Tiba-tiba ponsel pemuda itu berdering.
Adit segera mengangkatnya, ternyata dari salah seorang pekerja renovasi rumah yang berusaha menghubunginya.
Pemuda itu segera merespon karena biasanya ada sesuatu yang penting jika salah satu pekerja itu menghubunginya.
"Ya, Bang Karnias? Ada apa...?"
Seseorang yang di seberang telepon terbatuk-batuk sejenak, lalu:
"Dit, kami berhasil merusak sebagian tembok bangunan di halaman belakang..."
"Oh ya?" Adit terbelalak senang. "Baguslah kalau begitu. Teruskan saja membongkarnya, nanti upah untuk pembongkaran itu biar kalian saja yang mengambilnya, tak perlu aku mengambil tukang dari luar," ujar Adit. Wajahnya tampak sedikit berseri karena persoalan pembongkaran bangunan itu cukup memusingkannya.
"Baik, Bang. Insyaallah kami bisa, soalnya bagian dalam temboknya ternyata terbuat dari plat besi. Pantas saja kita agak kesulitan meruntuhkannya. Tahu tidak apa yang kami temukan di bagian dalamnya...?" Karnias di seberang telepon tampak seperti mengajak main tebak-tebakan.
"Ya...? Apa isinya?"
"Sebuah kuburan...!"
Adit ternganga. Sejenak ia mengerutkan alis.
"Kuburan...? Oke, oke, sebentar lagi aku akan ke sana. Nanti pak Arul juga akan kuhubungi..."
Sambungan telepon terputus setelah terdengar suara: tut-tut-tut beberapa kali. Tampaknya Karnias kehabisan pulsa.
Norsy mengerutkan alis. Saat itu seorang pelayan datang membawakan pesanan.
"Ada apa, Dit?" Norsy terlihat penasaran.
Adit terlihat agak ragu-ragu untuk menjawab tapi kemudian ia kemudian lebih memilih untuk berterus terang. "Tembok yang ada di halaman belakang rumah ternyata sebuah kuburan ..." Adit berujar pelan.
Norsy melotot, tak jadi menyuapkan nasi ke mulutnya.
***
Suara beradunya linggis dengan tembok yang keras terdengar bergemuruh di seluruh ruangan. Berdentang-dentang memekakkan telinga. Sejumlah pekerja tampak berusaha keras membongkar bangunan kecil di halaman belakang rumah itu yang ternyata adalah tembok yang menyembunyikan sebuah kuburan di dalamnya.
Arul tampak mengawasi langsung jalannya pembongkaran tembok kecil itu. Adit tampak tak jauh darinya juga turut menyaksikan.
Para pekerja sempat agak sedikit kewalahan karena bangunan kecil itu berbungkus plat besi yang kokoh. Namun sedikit demi sedikit tembok itu akhirnya bisa juga diruntuhkan.
Sedikit demi sedikit mulailah terlihat kuburan itu setelah tembok pelindungnya terbongkar. Kuburan itu tampak seperti baru saja dibuat. Warna krem ubinnya terlihat masih mengkilat kendati telah tersimpan selama puluhan tahun.
Kuburan itu berpagar besi berbahan stainless steel yang juga masih terlihat baru karena selalu terlindungi tembok yang tebal.
Para pekerja serentak menghentikan aktifitasnya mereka, keringat mereka telah bercucuran.
"Astaga... Kuburan siapakah gerangan?" Arul bergumam separuh takjub. Pada bagian batu nisan yang juga terbuat dari porselen hanya ada tulisan: "ISTERIKU TERCINTA." Itu saja. Tanpa ada embel-embel nama lain setelahnya.
Itu yang membingungkan Arul.
Kuburan itu tampak seperti sengaja disembunyikan oleh pembuatnya, entah dengan maksud apa.
Merasa kagum sekaligus dibuat heran, Arul hanya tersenyum masam ke arah Adit yang ada di sebelahnya.
"Betul-betul beruntung wanita yang dikuburkan di sini, ya, Dit! Suaminya tampaknya benar-benar sayang padanya, buktinya itu, tulisan pada batu nisannya yang tampaknya melebihi arti sebuah nama," ujarnya sembari terkekeh. Kata-kata itu seakan sindiran kepada dirinya sendiri sehingga membuatnya senyum-senyum geli.
