Chereads / DaraDira / Chapter 7 - Mengintai

Chapter 7 - Mengintai

Pulang sekolah Dara memutuskan mampir ke salah satu toko buku untuk membeli novel terbaru penulis kesukaannya, Cewek ini memilih pergi sendiri tanpa ditemenin teman. Karena dia sudah terbiasa untuk mandiri sejak kecil.

Selesai membayar novel, tiba-tiba saja cewek ini melihat sosok cowok yang sangat dikenal sedang berjalan bersama seorang wanita dewasa berparas cantik dan berpenampilan fashionable.

Keduanya terlihat sedang berbicara asik dan akrab.

"Katanya ada keperluan keluarga, dasar tukang bohong." Gerutu Dara.

Dara tanpa sadar diam-diam mengikuti jejak langkah Dira dan perempuan cantik yang sedang bersama cowok itu, sesekali menggerutu mengomentari keintiman keduanya.

Dara membetulkan rambut wanita itu, tersenyum.

Tingkah Dira selayaknya seorang pacar saja.

"Jangan-jangan itu pacarnya, ih.. Berarti gue cuma selingkuhan dong. Pantes aja dia minta hubungan kita dirahasiain."

Dara jadi jengkel sendiri...

Dari penampilannya sepertinya wanita itu berkumur 25 tahunan.

Kok bisa ya Dira jadiann sama wanita dewasa?

Dara masih memantau Dara dan wanita cantik itu didepan.

Keduanya terlihat begitu akrab..

Dan perjalanan mereka terhenti di "Butik " keduanya memakai gaun dan tuksedo warna senada.

Sekarang Dira mencium kening si wanita cantik itu.

Keduannya terlihat senang.

"Gue nih kenapa si? Ngapain juga ngikutin mereka?" Menyadari kebodohannya Dara jadi bt sendiri.

"Mending gue balik, makan dan tidur."

Cewek ini memutuskan berhenti mengikuti dan pulang.

Tapi baru beberapa langkah ponselnya berbunyi.

Ternyata berasal dari Dira, untuk beberapa saat cewek ini merasa bingung apa harus mengangkat atau mengabaikan? Jujur dia bingung kenapa bisa cowok itu meneleponnya tepat disaat dia akan pulang? jangan-jangan Dira mempunyai bakat menjadi cenayang?

Dara memutuskan untuk mengabaikan panggilan masuk dari pacarnya tersebut, dan segera pulang karena dia tidak mau ketahuan oleh Dira bahwa sejak tadi dia mengikuti cowok itu.

Sesampainya di rumah cewek ini langsung melempar tasnya diatas sofa dan menuju meja makan untuk mengisi perut yang sedari tadi sudah demo minta jatah.

"Tumben kamu pulang agak sorean?dari mana aja, sayang?"

Tanya Liliana nyokapnya yang terlihat sedikit khawatir, karena tidak biasanya putri cantiknya pulang tidak tepat waktu.

"Tadi aku mampir dulu ke mall buat beli novel terus keliling mall buat cuci mata, lumayan ma banyak cowok ganteng di sana hehehe."

Mendengar ucapan putrinya tercinta Ini Liliana hanya bisa menggelengkan kepala karena bagaimanapun anaknya sudah menjadi gadis remaja, wajar jika dia memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis.

" Kamu itu ya kirain mama ke mana, ternyata sibuk cuci mata ngeliatin cowok-cowok ganteng, kamu tuh kayak papa kamu ih."

Mendengar ucapan mamanya gadis ini terkejut bukan main, masa iya papanya suka sesama?

Demi apapun Dara nggak Terima kalo itu fakta.

" Apa? Papa ngeliatin cowok-cowok ganteng?ih mama jangan bikin aku ngeri."

Menyadari kesalahan dalam berucap perempuan yang masih terlihat cantik diusia tak lagi muda ini segera meralat kata-katanya agar putrinya tidak salah paham.

" Bukan begitu maksud mama kayak papa kamu aja cuma bedanya papa kamu itu ngelihatin cewek-cewek sayang. Emang bener kata pepatah buah nggak akan jatuh jauh dari pohonnya. "

Mendapatkan penjelasan dari ibunya membuat Dara merasa lega, sempat merasa takut plus kaget kalo-kalo papanya ini merupakan anggota dari grup "Pemain Anggar."

Ini langsung menyantap makanannya dan mengabaikan ibunya yang terlihat masih kesal.

Tak lama kemudian datanglah seorang pria ganteng, siapa lagi kalo bukan papanya, Hakim.

Hakim mencium bibir istrinya tanpa malu didepan anak mereka.

Hakim mengedong anak bungsu mereka, Virgo padahal bintang si bungsu Leo.

Virgo baru berumur 4 tahun.

"Ada apa si? Ramai banget." Tanya pria berprofesi sebagai dosen di salah satu universitas ternama.

"Ini lho.. Anak kamu ini pulang tumben sore kayak gini. Kan aku khawatir."

Liliana menjelaskan pada sang suami, tapi Hakim malah terlihat santai menanggapinya.

" Nggak apa-apa, ma. Sesekali pulang sore namanya juga anak muda."

Hakim memang lebih membebaskan anak mereka dibandingkan Liliana, karena menurutnya mengatur ketat anak remaja bukan hal baik.

