Chereads / Sang Pengacara "TRIAD" / Chapter 22 - "Engel"

Chapter 22 - "Engel"

Gott weiß ich will kein Engel sein. Gott weiß ich will kein Engel sein

Para suster yang ada disitu segera mengerumuninya. Mereka tidak mengerti apa yang diucapkan pasiennya. Namun mereka segera memanggil dokter.

Sementara itu istrinya berlari dan memeluk kencang suaminya. Ia menciumi wajah suaminya yang sangat pucat itu. Sang ibu diujung ruangan nampak menangis tersenggal-senggal. Menghampiri pelan sosok anak yang sangat dicintainya. Adam telah siuman.

"Papa..."

"Papa mana??" lirih Adam.

Tidak ada yang berani menjawab.

************************

Tidak sulit untuk mengetahui lokasi Sulaiman. Ponsel Vivian memancarkan sinyal yang terpantau oleh satelit UT21. Saat Vivian mengadukan bahwa ponselnya mati total maka otomatis administrator UT21 segera memeriksa ponselnya itu. Tentu saja mereka menemukan bahwa itu bukan ponsel yang terdaftar di UT21.

Akhirnya mereka pun segera mencari keberadaan ponsel itu. Apalagi setelah kejadian penyusupan di hotel Peninsula itu.

Bukan itu saja. Mereka bahkan bisa mengetahui aktivitas apa saja yang dilakukan Sulaiman terhadap ponsel milik Vivian itu. Apalagi ketika Sulaiman memindahkan beberapa data ke komputer miliknya. Satelit UT21 pun dapat melacak dokumen yang dikirimkan ke sebuah kantor hukum di Jakarta.

"Mr. Lee...."

"Yes Vivian" sahut Mr. Lee diujung sana.

"I need your help"

"Ok. I'm listening"

Vivian kemudian menjelaskan bahwa ponselnya dicuri oleh seorang detektif swasta. Ia berdomisili disebuah rumah pipa dikawasan Tsim Sha Tsui.

Kemudian Vivian memberikan instruksi lanjutan bahwa pengacara bernama Alex Prasasti juga harus dihilangkan nyawanya. Ia akan mendarat di Hongkong pukul 00.05 dengan nomor penerbangan CX 765.

Mr. Lee menyanggupi tanpa banyak tanya. Ia segera menghubungi Cimenk yang sudah mengenali wajah pengacara itu. Ia juga memberikan foto Sulaiman Chow.

Vivian sebenarnya tidak tega menghabisi nyawa Alex. Apalagi mengingat kebaikannya yang sudah mengenalkan Vivian kepada Edward. Tanpa Alex tentunya Vivian sudah pulang ke Kelapa Gading dan menjaga toko milik keluarga tirinya.

Tapi Alex sudah terlalu jauh mengetahui rahasia yang dijaga rapat olehnya. Begitu Alex menginformasikannya kepada Ang Bun maka otomatis akan ada penyelidikan yang akan membuat proses merger akan kembali tertunda.

Bukan saja tertunda.

Begitu Ang Bun tahu bahwa Angel adalah Heung Chu dan Jaden adalah Sin Fung maka dapat dipastikan akan terjadi general meeting di United Triads untuk mengetahui peranan mereka dalam kematian Edward.

Belum lagi dengan tuduhan treason. Pikir Vivian panik.

Semua akan kacau balau. Klan baru yang susah payah dibangun akan terancam bubar. Oleh karenanya Alex wajib dihilangkan. Batinnya lagi. Lalu Vivian memejamkan mata. Berdoa. Meminta maaf.

God knows I don't wanna be an angel.

************************

Indera pendengaran para penderita Asperger atau autis pada umumnya memang sangat sensitif. Tidak terkecuali Adam. Sejak kecil Adam selalu menutup kuping saat mendengar suara keras. Bahkan ia sering berlarian ditempat umum sambil menutup kuping. Hal ini tidak berkurang sampai sekarang.

