Chereads / Pak Guru Aku Mencintai Mu / Chapter 6 - Bab 6

Chapter 6 - Bab 6

Mengapa hidup kami sekeluarga harus begini, setelah sepeninggalan ayah hidup kami berputar dengan arah yang berlawanan, dengan ibu yang menjadi tulang punggung keluarga dan kakak yang harus bekerja sambilan saat harus masih menempuh pendidikan kuliah nya.

Ke esokan harinya tak cukup menarik untuk ku ceritakan, dengan sekolah yang biasa-biasa saja dengan murid yang begitu beragam dalam artian tingkah laku, dan guru dengan sifat berbeda pula.

Juni.

Hujan menguyur desa dari pagi hingga malam hari, becek nya jalan terpaksa harus ku lewati, dingin nya air masuk ke sepatu sekolah ku, pekatnya jalan sulit untuk ku melangkah di tambah lagi angin yang cukup kencang ingin menerbangkan payung ku.

"Tak, tak, tak, tak."

Suara langkah kaki terdengar dari balik arah belangkang, belum sempat aku menoleh ke belakang, tiba-tiba tubuhku di pegang oleh seseorang dengan suara pelan ia mengatakan agar aku cepat-cepat melangkah kan kaki ku.

aku hanya bisa menuruti saja dan secepat mungkin untuk berjalan, aku masih merasakan tangan hangat nya memegangi tubuhku, apa mungkin ia ingin berbuat jahat kepada ku?

Dengan agak ketakutan aku menoleh, eh... Rupanya pak guru bahasa indonesia, aduh... Aku sudah berperesangka buruk.

"jalan saja bapak pegangi agar kamu tak terbawa angin". Ucap nya dengan guyonan di akhir kalimat yang ia ucapkan, emang aku ini apa?

Kurus?

Hingga angin bisa melayangkan ku.

"huh... Sampai juga".

Ucap ku dengan bapak guru yang ikut berteduh dirumah ku, aku sebenarnya tak nyaman, karena hanya kami berdua saja di rumah itu, dan aku tak menyuruhnya untuk masuk kedalam melainkan di teras saja.

"teh nya pak".

Segelas teh aku hidangkan ke beliau, dengan gerakan cepat beliau menyeruput teh hangat itu, mungkin karena kedinginan atau karena tengorokan nya kering?

Entah lah... Yang penting teh buatan ku bisa di minum.

Aku pun ikut menemani beliau yang duduk diteras itu, mengobrol seputar kerjaan kami berdua atau tentang pembelajaran tak lebih! Hingga...

Beliau terdiam untuk waktu yang cukup lama, memandangi air yang turun dari cucuran atap rumah ku.

Aku tak tau apa yang sedang beliau pikirkan, entah lah membayangkan nya saja sudah merepotkan dan menyebalkan.

"Hujan itu enak". Ucap ku menepis kesunyian di antara kami, beliau hanya menganguk dan tetap saja dalam tatapan ke arah air yang bercucuran itu.

"Apa lagi dikala sore". Aku melanjutkan perkataan ku, dan beliau lalu menoleh kearah ku.

"kadang aku rindu kepada nya". Ya aku sangat rindu kepada ayah ku, sangat-sangat rindu.

"Namun itu cukup hanya sebagai kerinduan saja".

Sungguh ayah adalah orang yang aku rindukan selama ini, aku masih ingat saat ia memarahi ku karena hanya bermalas-malasan dikamar saja, aku masih ingat bagai mana ia mengajarkan ku naik sepeda, dan aku masih ingat saat ia mengajarkan ku di berbagai hal.

Sungguh ayah adalah sebuah pelita bagi ku.

Tiba-tiba ia menyadarkan ku dari lamuan tentang ayah, ia pegangi kepala ku, dengan tak sadar aku mulai meneteskan air mata, secepat mungkin aku menghapus air mata ku, namun tangan ku di cegah beliau, beliau berkata bahwa jangan menghapus air mata, karena menghapus air mata dari sebuah kenangan sama saja menghapus kenangan itu sendiri.

Lalu beliau memeluk diri ku, aku tak menolak itu, malahan aku begitu nyaman dalam pelukan itu, rasanya sangat hangat dan nyaman, entah apa maksudnya.