Chereads / Pak Guru Aku Mencintai Mu / Chapter 7 - Bab 7

Chapter 7 - Bab 7

"Trettt..., Trettt..., Trettt...," bell sekolah berbunyi semua bergegas untuk pulang, begitu juga dengan ku, rasa capek menjalar di sekujur tubuh ku, ingin rasa nya aku pulang secepat cahaya, namun nyata nya ini hanya lah angan-angan saja, toh nyatanya aku harus berjalan kaki, apa lagi melewati lorong kelas, begitu panjang menurut ku, apakah ini mungkin karena aku tak sabar ingin cepat pulang?

Ah... Aku hampir lupa, tugas membuat novel yang ia begikan itu, hampir saja.

Hu... Rasanya ingin sekali untuk satu hari saja aku berehat sejenak, namun kewajiban adalah kewajbian, toh uang nya sudah aku ambil, dan bila ingin mengembalikan nya aku rasa dimana aku mendapatkan uang sebanyak itu.

Ketikan jari-jari ke tombol papan ketik yang tak sesuai abjad itu, mata yang terpaku di layar leptop, secangkir teh hangat yang menemani ku dalam waktu itu, kakak yang sedari tadi mondar-mandir.

Mengambil beberapa pakai ganti untuk ibu ku yang sedang dalam tahap pemulihan paska operasi.

Sudah tiga ribu kata yang aku tulis, dan masih banyak kata yang apa bila ingin aku selesaikan, mungkin saja membutuhkan waktu yang cukup lama, dan juga harus merengut masa-masa SMA ku,

aduh... Kenapa harus begini sih... Menyebalkan sekali.

Aku yang bersusah payah dalam hal ini, ia masih enak-enakan, dan hanya bisa menyuruh ku memperbaiki ini lah, itu lah. Dasar sadis sialan!

"Eh...!"

Aku terperanjat saat gemuruh begitu besar mengelegar di langit, cepat-cepat aku menutup leptop dan menaruhnya menjauh dari ku, aku meringkuk di kursi, kata orang saat ada petir jangan sesekali berada di lantai atau pun menghidupkan benda elektronik, kalau tak ingin di sambar petir, membayangkan di sambar petir saja sudah ngeri apa lagi terkena sambaranya.

Padahal kerjaan ku masih banyak, tapi aku lebih ingin hidup ketimbang mati dengan keadaan hangus.

Cukup lama aku menunggu namun sambaran-demi sambaran petir dilangit masih saja bergemuruh, dan hujan pun turun.

huh... Aku mulai kedinginan, ingin mengambil selimut namun takut akan suara petir, akhirnya aku urungkan niat itu, biarlah aku kedingian dalam hari ini.

"permisi".

Ucap sesorang yang dari suaranya aku tahu bahwa ini pasti beliau, guru bahasa indonesia.

Dengan paksa dan agak takut dengan suara petir aku beranikan membuka pintu.

Ya, benar saja nyatanya ini beliau dengan setelan anak muda, iya sih beliau masih mudah, tapi setelan itu seperti ingin mengunjungi rumah pacar, atau orang-orang menyebutnya mengapel.

Eh! Jika ini...

Seorang peria, kerumah seorang gadis dengan maksud tertuntu bukankah... What?

Dug, dug, dug. Jantung ku berdegup kencang, apakah beliau mau mengapeli ku?.

Yah tuhan...! Secepat ini kah?

"Nia!", Teriak kakak ku menyadarkan ku dari lamunan lama ku, aku tau maksudnya lalu aku mempersilahkan beliau untuk masuk dan duduk, aku berjalan kedapur dan hendak membuat nya teh,

"Siapa itu?", tanya kakak ku dengan sedikit menjurus dan seakan penuh makna, aku hanya bisa bilang bahwa orang itu lah yang telah membatu keluarga kami.

"Benarkah?".

Lalu kakak ku dengan cepat menyalami beliau dan mengucapkan banyak-banyak terimakasih, atas bantuan yang beliau berikan, melihat itu aku begitu senang, lalu menaruh segelas teh hangat di atas meja.

Aku menanyakan untuk apa beliau kerumah kami, cukup ketus sih.

Namun aku tak begitu tau berbasa-basi.

"Ya, mau apelin kamu".

Ucap beliau lalu menyeruput teh yang aku buat itu.

Eh...! bagai mana tidak kaget, apakah ini nyata, aduh... Coba aku cubit pipih ku, namun ini memang nyata.