Alex perlahan membuka mata.
Pandangannya masih kabur. Ia berusaha memicingkan mata untuk lebih fokus. Ia membuka telinganya lebar-lebar. Terdengar suara mobil diatas kepalanya. Ia berusaha berdiri namun badannya terikat. Kemudian ia menebarkan pandangan. Didepannya ada meja dan terlihat sepucuk pistol diatasnya. Ruangan kosong seluas 5 x 5 itu sangat pengap. Terlihat beberapa kaca yang membuatnya mirip ruang integorasi.
Tiba-tiba pintu besi didepan Alex terbuka. Seorang pria hitam tinggi besar nampak masuk kedalam ruangan. Alex segera mengenali pria itu. Darahnya menggelegak hebat. Ingin rasanya membunuh pria itu. Pria yang menembak anaknya. Pembunuh Edward.
"Pembunuh!" teriak Alex keras sambil menatap pria itu penuh kemarahan. Seluruh otot tubuh Alex menegang. Berusaha melepaskan diri dari ikatan. Namun tali itu terlalu kuat.
"Owh..maaf?" sahut Cimenk tersenyum sinis sambil mengangkat bahu.
Cimenk kemudian mempersilahkan seorang wanita berpakaian merah tua itu untuk masuk kedalam ruangan. Setelah itu Cimenk keluar ruangan dan menutupnya. Ruangan pengap itu kembali sepi. Namun kali ini menyisakan wanita itu dan Alex yang matanya terbelalak lebar. Ia menatap sosok wanita itu dengan tatapan tidak percaya.
"Hai Mas Alex" sapa wanita itu lembut.
************************
Saat keluar dari ruangan tiba-tiba tangan Cimenk ditarik untuk masuk ke sebuah ruangan lain yang kosong didepannya. Pikiran nakal Cimenk sempat terlintas ketika yang menarik dirinya adalah seorang wanita muda.
"Kamu yang bunuh Edward Lauw?" tiba-tiba wanita itu bertanya kepadanya.
Cimenk tidak menjawab. Ia hanya mengangkat bahu sambil tersenyum dan memperhatikan sosok wanita muda dihadapannya itu. Cantik dan seksi.
"Jawab!" paksa wanita itu sambil sedikit mengguncang lengan Cimenk. Pria itu hanya tertawa. Gairahnya justru menggelegak. Lalu ia bersiul memperhatikan wanita itu dari atas sampai bawah.
Wanita itu terlihat muak. Wajahnya merah padam. Tiba-tiba pria besar itu berusaha memeluknya. Wanita itu pun sontak mundur. Matanya menatap penuh benci. Perlahan ia mundur sambil mengedipkan matanya ke sebuah kamera dipojok ruangan. Tak lama kemudian masuk dua orang yang menodongkan pistol ke arah Cimenk dan menyuruhnya untuk duduk.
Cimenk kaget. Namun ia sudah terbiasa dengan situasi seperti ini. Kunci pertamanya adalah tenang. Ketahui dulu motif mereka. Lalu negosiasi. Ia bukan dalam posisi bagus untuk melawan saat ini.
Cimenk pun duduk. Namun dengan santai ia mengeluarkan rokoknya. Kedua orang itu berdiri disampingnya sambil mengancungkan pistol. Cimenk berusaha tetap tenang. Lalu dilihatnya wanita itu kembali mendekat kearahnya. Ia mengulang pertanyaan yang sama.
"Kamu yang bunuh Edward Lauw?" tanya wanita itu.
"Kenapa emangnya?" jawab Cimenk santai.
"Siapa yang suruh kamu?" tanya wanita itu lagi dengan logat Cina yang kental.
Cimenk kembali hanya mengangkat bahu. Haram hukumnya memberitahu nama pemesan. Wanita itu lalu menggelengkan kepala dengan ekspresi wajah kelelahan. Kemudian wanita itu terlihat memberikan instruksi kepada kedua pengawalnya dalam bahasa Cina. Setelah itu ia kembali menyingkir ke pojok ruangan.
Perasaan Cimenk tidak enak.
Benar saja. Tiba-tiba kepala Cimenk ditempel pistol. Kemudian tangannya diborgol dari belakang. Cimenk kaget dan berdiri untuk melawan. Tapi kepalanya justru dipukul gagang pistol dengan keras. Ia pun terjatuh. Para pengawal memanfaatkan situasi itu untuk meringkus Cimenk dan memborgol kaki lalu menyumpal mulutnya. Setelah itu pahanya ditempel pistol yang sudah diberi kedap suara.
Sedetik kemudian Cimenk menjerit histeris.
Pahanya tertembus timah panas. Cimenk sontak shock. Nafasnya memburu keras. Matanya memerah bergerak liar. Ada apa ini? Semua kewajiban sudah dilaksanakan. Tiba-tiba wanita itu kembali menghampirinya. Menatap mata Cimenk dengan lekat. Lalu ia mengangkat muka dan mengangguk sekali lagi ke pengawalnya yang kembali menembak paha Cimenk. Kali ini disebelah kiri. Cimenk kembali menjerit histeris. Belum selesai sampai disitu tiba-tiba telapak tangan Cimenk diletakkan diatas meja. Moncong pistol yang sudah berdarah itu ditempel diatas telapaknya. Wanita itu kembali datang.
"Kamu yang bunuh Edward Lauw?" tanyanya pelan.
Cimenk langsung mengangguk.
"Siapa pemesan kamu?" lanjut wanita itu.
Cimenk benar-benar tidak tahu pemesan aslinya. Hanya Mr. Lee yang tahu. Ia pun menggeleng.
Jawaban yang salah.
Kembali letupan pistol itu terdengar. Cimenk pun menjerit karena telapaknya ditembak.
"Siapa???" bentak wanita itu.
Cimenk tetap menggeleng sambil mengejangkan badannya. Ia tidak tahu. Tapi ia nampak menggumamkan sesuatu. Salah satu pengawal wanita itu kemudian membuka sumpalan mulut Cimenk.
"Cuma Mr. Lee yang tahu..." ujar Cimenk terengah-engah. "Saya yang bunuh Edward. Tapi saya tidak tahu pemesannya" lanjutnya dengan kepala terkulai.
Wanita itu berpikir sejenak. Kemudian ia mengangguk kembali ke arah para pengawalnya. Lalu ia meninggalkan ruangan itu.
DORRR!!!
Pistol itu kembali meletup. Kepala Cimenk terkulai kebelakang. Tertembus peluru dari depan kebelakang. Darahnya muncrat membasahi tembok. Tubuh bongsornya ditendang lalu jatuh berdebam.
Bersiap dilemparkan pada anjing penjaga untuk makan malam mereka.