Memijit pelipis pelan bahkan Jaehyun menarik nafas panjang. Pikiran dan hatinya sedang bergumul. Apa maksud dari perkataan Mawar kemarin malam? Bahkan otak nya malah ngalur-ngidul memikirkan ke arah sana.
Tidak mungkin!
"Kenapa lo?" itu adalah suara dan pertanyaan yang di lontarkan oleh Muhammad Taeyong Al Barack. Lelaki tampan disinyalir sebagai teman baik Jaehyun itu mendaratkan bokongnya tepat di bangku kosong. Yang ditanya pun hanya mendesah nafas berat. Memilih menggeleng kepala—enggan menjawab.
"Mikirin judul sama tema untuk skripsi kali" timpal lelaki berwajah datar. Doyoung Mahendra. Yang sekarang posisi duduknya sedang menghadap gawai. Berceloteh bahasa kasar sebab bermain game online.
"Ayo Yong mabar!, mau ikut nggak lo Jae?"
"Duluan aja"
Memilih untuk menutup mata sejenak. Ketiganya sedang berada di pelantara lapangan kampus. Menikmati panas nya ibu kota sembari menghirup polusi udara.
"Dua temen lo yang biasanya kemana?" Di sela sela permainan, mulut Doyoung menyeruak. Bertanya tanpa menatap lawan bicara dilakukan.
"Nggak tahu. Belum ketemu hari ini" yang nada bicara Jaehyun sangat lirih. Tidak sengaja, mata pun bersirobok dengan pantulan kedua wanita disana. Berjalan mendekat dengan posisi tangan bertautan.
"Dicariin dari tadi juga!" seru Nata heboh. Sukses mengejutkan ketiga lelaki perjaka di sana. Bahkan Taeyong pun langsung terlonjak. "Cantik, kalau ngomong pelan-pelan dong"
Tidak mengindahkan. Nata malah terdiam. Ada apa dengan suasana ini? Mengapa ekspresi yang diberikan kedua teman se-dzoliman nya seperti ini? "Ada apa?" berbicara tanpa suara. Nata mengode Jaehyun yang terduduk bak patung disana.
"Kalian mau pulang? Ayo gue anter" memilih bangkit dan mengabaikan pertanyaan Nata. "Gue balik duluan ya, lanjut mabar di rumah aja"
"Hati-hati kalian"
Sepi. Suram. Atau canggung? Seperti itulah keadaan di mobil sekarang. Mawar yang memilih menutup mulut bahkan pandangan pun dilempar ke arah jendela. Sedang Jaehyun yang atensi nya hanya terfokus pada jalanan padat ibukota.
"Kita langsung pulang aja nih?"
Mencoba memecah keheningan. Apa daya Nata malah di kacang kan. Kedua nya menoleh pun tidak. "Kalian kenapa sih?"
"Nggak pa-pa Dinata"
Berseru kompak. Jaehyun dan Mawar sempat saling bertatap lewat kaca spion tengah. "Langsung pulang aja, gue kayaknya nggak enak badan" melengos dan menutup mata perlahan. Mood dan perasaan Mawar sedang kacau.
—
"Jadi intinya begitu"
"Berarti mulut lo yang salah War"
"Gue kelepasan Nat"
"Memang Jaehyun bodoh, mau gue kasih tahu sekalian?"
"JANGAN!"
Itu adalah sedikit percakapan antara dua gadis perawan di kediaman keluarga Disastro. Nata yang rencana nya malam ini akan menginap di rumah Mawar. Meminta izin pada Oma pun sudah dilakukan. Wanita paruh baya itu juga sedang ada urusan diluar kota.
Memilih bercakap dan bersantai ria. Mawar memberi tahu pokok masalah yang sedang di dera nya. Perihal mulut yang selalu bercocot tanpa spasi. Rahasia diri pun di umbar. Bibir sialan!
"Jadi gimana?"
Menaikan satu alis. "Gimana apa nya malih?"
Maka satu pukulan pelan hinggap di kening Mawar. Nata berseru gemas. "Hubungan kalian jadi canggung begini. Bahkan di mobil tadi gue merasa terkacang kan!"
Menggidikkan bahu acuh. Yang ditanya malah merentang kan tangan lebar di atas kasur. Mengundang Nata untuk ikut berbaring disana. "Biarin aja, pasti dia nggak bakal kepikiran tentang omongan gue semalem"
Dan nyatanya pria bernama Sehun kembali menjadi imbas. Saat Jaehyun—si bungsu dari keluarga Bangsawan berbicara dengan urat di dalamnya. Memarahi Sehun yang sedang bermain dengan Rendi di depan tivi.
"Kamu kenapa sih nak?" seru Irina lembut. Wanita cantik berumur setengah abad itu juga turut pusing melihat kelakuan Jaehyun seperti perempuan yang dalam mode bulanan. "Ada masalah?"
"Nggak ada"
"Terus kenapa? Cerita sini sama mami, duit jajan nya kurang ya?"
"Nggak kok"
"Masalah cinta" yang tanpa sadar Sehun malah menaburkan emosi di percikan api membara. Delikan tajam pun di dapat. Jaehyun menghela nafas pelan, memilih hengkang dan memasuki kamar. "Elsa mau tidur, ngantuk"
—
"Gimana hubungan kamu sekarang sama Dinata, Hun?"
"Baik-baik aja"
"Bukan itu maksud mami!"
Emosi yang selalu menyelimuti Irina jika berbicara pasal wanita bersama Sehun. Putra kedua nya ini benar benar tidak mengerti atau bagaimana sih?
Menikmati suasana senja di belakang rumah. Ditemani secangkir teh hangat di tangan masing-masing. Memulai obrolan berat antara ibu dan anak. Irina mencoba membujuk Sehun untuk memasuki jenjang yang lebih serius berwadah rumah tangga.
"Nata masih kuliah mi" mencoba memberi alasan logis lelaki itu lakukan.
"Terus masalahnya apa?"
Terdiam. Memang tidak ada masalah menikah saat kuliah. Bahkan Nata sudah mulai memasuki semester akhir tanpa dirasa. Menggarap tema serta judul skripsi pun memang sudah dilakukan sejak beberapa minggu terakhir.
Tapi niat itu di urungkan. Sehun tahu bahwa jalanan karir Dinata—kekasih nya masih sangat panjang. Bahkan Oma Nira pernah berpesan kepadanya. Untuk selalu menjaga cucu kesayangan keluarga Mahapraja.
"Nanti akan Sehun pikirkan"
Seperti itulah finalnya. Membuat sang ibu mau tidak mau harus menghela nafas berat. "Jangan terlalu lama, mami sudah tua" peringat Irina. Yang dibalas sang putra dengan deheman pelan.
Berbagai spekulasi kerap muncul di otak tampannya. Ini bukan hanya perihal mengajak Nata menikah di usia muda. Tetapi adiknya—Jaehyun juga masuk di dalamnya. Mengetahui bahwa si bungsu Bangsawan juga memiliki perasaan terhadap satu wanita yang sama.
Permasalahan keluarga memang sebegitu peliknya.
Memilih langkah mundur—bermaksud memberi jalan untuk adik kesayangan atau maju bagai langkah tak gentar untuk melupakan masa lalu yang menyakitkan? Perasaan serta ego saling bertarung dalam benak Sehun. Membuat kepala lelaki itu sering berdenyut nyeri.
"Sehun harus gimana mi?"
Mengernyit bingung. Irina menatap putra kedua nya dengan tatapan bertanya. "Gimana apanya nak?"
"Perihal Sehun, Dinata, dan Elsa"