"Pak Arul juga sayang sama isterinya, kan...?" seloroh salah seorang pekerja, yang langsung disambut oleh gelak tawa yang lainnya.
"Ya, aku sayang sekali sama isteriku... Isteri yang kedua... Ha ha ha!"
Adit mendadak merasakan tengkuknya menjadi dingin. Candaan Arul yang sengaja dilontarkan untuk mengundang gelak tawa itu justru menohok jantungnya.
Mengingatkannya kembali bahwa ia baru saja mencoba hendak meladeni bermain api dengan isteri simpanan bos nya itu. Ia masih ingat betapa liarnya gerak cumbu isteri simpanan pak Arul itu saat mereka bercumbu mesra di dalam mobil, sebelum ia diantarkan Norsy ke tempat ini.
Adit mendadak merasa jijik pada dirinya sendiri. Wajahnya seketika memucat! Keringat dinginnya bercucuran. Tanpa sadar tangannya mengusap-usap nisan kuburan yang ada di depannya untuk menutupi kegugupannya.
Arul rupanya memperhatikan perubahan pada raut wajah Adit.
"Dit? Kamu kenapa? Sakit?"
Adit meringis, serba salah. Ia mengangguk mengiyakan saja sembari berusaha mencari cara untuk menyingkir sementara dari tempat itu.
"Permisi sebentar, pak Arul, saya mau ke WC dulu," kilahnya. Lalu cepat-cepat pergi. Arul tertawa. "Ya, ya. Tapi kalau sudah selesai balik lagi ya... soalnya kuburan ini rencananya mau kita bongkar habis," kata Arul sebelum Adit melangkah pergi.
Adit terkejut mendengarnya. "Di-dibongkar?!"
Langkahnya tertahan di dekat pintu belakang. Matanya melotot. "M-maksud Pak Arul kuburan itu dibongkar untuk dipindah kan?"
"Tak ada pilihan lain, Dit! Norsy sejak tahu di rumah ini ada kuburan langsung mencak-mencak minta dibongkar. katanya ia tak sudi kalau ada kuburan di rumahnya," berkata Arul dengan wajah masam. "Norsy bahkan mengancam minta dibelikan rumah yang baru jika aku tidak memindahkan kuburan itu!" katanya seraya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Aku tidak punya pilihan karena kau tahu sendiri kan, berapa duit yang harus ku keluarkan jika membeli rumah yang baru lagi..." Arul mengeluh.
Adit diam-diam meringis. Ngeri juga ternyata memperistri Norsy. Perempuan itu memang cantik, tapi sungguh sangat hebat tuntutannya. Sudah begitu ia masih saja tertarik untuk berselingkuh, padahal Arul sudah habis-habisan memanjakannya.
Dan Adit juga tak habis pikir kenapa Norsy justru memilih dirinya untuk menjadi teman selingkuh? Padahal Norsy pasti tahu dirinya bukan apa-apa dibandingkan Arul jika ditinjau dari segi materi.
Mendadak ponselnya bergetar. Ia mengangkatnya. Ternyata panggilan dari Norsy!
Ups!
Adit salah tingkah. Apa-apaan, Norsy? Wanita itu menghubunginya di saat dirinya sedang bersama suami wanita itu. Benar-benar wanita edan! Pikirnya. Tapi anehnya Adit tak tahan juga ingin menyambut telepon itu.
"Hei, hallo..." Adit menyapa setelah beberapa langkah menjauh dari Arul. Suara linggis terdengar berdentang-dentang saat para pekerja mengayunkannya ke ubin kuburan.
"Adit? Kamu di mana? Masih di rumahku?" suara Norsy terdengar lembut.
"Aku berada dekat suamimu..." Adit menyahut datar.
Norsy tertawa renyah di seberang telepon. "Kenapa sih kamu? Kok kurang bersemangat? Tidak suka ya, aku telepon?"
Suara Norsy terdengar seakan merajuk manja.
Adit terdiam sesaat. Bingung harus menjawab apa.
"Mmmmm, bukan begitu. Aku hanya takut, pas kita telpon-telponan nanti ketahuan suamimu gimana? Bisa-bisa aku dipecatnya nanti...!"