Selama Dara tidak berbuat sesuatu melanggar normal negara dan agama maka Hakim tidak akan marah-marah atau menetangnya.

Dara paling suka pola pikir papanya...

"Nah itu baru keren, lagian aku kan juga mau menikmati masa remaja aku yang hanya sekali seumur hidup ini ma. Kayak mama nggak pernah muda aja deh."

"Bapak sama anak sama aja, sama-sama susah diatur." Gerutu Liliana mengambil si bungsu dari gedongan Hakim untuk dimandikan.

Keduaya malah tos dan tersenyum saat mendapatkan perkataan itu dari Liliana.

Liliana pergi,  tinggal Dara dan Hakim.

"Pa, cowok yang serius sama cewek itu gimana si? Maksud aku tanda-tandanya."

Meskipun pertanyaannya serius tapi Dara bersikap santai, agar Hakim tak curiga bahwa itu adalah curahan hatinya.

Hakim meminum jus mangga punyanya sebelum menjawab.

"Kalo itu si menurut papa bukan kamu lihat tapi rasakan, karena rasa lebih kuat daripada visual. Saat orang benci kamu meski dia gak bilang atau menunjukkan gelagat tapi kamu bisa rasain kan begitu juga cinta."

Apa yang diucapkan papanya benar.

"Tapi kan papa pasti tahu ciri-cirinya." Dara tak mau menyerah.

"Ciri-cirinya banyak, kamu cari aja di internet. Gampang kan."

Hakim dengan sikap santai masih mengutarakan pendapat yang menurut Dara sungguh menyebalkan.

Dara butuh petunjuk bukan saran macam itu.

"Papa, nyebelin banget si." Dara menghabisi makannya dan menengak jus mangganya hingga tak tersisa dan pergi dengan muka cemberut.

Melihat reaksi putrinya Hakim bingung sendiri untuk beberapa saat dan melanjutkan makan.

***

Dara sedang asik bermain game online saat Dira menelpon,merasa moodnya sedang tak baik di mengabaikan panggilan masuk itu.

Ternyata Dira malah terus-menerus menelepon, membuat cewek ini merasa jengkel.

Akhirnya menjawab. 

*Ada apa, si?* kata cewek ini jutek.

*Lagi apa? Kok lo seharian ini nggak angkat telpon dan bales chat gue?*

*Malessss.*

*Oh... Malessss, tapi kok lo nggak males ngikutin gue tadi?*

Door...

Ucapan Dira berhasil membuat Dara mati kutu.

Kok Dira bisa tahu?

Jelas-jelas Dara ngikutin dari belakang dan dari jarak cukup jauh.

*Lo ngomong apa si?jangan ngaco ya.* Dara langsung berpura-pura tak mengerti, menangkal ucapan cowok itu.

*Nanti malam gue ke rumah.*

Teleponpun terputus..

Dara merasa dongkol karena Dira seenaknya saja melakukan sesuatu tanpa berdiskusi dulu.

"Dasar cowok nyebelin! "

*****

Hakim terlihat seru mengobrol dengan Dira, kedua berbicara semua hal mulai politik hingga ekonomi.

Hakim memang menyukai dan merestui hubungan Dira dengan anaknya.

Semua persyaratan menjadi pacar putrinya telah di penuhi oleh Dira.

"Negara ini nggak kekurangan orang-orang pinter, Cuma kekurangan orang-orang jujur dan bertanggung jawab. Om"

"Benar apa kata kamu, Negara ini cuma butuh orang-orang jujur dan bertanggung jawab. Tapi zaman sekarang susah buat dapat orang-orang kayak gitu."

Dira menggelengkan kepala. "Masalahnya orang-orang jujur dan bertanggung jawab kalah power sama mereka yang berkuasa. Saya yakin masih banyak anggota perwakilan rakyat mengerjakan tugas mereka dengan baik dan benar."

Mendengar jawaban Dira, pria itu makin merasa kagum.

Masih mudah tapi pemikiranya sudah hebat.

"Kamu benar,Dir."

Dara muncul dengan muka cemberut..

"Pa, udah diskusinya?"

Hakim tertawa, beranjak dari sofa.

"Belum, nanti kapan-kapan dilanjutkan."

"Aku boleh ngajak keluar Dara, Om?"

Jam menujukan pukul 7 malam.

"Boleh, tapi jam 10 udah harus balik ya."

Cowok ini mengangguk. "Ya, Om."

Liliana muncul dari dalam kamar.

"Eh.. Ada Dira. sejak kapan kamu disini? "

Dira menciun punggung tangan Liliana.

"Baru aja datang, Tan."

Liliana tersenyum. "Oh begitu."

"Tan, aku minta izin ngajak makan Dara diluar"

"Oh, iya. Tapi pulangnya paling telat jam 10 ya."

"Siap, oh iya aku bawain pie susu dan brownis."

Liliana terlihat senang."Makasih ya, Pacar anak tante baik banget si."

Dara muak dengan gaya Dira yang sok jadi "Good Boy." di depan kedua orangtuanya.

"Yaudah, kami pamit ya.. Om.. Tan."

Hakim dan Lilian menganggukkan kepala.

"Hati-hati di jalan." Kata Liliana.

"Jangan ngebut-ngebut bawa motornya." Hakim menimpali.

Dira dengan sikap sopan mengiyakan dan berpamitan.

Mereka pun pergi.

Tbc