Chereads / Serigala tampanku / Chapter 13 - 13. Kisah Rory manusia Serigala

Chapter 13 - 13. Kisah Rory manusia Serigala

"Sepertinya Putriku salah paham melihat kita mengobrol berdua.. dia pasti menyangka yang tidak-tidak .. aku yakin Arsy mempunyai perasaan terhadap kamu.. lihat saja sikapnya ketika melihat kita berdua mengobrol .. Dia terlihat marah dan cemburu "kata Rossa sambil berlalu menuju kamar Arsy.

Rossa pun masuk ke kamar Putri nya..

"Boleh ibu masuk ...

"Boleh Bu masuklah ...

"Kamu jangan salah paham melihat kedekatan ibu dengan paman Jack ..

"Ibu.. tahukah Ibu bahwa selama ini Paman Jack memendam perasaan terhadap ibu ?

"Sebenarnya Ibu tahu .. tetapi ibu mengabaikannya.. karena Ibu tidak mempunyai perasaan apa-apa terhadap paman Jack..

"Apakah Paman mengetahui kalau Ibu sudah tahu tentang perasaan Paman terhadap ibu?

"Ibu rasa tidak ..

"Aku kemarin sewaktu merawat Paman melihat foto ibu di lacinya.. dan Ungkapan perasaan cinta Paman terhadap ibu...

"Ibu tidak pernah membalas sedikitpun perasaan Paman Jack .. dan Ibu tidak akan pernah membalasnya .. karena ibu sangat mencintai ayahmu .. dan Paman Jack juga pasti mengetahui tentang hal itu ..

"Tidak ada yang bisa merubah perasaan ibu terhadap Ayah mu.. perasaan cinta ibu sangat besar..

"Tapi kasihan Paman Jack cintanya bertepuk sebelah tangan...

"Ibu yakin kamu mempunyai perasaan terhadap pamanmu itu... dan hanya kamulah yang bisa menggantikan posisi ibu di hatinya..

"Tapi apakah Paman Jack bisa membalas perasaanku bu... sedangkan di hati Paman hanya ada Ibu ...

"Ibu yakin Seiring berjalannya waktu paman Jack akan bisa merubah hatinya... Percayalah..

"Tapi aku tidak yakin Bu .. Biarkan saja hubungan kita mengalir seperti air. Aku juga akan menerudkan kuliahku di Singapura.. Aku ingin memulai hidup baru dan melupakan perasaan ku kepada paman.

*********

#Kisah Rory

Rumah Rory di datangi beberapa orang tak di kenal, rupanya musuh ayahnya datang untuk mencari sesuatu, ibu Rory berpesan kepada anaknya untuk bersembunyi. dan tidak boleh keluar dari persembunyiannya.

"Ada apa, Mom?" ucap anak Rory kepada wanita yang tidak lain adalah ibunya.

"Cepat sembunyi!" perintah ibu Rory kepadanya. ibu Rory mendorongnya masuk ke dalam lemari kecil di bawah telivisi besar di dalam kamarnya.

Tubuh anak itu cukup kecil dan pas untuk masuk ke dalam lemari itu karena memang anak laki-laki itu memiliki badan yang cukup lentur sehingga ia bisa melipat tubuhnya membentuk gumpalan bola.

Lalu ibu Rory merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah benda kecil di dalamnya, kemudian menyerahkan ke tangan putranya. "Simpan ini baik-baik. Jangan berikan kepada siapapun! kamu mengerti ?"kata ibu Rory.

Rory mengangguk pelan. Tampak wajah kebingungan karena Rory tidak mengeri dengan apa yang terjadi , Ia menatap ibunya dengan tatapan penuh arti. Ibunya Rory hanya tersenyum sekilas melihat putranya itu. Itu adalah senyuman terakhir kepada putranya. Ia pun segera menutup lemari itu dan sempat berpesan kepadanya, "Rory, ingat jangan bersuara apapun yang terjadi!"

Rory itu hanya bisa menelan salivanya pelan tanpa tahu apa yang sedang terjadi sebenarnya. Ia tidak dapat melihat apapun dalam lemari yang gelap itu. Detik selanjutnya ia hanya bisa mendengarkan teriakan suara ibunya yang bertengkar dengan beberapa pria dewasa. Pertengkaran itu semakin sengit karena nada suara pria itu yang semakin meninggi.

"Serahkan benda itu!" teriak salah satu pria berbadan besar.

"Sudah kukatakan aku tidak memilikinya!" balas ibu Rory.

