki.

"Wae?" Tanyaku bingung.

"Appa tak mencium Eomma? Seperti biasanya? Gina melihat appa tak lagi melakukan itu?"

Reina berdiri dan menghampiri Gina. "Gina, ayo kita sarapan," ajaknya berusaha membuat Gina melupakan permintaannya.

Tapi, Gina menolak dan tetap berada di sampingku. Reina menatap Yunki dengan bingung. Yunki sendiri sejujurnya tak pernah mencium wanita lain selain Reya.

Akhirnya, melihat tatapan curiga anak perempuannya. Ia mengecup pipi kanan Reina, mengecup pipi kiri, mengecup kening terakhir aku terhenti sesaat, dan bergerak cepat mengecup bibir Reina. Reina terkejut tentu saja. Lalu mencoba bersikap biasa saja. Ia tersenyum meski terpaksa.

"Sa-sa-ranghae," ucapnya terbata.

Yunki segera berjalan cepat keluar. Ah sial! Apa yang kulakukan?! Nam terlihat tersenyum ia melihat semua kejadian itu tadi tentu saja.

"Apa ini lucu?" tanyanya.

"Sejujurnya, ini menarik tuan," Jawab Nam terdengar meledekku.

Pria itu mendesis kesal dan berjalan masuk kedalam mobil. Nam masuk setelahnya , dan mobil. Lalu  segera melaju agar

bisa melakukan aktivitas hari ini.

Reina terkejut dan jantungnya seolah melaju cepat karena si pucat itu mendadak mengecup bibirnya. Aish, Gina mengapa ia meminta hal semacam itu. Lagipula mengapa ia masih mengingat kejadian itu? Pikir Reina.

"Eomma Gina ingin tidur lagi."

"Gina tak mau bermain?" tanya Reina.

Anak itu menggeleng, "Appa bilang Eomma masih sakit. Jadi ayo kita tidur agar Eomma cepat sembuh. Gina, tak ingin Eomma pergi lagi terlalu lama."

Setelahnya Reina berjalan menuju kamar Gina. Mereka berdua memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama di tempat tidur beristirahat. Menikmati liburan dengan tidur seharian. Anak itu membelai wajah Reina, juga menatap dengan penuh cinta. Seolah dua jatuh cinta pada ibu palsunya itu.

Gadis itu jadi membayangkan bagaimana anaknya kelak bersama Jimin? Perempuan atau laki-laki? Apa anak mereka akan juga menatapnya penuh cinta? Cantik, seperti Gina sepertinya menyenangkan. Gadis dengan pipi bakpao, terhias rona merah muda. Gadis kecil itu menggemaskan sekali. Ia juga manis, dan cantik. Jimin menyukai anak-anak. Andai kekasihnya itu ada di sini. Ia akan senang bermain bersama Gina.

"Eomma, jangan pergi." Ucapnya.

Reina hanya tersenyum. Ia tak bisa menjanjikan apapun. Karena ia punya kehidupan lain.

"Setiap hari Gina berdoa agar Tuhan membuat Eomma Kembali, Gina juga selalu berbuat baik. Seok samchon bilang jika kau berbuat baik maka Tuhan akan mengabulkan semua harapanmu. Dan Tuhan mengabulkan itu."

Mendengar ucapan Gina, Reina tak bisa menahan air mata

'Tuhan, aku salah karena telah membohongi anak ini. Aku tak tau apa aku salah atau benar. Aku membahagiakan seseorang bersama sebuah kebohongan. Ini bukan kebahagiaan, tapi membuat sebuah jalan untuk membuat luka baru.'

Rei a memeluk Gina erat, "Gina ya~ mianhae."

Ia menepuk-nepuk punggung Reina. "Eomma, Gina sayang sekali. Pada eomma."

Reina mengangguk mengusap kening Gina dan mengecup wajahnya. "Gina ya, jika Eomma berbohong apa Gina akan memaafkan Eomma?"

Gina dengan cepat mengangguk. "asal Eomma tak pergi lagi."

Lagi-lagi wanita itu hanya bisa tersenyum.

Maafkan Gina ya, aku punya setengah hati Yang suatu hari harus disatukan dan saat itu aku harus meninggalkanmu. Bagaimanapun, kehidupan ku adalah sebagi Kim Reina bukan Min Reya. Batinnya.

***