Nata terpaku. Seperti orang yang tertangkap basah karna mengambil suatu barang yang bukan hak miliknya, gadis itu menelan saliva dengan kasar. Berusaha bersikap santai dan memutar badan.
"Abang? Sudah bangun?"
Sehun yang melempar tatapan bertanya kepada kekasihnya saat ini. Membuat Nata jadi salah tingkah, gadis itu secara langsung meletakkan punggung tangan tepat di kening Sehun. Peralihan dari rasa gugup dengan mengecek suhu tubuh.
"Sudah mendingan. Kepalanya pusing?"
Mendudukan diri tepat di kursi panjang depan tivi. Ruangan kamar milik Sehun besar sekali. Persis seperti lapangan bola. Nata yang kini memandang Sehun dengan lekat.
"Sedikit, paling sebentar lagi obatnya bekerja"
Hening. Suasana kamar yang saat ini sedang sunyi. Hanya terdengar bunyi putaran kipas yang dihasilkan dari air conditioner yang berada di balkon luar. Nata mengerjap pelan ketika paha nya terasa berat.
Yang ternyata ada kepala Sehun di atas sana. Lelaki itu sedang menyamankan posisi untuk berbaring.
"Saya pinjam paha kamu untuk jadi bantal sebentar"
Seperti itu saja, membuat Nata mengangguk kaku sebab canggung. Mengumpulkan keberanian, gadis itu mengangkat jari jemari tangan bermaksud ingin bersemayam di rambut lebat bin hitam milik Sehun.
Halus. Adalah kata pertama yang muncul di otak cantik Nata. Kekasihnya pakai shampoo merek apa sih? Yang dapat di lihat perbedaan nya, sangat kontras sekali. Rabut milik Nata sangat panjang tetapi kusam dan kusut di beberapa bagian.
"Dia mantan kekasih saya yang waktu itu kamu lihat di kuburan"
Berjengit terkejut, Nata membulatkan bola mata nya. Refleks pergerakan tangan saat mengelus rambut pun berhenti. Sehun yang berbicara dengan mata tertutup.
"Jangan berhenti"
"Hah"
"Tangan kamu"
Melanjutkan aktivitasnya kembali. Nata masih mencerna perkataan yang di lontarkan oleh sang kekasih. Ketika bibir Sehun kembali berbicara. "Namanya Yuna, dia meninggal karna sebuah tragedi kecelakaan tujuh tahun silam. Sama seperti yang orang tua kamu alami"
Makin terkejut saja Nata ketika Sehun melanjutkan pembicaraan. Pikiran yang kembali mereka ulang kejadian saat itu.
Hanya bunyi suara klakson mobil yang terus berbunyi tanpa henti, sirine ambulan, dan sorot cahaya lampu yang dapat Nata rasakan. Tangan kanan yang bebas tugas berusaha meraba bagian kursi depan.
"Ayah..."
Nata melihat ke arah luar jendela. Saat ini keadaan mobilnya sedang terbalik, ada sebuah bis besar di sana. Membuat Nata menggeliat ngeri sebab takut. "Ibu? Ayah? Bangun..."
Masih tidak ada sahutan, saat itu Nata menangis dan meringis sebab merasakan sakit di pergelangan tangan. Berdoa serta meminta tolong pun dilakukan. Merasakan bahwa hidupnya sudah berada di ujung tanduk. Nata terus memanggil ayah dan ibu.
Nata menutup mata kuat sebab merasakan aliran darah turun dari wajahnya. Berpikir ini adalah mimpi buruk semata. Tetapi nyatanya tetap sama saja. Memekik kuat memanggil sang ayah yang tidak kunjung menjawab.
Hujan yang menambah kesan dramatis di malam waktu itu, Nata menikmati nya. Sempat mereka ulang kejadian sebelum kecelakaan melanda. Ayah dan ibu serta dirinya yang terlampau bahagia.
Nata meraba kepala sang ayah di depan sana, manik yang menatap sang ibu sedang tertidur pulas. Ia mencoba menutup mata sama seperti yang kedua orang tuanya lakukan. Namun seperkian detik kemudian suara teriakan menggema di telinga Nata.
Yang saat itu kesadarannya hanya tinggal sedikit alias menipis. Nata sempat bergumam beberapa kata "Selamatkan ayah ibu ku"
Sehun merasakan kedua bahu Nata bergetar kuat. Sepertinya ia salah telah menceritakan kejadian buruk yang pernah menimpa kekasihnya tujuh tahun silam. Lelaki itu beranjak bangkit dan memeluk Nata disana.