"Memangnya suamiku tahu kalau kita telpon-telponan?"
Adit terdiam.
"Dit? Kalian lagi ngapain? Aku dengar suara berisik begitu..."
"Oh, itu, kita lagi bongkar kuburan!" Adit menyahut cepat. "Kan atas perintahmu juga kata suamimu."
Adit sengaja menekankan kata "suami" setiap ia menyebut Arul. Seakan-akan hendak mengingatkan wanita itu kalau ia masih punya ikatan. "Norsy, perintahmu mengerikan juga ya..." katanya hampir berbisik. Sebab saat itu dilihatnya Arul sedang memandang ke arahnya.
"Dit? Sedang telponan sama pacar, ya? Serius amat!" Arul tiba-tiba menyapa sambil nyengir.
Adit terkesiap. Perasaannya pak Arul seperti menyindir. Padahal bos nya itu tak tahu menahu siapa yang menelpon dirinya.
Ia merasa gugup. Cepat-cepat ia mematikan teleponnya saat Norsy masih hendak berbicara. Lalu tersenyum kecut.
"Naaah, iya, kan? Makanya cepat-cepat nikah! Nanti om yang biayain," goda Arul saat dilihatnya karyawan kepercayaannya itu terlihat gugup dan serba salah.
Adit merasakan nafasnya berhenti di tenggorokan.
"Oke, kita sudahi dulu, besok kita teruskan. Sudah sore, tak baik rasanya kalau malam-malam bongkar kuburan," Arul mengomando ke arah para tukang bangunan yang sibuk bekerja.
***
Adit baru saja merebahkan dirinya di depan TV untuk menikmati film dokumenter di Chanel National Geografic, ketika tiba-tiba pintu kamar kost nya diketuk. Ia menoleh ke pintu. "Ya, masuk aja. Tak dikunci," serunya dari dalam.
Pintu dibuka. Adit tercengang. Ternyata Norsy. Perasaannya berubah tak keruan. Antara takut dan senang bercampur menjadi satu. Takut kalau-kalau urusannya dengan perempuan itu berkembang menjadi sesuatu yang buruk. Bagaimanapun Norsy adalah isteri dari bos nya, meskipun sekedar isteri simpanan. Namun diam-diam ia pun menaruh suka pada perempuan itu. Dan timbul rasa kangen jika sebentar saja tak bertemu perempuan itu.
Norsy masuk dengan wajah datar. Tak ada senyuman di wajahnya seperti sebelumnya mereka pernah bertemu.
Adit mempersilakan wanita cantik bertubuh seksi itu duduk.
"Ya, Tante? Ada yang bisa aku bantu?" ujarnya sok formil sambil mengambilkan kursi untuk Norsy.
"Tante...?" Norsy menyahut. Sedikit sinis. Ia duduk di kursi yang disediakan Adit, tapi wajahnya tetap datar tanpa senyum. Ia menatap dingin Adit yang menatap ke arahnya sambil tersenyum.
"Kenapa kau matikan teleponmu tadi?"
Owh! Ternyata perempuan itu telah menganggapnya sebagai pacar kini, dan mulai memasuki kehidupannya. Mengaturnya.
Adit mengerutkan alis. "Memang kenapa? Aku takut ketahuan suamimu kalau aku sedang telpon-telponan dengan isterinya." Adit menjawab cepat.
"Begitukah? Jadi kau takut juga kalau sampai ketahuan suamiku kalau kita sedang menjalin hubungan gelap?" wanita itu tersenyum. Bibirnya merekah menggoda. Ia tiba-tiba berdiri dari duduknya. Menghampiri Adit dengan perlahan. Kedua lengannya ia lingkarkan di leher pemuda itu. Adit gemetar saat mencium aroma parfum dari tubuh wanita itu. Benar-benar wanita sialan! Wanita penggoda! Kutuk Adit dalam hati. Tapi sekali lagi hanya dalam hati, sementara tubuhnya tak bisa menolak perlakukan mesra perempuan itu. Ia hanya bisa menarik nafas sambil berusaha mengendalikan degup jantungnya yang semakin kencang bagaikan disengat listrik bertegangan tinggi.
