Chereads / BOB RIBON / Chapter 2 - Berandal Hellchild

Chapter 2 - Berandal Hellchild

Semua kalangan pasti udah tau tentang para berandal Hellchild, Hellchild itu singkatan dari Hendrikstraat Club Child. Sebenarnya Hendrikstraat itu kek nama jalan, Frederik Hendikstraat 111, dan nama club nya itu Beat Club. Jadi, kami menyingkatnya dengan nama Hell Child (Inggris : anak neraka). Tempat  ini menjadi tempat tongkrongan para anak muda yang menyukai kebebasan dan pemberontakan atas kehidupan yang monoton.

Sedikit jauh dari pusat kota yang ramai, di Frederik Hendrikstraat 111, ada sebuah bar yang kagak biasa namanya De Nieuwe Anita. Bar ini betul-betul unik, untuk masuk aja pengunjung harus menekan bel dulu. Begitu masuk akan terkesan berada di rumah nenek, dipenuhi warga lokal dengan interior retro, kek sofa bunga, kursi kayu tua, hingga gambar dinding era 60/80an. Di tengah-tengah ruangan terdapat meja bar berbentuk setengah lingkaran. Di balik meja tesebut berjajar bir dalam kulkas serta koleksi wine. Ruangan tersebut dibagi dua dan dipisahkan rak buku yang juga berfungsi sebagai pintu. Pintu itu merupakan gerbang ke ruang utama, dimana terdapat panggung kecil dan lantai dansa. De Nieuwe Anita merupakan tempat langganan dari acara-acara yang di organisir Amsterdam Beat Club, yaitu komunitas yang memperkenalkan musik 50/60an. Selain itu juga homebase dari Subbacultcha yang mengorganisir konser sekaligus promo grup, film, dan kultur indie. Setiap hari Senin bar menggelar acara nonton bareng bertajuk Cinemanita. Film-film yang dipilih bergenre dokumenter, religi, dan indie. Penyanyi maupun penulis lagu siap merepresentasikan musiknya, baik itu alternatif, pop, jazz, atau electro pada agenda gratisan De Witte Geit di hari Selasa. Live music pun akan selalu naik pentas pada akhir pekan. Gak jarang De Nieuwe Anita ngadain acara baca puisi, stand-up comedy, atau pameran seni. Di ruangan yang kagak begitu luas, atmosfer yang santai, serta kekeluargaan mempermudah kita untuk menambah kawan baru.

Setiap malam, kami menghabiskan waktu di tempat ini hanya untuk sekedar melepas penat dan memperkuat kesolidaritasan persahabatan kami. Disini, kami kagak sering-sering amat berantem. Karena, kami memegang prinsip "Lu jual, gua beli. Lu obral, gua borong".

"I miss you, babe." Sepasang tangan mulus memeluk gua dari belakang.

"Makin lengket aja lu berdua kek tai kuda," celetuk Darwin yang emang bacotnya paling susah dihandle.

"Sirik aja lu, cari pacar makannya biar kagak ngenes!" Gua menarik pacar gua agar duduk diatas pangkuan gua, namanya Sofie.

"Asem lu, Bon!" kesel Darwin sambil ngecomot jajanan anak-anak.

"Eh Bon! Kapan berangkat ke Indo?" tanya Hanson yang terlihat mulai serius.

"Yah, si bocah pe'a!" kesel Hanson ke gua yang kagak ngejawab pertanyaan dia karena gua lagi asik ciuman sama si Sofie.

"Sabar anjing!" Protes gua karena kepala belakang gua digeplak sama tuh bocil.

"Sampe mana tadi lu nanya?" tanya gua yang emang tadi kagak ngedengrin dia ngomong.

"Sampe akherat!" jawab Chris mewakili isi hati Hanson.

"Kapan lu berangkat ke Indo?" ulang Hanson sambil bermain game di laptopnya.

"Lusa," kata gua yang mulai agak teler gara-gara efek wine yang dari tadi gua tenggak.

"Aku mau ikut!" rengek Sofie dengan manja bikin hati gua berdesir kaya ada aliran listrik masuk ke tubuh gua.

"Lu masih dibawah umur," jawab gua karena disana gua kagak mau ribet ngurusin orang lain.

"Tapi aku boleh kan main-main ke sana?" pinta Sofie maksa.

"Boleh dong sayang," ujar gua supaya cepet.

Kami melanjutkan aktivitas kami dengan mengobrol santai ditemani botol alkohol, wine, dan batangan rokok sebagai pemanisnya. Obrolan kami tidak jauh dari sepak bola, wanita, musik, dan masa lalu gila yang pernah kami lakukan. Kami sangat menikmati hidup yang kami jalani, cause life must go on!

Lama-kelamaan susana menjadi membosankan! Dan khirnya gua yang emang pada dasarnya tukang gabut, memutuskan untuk bermain main dengan teknologi. Tanpa gua minta izin ke Hanson selaku pemilik laptop, dia udah paham maksud keinginan gua apa?

"Bon, ada cewek lu ntar berabe kalo ada apa apa," kata Marcel yang orangnya memang parno an.

