- Christabell Point of View –
Apa yang bisa kukatakan? Entahlah, semua terasa membingungkan bagiku. Berada bersama dengan seorang wanita yang begitu menginginkan suamiku, berhari-hari menempuh perjalanan darat bersamanya demi membawaku pergi jauh dari New York, dan jauh dari Richard, pria yang menjadi belahan jiwaku.
Awalnya kupikir Ms. Parish akan membunuhku dan bayi ini, untuk mendapatkan Richard kembali dalam hidupnya. Tapi ternyata dia tak sejahat itu. Dia masih memberiku dan bayiku kesempatan hidup, dia hanya ingin aku enyah dari kehidupan Richard Anthony, agar dia bisa mendapatkannya kembali.
Meskipun aku tidak tahu bagaimana jadinya hidupku tanpa Richard, tapi yang harus kupikirkan saat ini adalah menyelamatkan bayi kami. Aku yakin bahwa waktu akan mempertemukan kami kembali. Dan aku juga sangat percaya pada suamiku, pada besarnya cintanya untukku dan bayi ini.
Richard tidak akan membiarkan kami hilang tanpa jejak, dia pasti mencari kami dengan seluruh daya dan upayanya. Aku hanya harus bersabar dan yakin bahwa suamiku akan menemukan kami.
Selama berada bersama Ms. Parish, aku tak bicara sepatah katapun kecuali saat dia bertanya. Saat dia bertanya apakah Richard mencintaiku atau tidak, aku berbohong bahwa dia tak mencintaiku. Dia hanya menikahiku demi alasan formalitas karena aku mengandung bayinya. Setelah bayiku lahir, Richard akan segera menceraikanku. Kebohongan itu kubuat agar Ms. Parish yakin bahwa masih ada ruang baginya di hati Richard, jadi dia tidak akan menyakitiku atau bayi kami.
Melihat reaksinya mendengar kebohonganku itu hatiku menjadi ngilu. Dia bersemu merah, terlihat begitu sumringah mendengar bahwa suamiku mungkin masih mencintainya. Ada rasa kasihan yang mendadak muncul di hatiku, wanita ini begitu tergila-gila pada suamiku, entah apa yang membuatnya seperti itu.
Jika aku ada di posisinya, mungkin aku akan merasakan perasaan yang sama seperti yang dirasakan wanita ini. Richard Anthony memang pria yang tak mudah dilupakan. Sentuhannya, tatapannya, suaranya, mengingat bagaimana cara dia menciumku, atau bagaimana caranya memperlakukanku saat kami bercinta, itu membuatku tergila-gila padanya. Bahkan saat dia menatapku dalam diam, aku tak bisa melupakan mata itu. Tatapan yang tajan dan dalam, yang membuatku darahku berdesir meski hanya mengingatnya dalam kenanganku saat ini.
Aku melihat wanita ini menggilaki suamiku, seperti aku menggilainya. Mungkin aku juga akan bereaksi yang sama jika suatu saat Richard meninggalkanku. Aku mungkin akan gila jika dia tak lagi menginginkanku. Dan melihat reaksi itu muncul pada Ms. Parish, meski hatiku sakit, tapi aku bisa memaklumi perbuatan wanita ini.
***
Sepanjang perjalanan, mataku ditutup dengan kain dan tanganku diikat dalam posisi berbaring di bangku belakang. Sampai aku merasa bahwa mobil berhenti berjalan dan pintu terbuka. Aku di turunkan dari mobil dan di bawa ke mobil lainnya. Yang kurasakan adalah kesemutan di kakiku, tapi setidaknya aku bersyukur karena masih bernafas hingga saat ini. Bayiku menendang lemah, dan aku hampir menangis, "Bertahanlah sayang, penderitaan ini akan segera berakhir." Bisikku dalam hati, aku berharap bayiku bisa mendengarnya.
Aku duduk dengan tangan terikat dan mata tertutup, tapi telingaku masih bisa mendengar dengan jelas saat beberapa orang berbicara dengan bahasa asing, sangat asing di telingaku. Di mana kami? Aku mencoba mendengarkan apa yang mereka katakan, "Bienvenido, te llevaremos a la posada." Kata seseorang dari sisi kiriku.
"Hablamos Inglés" Jawab seorang pria muda. Aku hanya memperkirakan dari suaranya, meski sesungguhnya aku tak yakin.
"Ok." Itu hal terakhir yang ku dengar, karena rasanya mereka memasukanku ke dalam mobil lagi. Entah kemana lagi kami akan di bawa.
Laju mobil kembali berhenti, aku di turunkan dari mobil dan dituntun ke sebuah tempat. Ku dengar pintu terbuka dan aku dibawa masuk ke dalam ruangan. Ikatan tanganku dibuka sebelum orang itu meninggalkanku. Perlahan aku membuka simpul penutup mataku dan untuk pertama kali setelah berjam-jam aku bisa melihat dengan bebas.