"Norsy... Kenapa kamu....?"
"Memilihmu? Aku jatuh cinta padamu semenjak pandangan pertama Adit! Dan jujur itu satu-satunya cinta untukmu, seumur-umur aku belum pernah merasakan yang namanya jatuh cinta, baru kali ini!"
"Lantas, suamimu?"
"Jujur saja, aku kawin dengannya juga karena terpaksa!"
Adit hampir saja tertawa tergelak mendengarnya jika Norsy tak cepat-cepat menutup mulutnya dengan telapak tangan.
"Dengar dulu Adit. Aku tidak mengada-ada. Kalau kau tak percaya..."
"Belahlah dadaku!" Adit langsung menyahut lalu tertawa terpingkal-pingkal. Dilihatnya Norsy memperlihatkan wajah merengut, kesal.
"Jangan becanda ah, Dit! Aku serius! Kamu sudah punya pacar, belum?"
"Kalau sudah kenapa? Dan kalau belum kenapa?"
"Kalau kamu sudah punya pacar, aku mundur sekarang, pulang dan berusaha melupakanmu, tapi kalau belum..." Norsy berhenti berkata. Ia menatap lama wajah Adit, seperti ingin menyelidik. "Kuharap kau memberikanku opsi yang kedua..."
Norsy perlahan melepaskan pelukannya dan berjalan mundur ke arah pintu.
"Hei, mau kemana?" Adit terkejut dan berusaha mencegah saat perempuan itu melangkah ke luar.
"Mau pulang..." jawab Norsy singkat seraya mengenakan kembali sepatu hak tingginya. Ia melirik seraya tersenyum menggoda ke arah Adit. "Mungkin aku bukan orang yang tepat untuk kau cintai, jadi aku pulang saja daripada mengganggumu."
"Eh, jangan pulang dulu...!" Adit berusaha mencegah, dan menarik tangan Norsy untuk kembali masuk ke dalam kostnya.
Perempuan itu hampir saja terjatuh, Untung saja Adit dengan sigap menangkap pinggangnya. "M-maaf!" Adit cepat-cepat melepaskan pelukannya.
Norsy menatapnya. Tapi tidak berkata apa-apa. "Aku perlu kawan buat menemaniku makan martabak sambil nonton TV, kamu mau?" Adit memberikan tawaran.
Perempuan itu tersenyum,. "Oke. Tapi bukan di sini. Kita makan martabaknya di cafe aja yuk!"
Kening Adit berkerut.
"Memangnya di kafe ada martabak?"
"Gak tahu! Yang penting di kafe! Aku ogah berduaan sama kamu di tempat ini. Nanti ada yang ngomongin tidak-tidak."
Adit tersenyum. Baginya sama saja. Dimana pun yang namanya berduaan dengan isteri orang bukanlah tindakan terpuji.
Tapi kakinya tetap melangkah juga ke arah mobil milik Norsy. Masuk ke dalamnya dan menutup pintu. Lalu Norsy menghidupkan mesin.
Tak berapa lama mereka sudah meluncur di jalan raya. Norsy sengaja menghidupkan lagu romantis di tape mobilnya. Adit tersenyum.
"Suka lagu-lagu tempo dulu, mbak?" Adit buka suara.
"Sekali lagi kau sebut aku dengan panggilan 'mbak' aku akan tabrakan mobil ini ke pohon, biar tahu rasa..."
"E-e-e..." Adit terbelalak ngeri saat Norsy membelokkan mobilnya ke arah sebuah pohon. Namun secepat kilat pula menghindar. Norsy tergelak saat mengetahui kalau Adit terlihat pucat karena terkejut.
"Norsy! Kamu jangan gila!" Adit mengumpat. Ia mencengkram erat sisi kiri jok yang didudukinya. Matanya melotot ke arah Norsy yang masih tertawa geli.
Tiba-tiba mata keduanya melihat seorang lelaki berdiri di tepi jalan. Tak ada yang aneh sebenarnya pada lelaki itu jika keduanya tak melihat orang yang sama terlihat kembali pada lintasan jalan yang berbeda.