"Kau jangan berbohong, Nyonya Wijaya. Suamimu sudah mengatakan semuanya, chip itu ada padamu," ucap rekan pria yang lain, berpostur tubuh kurus tinggi. Senyum seringai jahat terlihat jelas di wajahnya. Ia berbohong dan berusaha memancing wanita itu untuk mengungkapkan kebenarannya.

"Kalau kamu tidak mau menurut, maka aku akan mengirimmu untuk menyusul suami tersayangmu," ucap pria bertubuh jangkung itu mengacungkan benda pipih yang terbuat dari baja di tangannya pada kepala ibu Rory..

"Se.. sebenarnya siapa yang memerintahkan kalian?" Wanita itu memberanikan dirinya untuk bertanya kepada kedua pria itu.

Pria bertubuh jangkung itu menyunggingkan senyuman jahatnya dan berucap, "Tanyakan itu kepada malaikat pencabut nyawamu, Nyonya Wijaya"

"Tidak!" teriak Rory.. terbangun dalam tidurnya. Ia baru saja memimpikan kembali kenangan buruknya ketika dirinya berusia dua belas tahun. Selama lima belas tahun ini, bunga tidur itu terus setia menemani hampir setiap malamnya.

"Kenapa, sayang?" tanya seorang wanita cantik yang tidur di sampingnya.

Wanita muda itu ikut terbangun dan menggosok matanya perlahan. Kedua manik matanya menatap pria yang sedang mengembuskan napasnya dengan tersengal-sengal karena habis bermimpi buruk. Terlihat bulir keringat yang membasahi kening pria itu.

Wanita muda itu mengelus dada pria tersebut, berusaha mencoba menarik perhatiannya. Memang pria itu tidur tanpa memakai sehelai benang pun, begitu juga dengan wanita itu. Tampak otot-otot seksi pria itu yang membungkus dada, perut serta lengannya yang kokoh. Bentuk tubuh atletis pria itu sangat menggoda mata wanita itu.

Wajah Rory terlihat datar, bahkan sangat dingin. Ia menarik pergelangan tangan wanita itu dan mendorong tubuhnya. Tanpa ampun, ia mencium wanita itu dengan kasar dan melanjutkan aksi panas mereka semalam sekali lagi.

Sudah seperti makanannya sehari-hari, pria itu melakukan hal itu untuk mengalihkan perhatiannya atas mimpi yang terus menghantuinya setiap malam. Padahal ia sama sekali tidak berminat dengan wanita yang sedang dicumbunya. Desahan dan erangan wanita itu sama sekali tidak dihiraukannya. Ia hanya melakukan pemanasan, membuat wanita itu mengerang memintanya untuk melakukan lebih jauh lagi.

"Rory, I want you," desah wanita itu.

Pria yang dipanggil Rory itu merasa jengah dan melepaskan ciumannya pada tubuh wanita itu, kemudian beranjak dari tempat tidurnya.

"Kenapa kau tidak meneruskannya?" tanya wanita itu dengan manja.

Wajah wanita muda itu sudah memerah menahan gelora yang melonjak, tetapi tidak terpenuhi oleh pria tampan nan seksi itu.

"Pergilah!" perintah Rory dengan wajah dinginnya. Ia berucap tanpa memandang wanita itu. Bathrobe yang berada di lantai kamarnya pun disambarnya, lalu ia melenggang masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan wanita itu yang berdecak kesal karena hasratnya tidak terpenuhi.

Guyuran air dingin membasahi kepala Rory membuatnya sedikit nyaman. Bayangan kejadian lima belas tahun yang lalu kembali menghantuinya. Ia mengepalkan tangannya dan meninju dinding kamar mandi berulang kali hingga buku-buku tangannya menjadi memutih bahkan mengeluarkan cairan berwarna merah pekat.

Manik mata berwarna kuning keemasan seperti serigala itu menatap tajam lurus ke depan. Pikirannya sedang bergerilya merencanakan sesuatu dan bibirnya pun mengukirkan senyuman seringai licik. Ia pun segera membasuh tubuhnya.

Sepuluh menit kemudian, Rory keluar dari kamar mandi. Masih dengan tangan yang mengusap kepalanya dengan handuk kecil, ia memandangi wanita yang telah diusirnya tadi masih berada di atas ranjangnya. Wanita itu tidak mengindahkan ucapannya tadi.

Pria itu menatapnya dengan dingin dan memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai. Ia melihat kemejanya yang terdapat bercak noda lipstik di kerahnya. Tanpa berpikir lagi, kemeja itu dibuangnya ke tempat sampah. Tangannya pun meraih ponselnya di atas nakas dan menghubungi asistennya. "Bawakan aku pakaian ganti sekarang!" perintahnya.