Aku tak langsung menemukan pandanganku. Rasanya semua terlihat remang-remang. Kukerjapkan mataku berkali-kali untuk menjernihkan pandangan, dan saat aku mulai bisa melihat dengan jelas, aku sudah berada di subuah kamar dengan ukuran yang tak terlalu luas dan dekorasi yang sederhana. Dimana aku?
Kulihat sebuah koper berada di dekatku dan kutarik koper itu, dan ku buka isinya. Pakaian dan sebuah dompet berisi identitas palsuku.
"Soraya Hill" Aku membaca nama dalam kartu identitas itu dan air mataku berjatuhan. Entah mengapa hatiku merasa begitu ngilu setelah melihat fotoku di kartu identitas itu dengan nama orang lain. Rasanya seolah aku baru saja menyaksikan pemakamanku sendiri. Bagaimana aku bisa hidup di bawah identitas palsu seperti ini?
Selain kartu identitas, aku juga menemukan selembar foto, beberapa adalah orang yang ku kenal di Ritz. Di belakang foto itu di tulis sebuah kalimat dengan tinta basah, "Bertahanlah demi mereka." Tulisnya.
Aku juga melihat uang kertas senilai dua ratus dollar, bagaimana mungkin aku bisa bertahan dengan uang ini? Untuk hidup bersama dengan anakku di kota ini? Aku menyimpan kembali semuanya, ku usap perutku dengan air mata berderai.
"Kita pasti bisa bertahan sayang, percayalah. Aku akan melindungimu. Daddy akan segera menemukan kita dan membawa kita pulang. " Ucapku. Kuhela nafas dalam berulang-ulang, rasanya udara di ruangan ini begitu tipis atau entah mungkin dadaku yang terlalu sesak.
Kuseret kakiku yang mulai membengkak ke sisi jendela dan ku buka pintu jendelanya. Hatiku sedikit menghangat saat melihat pemandangan di luar. Tempat ini adalah tempat yang indah, tidak akan jadi masalah jika aku dan bayiku harus bertahan beberapa hari sampai Ricahrd menemukan kami. Tempat ini tak begitu buruk.
***
Seseorang masuk ke dalam ruangan dan menyapaku. "Hi." Sapa wanita itu. "Aku Esmeralda." Dia sempat terkejut melihat reaksiku yang ketakutan saat wanita itu masuk ke dalam ruangan.
"Aku hanya datang untuk mengantarkan makanan." Ujarnya.
"Dimana aku?" Tanyaku.
"Poerto rico." Jawabnya, aku membeku mendengar jawabannya. Kami berada ribuan mill dari New York. Bagaimana Richard bisa menemukan kami? Tnayaku dalam hati.
"Jangan banyak berpikir, makanlah, kau terlihat sangat lemah." Ujar wanita itu dan aku menggeleng. Menyadari semua ini membuatku kehilangan nafsu makanku.
"Jangan egois, setidaknya pikirkan tentang bayi dalam perutmu." Katanya dengan tatapan penuh empati dan aku mengangguk. Bagaimanapun, prioritasku saat ini adalah bayiku, semua kesulitan yang kulewati akan menjadi sia-sia jika terjadi hal buruk pada bayiku.
Aku menjejalkan makanan ke dalam mulutku, memaksa diriku untuk mengunyah dan menelan makanan meski rasanya begitu sulit. Aku bingung memikirkan bagaimana nasibku setelah ini? Richard tidak mungkin menemukanku dalam waktu dekat, aku harus memikirkan plan B. Mungkin aku akan melahirkan bayiku di tempat ini, jauh dari ayahnya.
"Berhentilah menangis, makanlah dengan baik." Ujar Esmeralda yang masih berada di ruangan itu dan menatapku iba.
"Aku tidak tahu bagaimana bertahan hidup dan harus melahirkan bayiku, aku tak memiliki apapun." Ujarku sedih.
"Suamimu membayar penginapan ini untuk sebulan sebelum dia meninggalkanmu di tempat ini. Selama satu bulan kau akan tinggal dengan nyaman di sini." Ujarnya. "Suami macam apa yang tega meninggalkan isterinya dalam keadaan hamil seperti ini." Gumam Esmeralda. Andai aku bisa mengatakan semuanya pada wanita ini.
Aku memilih bungkam daripada menjelaskan situasiku, aku bertanya hal yang lehih penting bagiku, "Bisakah aku mendapatkan pekerjaan di tempat ini?" Tanyaku penuh harap.
Esmeralda menghela nafas dalam, "Dalam keadaan hamil, tentu akan sulit mendapatkan perkerjaan." Jawabnya. "Setelah kau melahirkan bayimu, aku akan membantumu mencari pekerjaan." Jawabnya.
"Thank you." Aku tersenyum setelah mendapatkan secerca harapan. Setidaknya hari ini aku masih hidup, dan bayiku masih bergerak.