Adit mengerjapkan mata karena tak percaya. Norsy menurunkan laju kendaraannya karena penasaran. "Dit... Itu orang yang sama kita lihat kan, pada saat kita melintas di jalan S. Parman tadi?" bisiknya bingung.
Adit tak kalah bingung. "Kalau melihat dari penampilannya sih iya, tapi masak ia bisa berlari secepat itu?"
Norsy sengaja berbelok untuk mendekati pria berjaket kulit warna hitam itu. Berdiri di tepi jalan yang jauh dari penerangan. Matanya menatap kosong ke depan. Saat mobil mendekat orang itu masih berdiri diam di tempatnya.
"Pak? Menunggu siapa?" tanya Adit pada pria itu. Pria itu lama tak menyahut dan hanya mematung sebelum akhirnya mendesis dengan suara tajam. Suaranya terdengar seperti menyimpan kemarahan.
"Kalian jangan sekali-kali membongkar kuburan itu...!" katanya. Suaranya pelan saja, tapi serasa menusuk perasaan.
"Kuburan? Kuburan siapa...?" Adit bertanya bingung.
"Aku sudah peringatkan! Lebih baik kalian tinggalkan tempat itu!" pria itu kemudian meninggalkan mereka, dan menghilang di balik sebuah bangunan sekolah di tepi jalan.
Adit dan Norsy merasakan bulu kuduknya merinding. Ada yang tak beres dengan kemunculan pria itu, pikir mereka!
"Aku takut ah, Dit! Sepertinya ada yang tidak beres dengan orang itu," Norsy bergegas tancap gas meninggalkan tempat itu. Bulu kuduknya merinding.
Tak lama mereka singgah di sebuah warung martabak di tepi jalan. Norsy turun dan memesan dua porsi besar martabak telor, kemudian membawanya ke dalam mobil.
"Banyak sekali? Untuk siapa?" tanya Adit.
"Satu porsi untuk kita makan di kafe, satu lagi untuk kamu bawa pulang," sahut Norsy.
Mereka kembali menyusuri jalan mencari kafe yang cocok untuk selera mereka. Satu kafe yang mereka datangi adalah kafe yang berada di jalan HM. Arsyad. Mereka sengaja memesan tempat paling pojok yang jauh dari pengunjung. Selain tempatnya agak temaram, si situ juga paling dekat dengan posisi pelayan. Adit merasa berjalan dengan Norsy harus ekstra waspada, jangan sampai ada orang lain mengenali mereka berdua.
Seorang pelayan datang mendekat, lalu menyorongkan daftar menu. Sesaat kemudian ada pelayan lain yang mendekat dan menyorongkan secarik kertas. "Maaf dik, ini ada titipan dari seseorang yang duduk di pojok paling depan," katanya.
"Ya...?" keduanya mengerutkan alis merasa heran. Adit menoleh ke arah yang ditunjukkan pelayan itu. Orang itu tidak begitu jelas terlihat karena duduk di tempat yang juga temaram. Tapi dari bentuk tubuhnya mirip-mirip dengan pria misterius yang mereka jumpai di jalan tadi.
Adit dengan perasaan curiga dan hati bertanya-tanya membuka lipatan kertas itu. Tertulis sebaris kalimat yang membuat bulu kuduknya merinding:
JANGAN KALIAN BONGKAR KUBURAN ITU, LEBIH BAIK KALIAN CEPAT-CEPAT TINGGALKAN TEMPAT ITU!
"Adit, ada apa?" Norsy heran melihat perubahan mimik wajah Adit yang mendadak saat membaca pesan di secarik kertas itu. Adit menoleh kembali ke arah pria misterius yang ditunjukkan pelayan itu, tapi orang itu sudah tidak lagi ada di sana.
Adit terus mencari-cari dengan penasaran, sementara Norsy mengambil secarik kertas yang ada di tangan Adit. Lalu ikut membacanya.
"Apa maksudnya ini? Kuburan siapa yang ia maksud?"
Adit menggeleng lemah. "Tidak tahu juga, tapi tampaknya orang yang memberikan pesan ini bukan hanya kebetulan atau salah sasaran. Sepertinya ia mengikuti kita sejak tadi, aku khawatir jangan-jangan ia orang suruhan Arul untuk memata-matai kita, sengaja ingin mempermainkan kita..." pemuda itu berkata khawatir. Otaknya mulai dipenuhi prasangka.