"Tenang aja, Cel. Otak dia jenius, udah pro dia," kata Alex untuk menenangkan si Marcel.

"1, 2, 3!" Seketika semua lampu bar dan lampu pinggiran jalan termasuk semua lampu pertigaan mati ketika gua ngeklik enter pada laptop yang gua mainkan. Semua kendaraan saling menerobos lampu stopan yang udah gak tentu arah ngasih perintah. Gua klik enter lagi dan semua lampu gantung yang ada di pinggiran jalan mulai pada pecah. Beberapa menit kemudian yang mungkin berita keadaan ini cepat tersebar, suara sirine polisi mendekat, seketika itu juga gua menghidupkan kembali semua lampu yang gua matiin. Tangan gua udah gatel pen klik enter lagi, dan hasilnya semua uang yang ada di mesin ATM pinggiran jalan pada berhamburan keluar membuat pejalan kaki mungutin duit yang berjatuhan.

"Buseeett, Boon! Ancur bener nih tempat!" Kagum Alex melihat hasil kerja gua.

"Lari, goblok! Cepet lari!" titah gua sambil mengamankan laptop kepada anak-anak karena beberapa polisi mulai berlarian ke arah kami sambil memegang pistol yang udah siap menembak buronan yang mereka incar.

"Berhenti, kalian!" teriak para polisi itu dengan menembakkan pistolnya kearah langit.

"Gua bukan babu lu yang nurut sama perkataan bacot lo itu!" teriak gua sekencang-kencangnya.

Gua ngeberhentiin taxi yang lewat buat nganterin Sofie pulang duluan. Sofie sempet ogah-ogahan nurutin perintah gua, tapi karena berkat bujukan si Hanson yang sifatnya emang buaya darat haus cinta, akhirnya Sofie mau pulang dianter taxi yang udah berhenti didepan kita.

Kami berlarian kembali dengan ditambah aksi rekayasa sosial. Alex masuk ke sebuah toko buku dan berpura-pura menjadi seorang penjual buku, Marcel dan Darwin memainkan aksi rapp nya di lahan yang agak rame dan mereka berdua pun mulai dikerubungi banyak orang, Marko dan Chris berpura-pura menjadi penjaga sepeda sewa, Gua dan Hanson berpura-pura menjadi orang yang lagi nyari alamat palsu!

"Maaf, Pak Polisi. Saya ingin menanyakan alamat ini ke arah mana ya, Pak?" tanya gua ke para polisi yang ngejar kami dari tadi. Gua liat muka si Hanson udah pucat pasi, gua ngasih isyarat ke Hanson bahwa semuanya bakal baik-baik aja.

"Kamu tanya ke yana lain saja, kami sedang mengejar buronan kami," jawab salah satu polisi itu yang gua berhentiin barusan.

"Oh, baik pak! Terimakasih!" ujar gua setenang mungkin agar mereka tidak curiga. Mereka pun mulai melanjutkan pekerjaannya.

"Gila lu, Bon! Nganter diri ke lapas lu?!" bacot Hanson mulai frustasi.

"Elah lu, kita udah sering begini juga masih ae kaget lu!" kata gua dengan sedikit kekehan. Gak lama kemudian, anak-anak yang lain mulai berkumpul.

"Gimana tadi? Aman aman ae pan?" tanya gua ke mereka.

"Aman dong, Bon! Kalo gak aman, kita-kita udah diseret ama tuh polisi ke Nusa Kambangan!" sungut Darwin dengan celetukan khasnya. Anak-anak pada ketawa mendengar celetukan yang dilontarkan oleh Darwin.

Sedikit cerita tentang kami.

Alex, si penggila hardware yang memiliki latar belakang lumayan menyedihkan. Ibunya bunuh diri karena tekanan mental, ayahnya penggila wanita malam yang selalu ngehidupin dia tanpa kasih sayang.

Darwin, lelaki kurang kasih sayang yang membuatnya tidak bisa mengontrol bahasanya dalam berinteraksi dengan orang yang lebih tua.

Marko, anak mami yang bisanya ngabisin duit ibunya. Walaupun dia begitu, dia orang yang paling rendah hati diantara kita.

Marcel, dia yang paling gj diantara kita. Tingkah konyolnya yang ngebuat kita jadi gampang akur di kala kita lagi ada masalah.

Chris, cowok yang memiliki ribuan mimpi di pundaknya. Dia pengen jadi penguasa dunia, katanya! Kondisi keluarganya yang paling baik diantara kita. Dia juga orangnya sangat pengertian dan peduli sama kita-kita.

Hanson, dua kata buat dia, BUAYA DARAT! Dia kagak bisa liat cewek bening dikit langsung maen nerobos ae. Tapi gini-gini juga dia orangnya bijak!

Dan terakhir, gua! Udah gua jelasin di prolog tentang gua! Gua orang biasa-biasa aja yang hanya menginginkan pengakuan dunia tentang gua, udah itu aja!

Kami mendirikan geng Hellchild sejak kelas 1 junior high school, yang diketuai oleh gua sendiri. Sebenernya bukan kemauan gua, tapi ini keputusan hasil musyawarah mufakat bersama!