Oleh karenanya tentu ia sangat terganggu oleh musik Rammstein, grup musik kesukaan ayahnya, yang terkenal keras dan kelam. Gelombang otaknya menjadi sangat aktif dan membuatnya gelisah. Namun justru musik itulah yang teringat ketika pertama kali ia sadar. Lirik lagu Rammstein itu sangat terpatri dan muncul seketika saat ia mengingat bapaknya.

Ibunya menangis ketika menceritakan bapaknya pergi menemui Ang Bun di Hong Kong untuk menyelidiki kematian Edward. Ibunya juga menjelaskan bahwa bapaknya saat ini menghilang dan sedang dicari Maleek bersama Ardjan cs. Adam terkejut mendengar penjelasan ibunya. Tentu ia ingin menyusul. Tapi bangun saja ia tidak bisa. Badannya lemah.

"In sha Allah semua akan baik-baik saja, yang" ucap Dhayfa lembut sambil membelai rambut Adam. Ia baru saja mengabari seluruh kerabatnya bahwa suaminya telah siuman.

Dhayfa sangat bersyukur. Akhirnya Adam kembali. Matanya menatap penuh kasih ke arah suaminya itu. Kedua anaknya nampak memegangi tangan ayahnya diujung sana. Mereka belum mengerti apa yang terjadi.

"Mama..." Adam menatap sedih kearah ibunya yang masih saja menangis.

"Papa pasti kembali, sayang" isak ibunya sambil mengelus lengan anaknya.

Tiba-tiba ponsel Adam menyala. Sesosok wanita yang nampak tersenyum sumringah nampak dilayar Adam menunggu direspon. Adam pun menekan tombol yes.

"Hai, Bi" tegur Adam sambil tersenyum lemah. Ia nampak mendengarkan Abi diujung telepon sana sambil mengurutkan keningnya. Tiba-tiba wajah Adam mengencang.

"Abi please jangan. Abi! ABI!!"

Abi ternyata sudah menutup sambungan teleponnya. Adam membantingkan kepalanya kebelakang. Kemudian ia terbatuk keras. Dhayfa segera menghampiri memberi minum. Ibunya nampak memanggil suster. Mereka tidak mengerti apa yang terjadi.

"Aku gapapa" ujar Adam masih terbatuk-batuk.

Tangannya kemudian mencoba menggapai sesuatu. Tapi ibunya melarang. Adam malah berusaha turun dari ranjangnya. Tidak ada yang bisa menahannya. Ternyata ia mengambil sebuah ponsel lain yang tergeletak dimeja. Ia menekan sebuah nomor.

"Clara" ujar Adam meminta operator kantornya untuk menyambungkan ke Clara.

Kemudian Adam menunggu. Beberapa kali menutup mulutnya yang masih terbatuk. Ia meraba perutnya yang terasa berdarah. Kemudian ia menghela nafas perlahan.

"Ya hallo Clara. Tolong laporan kasus Edward Lauw yang terakhir"

Diujung telepon sana Clara menjelaskan kepada Adam tentang penyelidikan seorang detektif swasta bernama Sulaiman Chow di Hong Kong. Informasi terakhir yang diperolehnya sudah diteruskan Clara kepada Alex.

Menurut Clara, informasi ini yang membuat Alex pergi ke Hong Kong untuk menemui Ang Bun. Dan sampai saat ini detektif itu pun tidak bisa dihubungi lagi. Menghilang seperti Alex.

"Tolong ke Surya" ujarnya memberi instruksi selanjutnya kepada Clara. Lalu ia menunggu.

"Hey Sur" sapanya ke Surya tidak lama kemudian.

"Listen Sur..." ujarnya buru-buru sambil menjelaskan beberapa hal. Surya nampak mendengarkan setiap detail. Walau hubungannya tidak pernah bagus namun Surya mengakui kemampuan analisa Adam.

Tidak lama Surya menutup telepon dari Adam dengan perasaan kacau. Kemudian ia meminta sekretaris kantor untuk memesankan tiket ke Hong Kong secepatnya.

"Robert How bukan pelakunya..." gumam Surya dengan pikiran melayang tidak karuan.

Tapi bukan itu masalah utamanya...