Chereads / ORDINARY SECRETARY / Chapter 6 - NASI PADANG

Chapter 6 - NASI PADANG

Rapat sudah dimulai. Kita terlambat 15 menit. Ini bencana. Sungguh.

Kita membuka pintu ruangan rapat dengan pelan. Ia menyunggingkan senyuman manis untuk semua orang, anggap saja sebagai sogokan agar tidak diomeli orang seruangan.

Menghindari dibentak Bos Sandia, Kita langsung bertindak,

"Maafkan saya teman. Kita sangat menyesal datang terlambat."

Pede-pede nya dia kaya gitu ya.

Ih, gatau malu dateng telat.

Sekretaris kok pikun haha.

Mana lipstiknya ga rata lagi wkwk.

Dia kayaknya belum mandi tuh, cuma cuci muka doang.

Semua kata-kata pekerja Sandia Family membuat Kita malu. Kalau saja Kita bukan moderator untuk rapat kali ini, ia pasti akan diusir keluar oleh Bos. Sesegera mungkin Bos Sandia langsung meminta Kita untuk menyiapkan flashdisk dan memulai presentasi.

Tiga puluh menit berlalu , presentasi berjalan sebagaimana mestinya. Namun perut Kita terus memohon untuk diisi sesuap nasi. Kita tidak bisa kalau melewatkan paginya tanpa sarapan. Setiap pagi, Ibunya selalu menyiapkan sarapan untuknya. Pagi ini terlalu terburu-buru. Sepertinya maag nya kambuh.

Kita terduduk lemas dikursi rapat. Tidak ada orang diruangan rapat, tak tersisa satupun. Ia memegangi perutnya. Ia takut kalau terjadi apa-apa.

Kemudian Kita mencoba berdiri dan melangkahkan kaki menuju ruangan pak bos. Ia harus menghadap karena keteledorannya ini.

"Maafkan saya bos,saya-"

Bos Sandia mengangkat tangan kanannya. Menghentikan niat Kita untuk menjelaskan dan meminta maaf.

"Kalau saja kamu bukan adik kelas saya dulu, saya pasti langsung pecat kamu. Kamu dibutuhkan, tapi malah ngilang!"

"Ga usah ngomong, saya ngga peduli. Jadi orang jangan kebanyakan alesan!!"

"PAHAM!!?"

Gebrakan meja kayu itu menambah ketakutan Kita. Tangan dan kakinya gemetar. Ditambah perutnya terasa sangat lapar.

"Pergi makan dan secepatnya kembali"

Bagaimana bos bisa tau kalau Kita sedang sangat lapar?

Apakah bos cenayang?

Ah tentu saja bukan.

"Cacingmu memanggil nasi padang saat kau sedang berbicara didepan tadi"

Sontak, kata-kata Bos tadi membuat Kita sangat malu. Cacing ini memang selalu membuat Kita kehabisan kata-kata. Kita melemparkan pandangan keluar ruangan. Ia berjalan gontai menuju restoran dekat Kantor.

Apakah kalian menyadari?

Bos baru saja memperhatikan Kita. Ya, dia mempedulikan Kita.

Dia menyuruh Kita sarapan saat semua pekerja sedang sibuk urusan perusahaan.

Wawwwww!

Jangan seneng dulu. Bisa jadi bos ngga mau direpotin kalau aku pingsan nanti. Hihi ngrepotin bos mulu, sekretaris macam apa ini?

Setelah perut sudah terisi sepiring nasi Padang dan segelas teh manis semanis yang makan, Kita kembali bekerja. Saat hendak duduk di bangkunya, semua pekerja memandang Kita. Apakah ada yang aneh?

Kalian lihat tidak?

Ah, mana mungkin bisa lihat.

Apakah mereka kesal kepada Kita?

Jangan-jangan mereka iri kalau Kita dibolehkan sarapan diluar Kantor.

Ih, tatapan mereka menakutkan.

"Kau masih lapar?"

"Tidak"

"Lalu apa fungsi tisu itu?"

Ha?!

Astaghfirullah. Kita melupakan sesuatu. Kita lupa mencopot tisu yang dikalungkan dilehernya. Ah, memalukan.

Kenapa hari ini terasa kacau siii??!!

----------

Malam ini bulan purnama. Bulan terlihat cantik. Utuh sempurna. Secantik yang sedang baca. Wkwk. Nyengir ngga nyengir cepet!.

Yang cowo monmaap ya.

Terdengar sebuah nyanyian disudut kamar pink itu. Suara Kita. Dia menyanyi sambil memetik gitar antiknya. Gitar itu unik sekali. Benar, gitar itu warisan dari Ayahnya. Kita sangat menyayangi pemberian ayahnya itu.

Selain telaten urusan kantor, Kita juga piawai menyanyikan lagu serta memainkan gitar. Namun, masih kurang. Ia tak begitu pandai memasak.

Sebenarnya bisa, cuman Kita hanya sanggup memasak air dan mie rebus. Eh, ada lagi. Dia juga pintar menggoreng telur dadar. Itu sudah lumayan walaupun perlu banyak belajar.

Kita lebih senang bernyanyi di kamar timbang bereksperimen di dapur. Saat mencoba memasak sayur kangkung, kacang dan sebagainya ia tak melakukan dengan sempurna. Kadang terlalu asin seperti kebelet nikah atau kadang terlalu manis. Sesekali rasanya hambar karena bumbunya kurang. Ada suatu kasus dimana ia memasak dengan memasukan garam yang dikira gula. Ini memalukan teman.

Adakah yang mau mengajari Kita memasak?

Ia khawatir dikomplen mertuanya nanti kalau masakannya tak sedap.

Tidak ada yang mau membantu?

Sungguh?

Kau tega.

Ayolah!

"Aku mau membantumu"

Bio??