"Ah!" Norsy menatap Adit dengan pandangan tidak yakin."Aku merasa bukan itu. Ini mungkin ada kaitannya dengan kuburan yang ada di rumahku. Ada orang yang tidak senang kalau kuburan itu dibongkar..." Norsy mencoba menebak.
Keduanya terdiam beberapa saat. Sama-sama larut dalam pikirannya.
"Aneh juga. Setahuku kuburan itu tak ada yang mengetahuinya selain kita dan para tukang bangunan. Tak masuk di akal rasanya kalau ada yang tidak terima kalau kuburan itu dibongkar," Adit menelan ludah sesaat. "Bahkan mungkin satu-satunya orang yang keberatan kuburan itu dibongkar hanya aku." Adit bergumam sambil terus berpikir.
Tak berapa lama seorang pelayan mengantarkan makanan yang mereka pesan. Norsy meletakkan martabak yang mereka beli di atas meja.
"Sudahlah, Dit, nanti saja kita membahas masalah itu, tambah pusing rasanya kepalaku. Mending kita nikmati saja kebersamaan kita malam ini, oke...!" Norsy berusaha mencairkan ketegangan. Ia menunjukkan senyum termanis nya saat meletakkan sebagian martabak ke piring kentang goreng milik Adit.
Pemuda itu tersenyum. "Kebersamaan? Ya, ya, ya," Adit mengangguk-angguk geli. "Aku setuju! Kebersamaan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi!"
Dan Adit langsung menjerit saat Norsy mencubit lengannya dengan keras. "Auuuu...! Ampun!"
Sebagian pengunjung kafe menoleh kaget ke arah mereka, namun kemudian bersikap tidak peduli saat melihat keduanya hanya tertawa ha ha hi hi setelahnya. Sejenak keduanya melupakan kejadian aneh malam itu. Adit sendiri benar-benar terbuai oleh kelembutan dan ketulusan perhatian dari isteri simpanan bos nya itu. Ternyata Norsy tidaklah seegois yang ia duga. Dari curhat yang yang diutarakan perempuan itu kepada dirinya ternyata Norsy adalah seorang perempuan yang rela dinikahi oleh orang yang tidak dicintainya demi melunasi utang orang tuanya.
***
Pukul sepuluh malam Norsy mengantarkan kembali Adit ke tempat kostnya. Suasana kos-kosan sangat sepi. Tampaknya penghuni kamar di situ sudah pada tidur semua.
"Ma-kasih ya, Dit. Kamu sudah temani aku," Norsy tersenyum manis. Wanita itu mengangsurkan bungkusan martabak yang ia beli. "Kalau makan yang ini jangan bayangin sedang makan aku ya!" ledek Norsy.
"Memangnya kenapa kalau aku bayangin kamu?"
"Nanti martabaknya enggak bakal kamu makan, cuma kamu jilatin doang!"
Adit hampir tersedak.
"Daaah, mimpikan aku ya!" Norsy langsung melangkah ke dalam mobilnya. Adit hanya terpaku menatap kepergian wanita itu.
Setelah mobil Norsy berlalu Adit segera masuk dan menutup pintu.
Ia menghidupkan televisi yang ada di depan ranjang, lalu membuka bungkusan martabak yang dibelikan Norsy. Ia tersenyum kecut.
Hm, Norsy memang manis, tapi sayang wanita itu sudah ada yang punya, pikirnya.
Saat membuka lembaran kertas bungkus martabak itu gerakannya langsung terhenti.
Keningnya berkerut. Ia menatap lama tulisan kusam pada lembar kertas bungkus itu.
Seuntai tulisan yang tertera pada kertas itu membuat jantungnya berdetak tidak keruan. Serta membuat bulu kuduknya merinding.
Lembar kertas itu bertuliskan asal-asalan, tapi isinya cukup menyeramkan:
DITUJUKAN KEPADA YANG TERHORMAT: KAMU!
TOLONG, JANGAN BONGKAR KUBURAN ITU!
Adit melemparkan kertas bungkusan itu ke dinding dengan wajah ketakutan!