Kesedihan serta perasaan bersalah yang kembali menyeruak masuk kedalam. Lagi lagi menghasilkan rasa sakit di dada. Nata berusaha menenangkan diri nya sendiri. Ingatan buruk tentang kejadian tujuh tahun silam sangat—amat membekas di pikiran.
Elusan serta tepukan tangan besar Sehun di punggung pun dapat dirasakan Nata. Berusaha menetralkan nafas. Tenang kejadian itu sudah berlalu dan bukan kamu penyebab dari kecelakaan itu, begitulah batin Nata berkata.
Irina yang mendengar suara isak tangis dari luar hanya mendesah nafas pelan. Tangisan Nata terdengar pilu—sama seperti putranya—Sehun dulu. Kematian Yuna begitu menyakitkan hingga membuat Sehun hampir mati kutu.
Wanita paruh baya yang hampir memasuki umur di pertengahan abad tersebut kembali memutar arah. Nata dan Sehun sedang membutuhkan waktunya sendiri.
—
Nata menggeliatkan tubuhnya pelan. Merasakan hawa panas yang menerpa sang wajah. Matahari pagi telah datang, cahaya yang masuk menembus gorden membuat ia sedikit terkejut. Meraba kasur di bagian kanan kiri, mengapa ini terasa empuk sekali?
Nata membuka matanya lebar. Alamat, ia tertidur di rumah kediaman keluarga Bangsawan! Mereka ulang kejadian semalam, dirinya yang menangis di pelukan Sehun. Setelah itu... apa lagi?
Nata bergegas merapikan singgasana milik Sehun disana. Sebab melihat jam yang tertera di gawai, ini sudah hampir pukul Sembilan. Takut takut Jaehyun akan pulang sebelum ia hengkang. Nata menelisik seluruh sudut ruangan. Tidak mendapatkan eksistensi seorang Sehun disana.
Bertepatan dengan dibukanya pintu kamar, kedua nya mematung. "Bang, gue mau pinjam char—Nata?!"
Pergerakan tangan Nata yang sedang merapihkan rambut kusutnya terhenti. Langkah Jaehyun pun seperti itu. Sahabatnya yang kini mematung di ambang pintu. Berusaha mencerna kejadian barusan.
"Lo ngapain di kamar abang gue?"
Nata merasakan persahabatannya dengan Jaehyun akan hancur di masa yang akan datang. Lelaki itu yang berjalan kian mendekat—melihat wajah Nata dengan lekat. "Lo habis nangis?"
Nata menggeleng kaku. Sempat menangkap—mendenggar suara Irina di luar sana. Seperti sedang bercakap di telephone sepertinya.
"Iya bu, Dinata tidur disini semalam. Maaf, Sehun lupa ngabarin ya?"
"..."
"Ini saya lagi mau lihat Dinata di kamar Sehun, sepertinya sudah bangun sebab pintunya terbuka—Elsa?"
Irina yang terpaku menatap keberadaan si bungsu di hadapan wajah Nata. Wanita itu menelan saliva dengan pelan, Jaehyun yang kini raut wajahnya seperti tidak ingin bersahabat.
"Kalau begitu sudah dulu ya bu, nanti jika ada waktu senggang kita sempatkan untuk bertemu"
"..."
"Waalaikumsalam"
"Elsa barusan pulang Nak?" bersikap seperti biasanya, Irina melenggang bebas masuk ke dalam. Hadir ditengah tengah kedua nya.
Jaehyun yang kini menatap lekat Nata. Tanda meminta penjelasan, lelaki itu sempat merasakan gusar. Belum selesai keadaan canggung yang dirasakan mencair, kini Sehun hadir. Menambah presepsi yang sedari tadi terpikirkan oleh Jaehyun di pikirannya sendiri.
"Nata sudah bang—kapan kamu sampai?" Sehun memandang Jaehyun dengan mata terbelalak.
"Aku tunggu penjelasannya di bawah"
Si bungsu Bangsawan yang melenggang pergi dengan sejuta amarah. Kilatan mata penuh kekecewaan di lemparkan kepada Nata. Membuat gadis itu hanya mendesah nafas pelan. Mengapa semua kejadian bertambah rumit seperti ini sih?
Sedang Sehun memandang sang ibu dengan sendu. Seakan meminta pertolongan untuk kedepannya. Masalah perihal dua saudara yang menyukai satu wanita.