Chereads / The Curse of Warlord / Chapter 5 - Pertandingan Sepasang Singa

Chapter 5 - Pertandingan Sepasang Singa

"Lihat sepasang singa itu" jimmie berjalan mengiringi Rald yang masih asik menatap kertas ditangannya

"Singa?" Rald menatap jimmie binggung, dimana ada singa? Menurut pengalaman Rald, diparkampungan mereka tak pernah ada Singa, paling harimau ataupun babi hutan, apalagi ini sepasang? Wow.

"Ahhh... pasangan singa yang garang?" Tambah Rald saat melihat Jose dan Jeon kini sedang beradu kekuatan di lapangan.

"Tck.. tck.. jadi mereka baru saja melakukan..." jimmie menjilat sudut bibirnya dengan kerlingan mata.

Seketika tawa Rald pecah, menyetujui ucapan jimmie dan bertepuk tangan semangat.

Disana, dilapangan hijau yang masih terasa dingin, Rose dan Jeon saling tatap, suasanya masih sangat dingin, namun keduanya bahkan kini hanya mengenakan pakaian tipisnya dengan wajah mengantuk. Wajah Jeon lah yang terlihat masih mengantuk, sedangkan Rose kini sudah diliputi semangat.

"Bisa kita lakukan tandingnya nanti siang saja Rose? Aku masih mengantuk." Jeon berkali-kali menguap tanpa malu-malu.

Seketika Rose mengambil ancang-ancang saat lelaki itu masih lenggah, kakinya memasang kuda-kuda, kedua tangannya terkepal rapat.

"Sekarang atau kau mengaku kalah?"

Jeon menyeringai, memang Rose adalah petarung, jiwa kemenangannya sangatlah tinggi, rasanya dia sangat cocok untuk menjadi—

Belum sempat Jeon meneruskan aksi berimajinasinya, Rose sudah melayangkan pukulan pada perutnya. Memang sakit, namun tak cukup untuk membuat Jeon mengaduh kesakitan, karena otot perutnya bahkan selalu siap sedia dalam keadaan apapun, bahkan semalam pun, otot itu mengencang dengan sempurna.

Satu lagi layangan pukulan dari Rose terlempar, namun dengan sigap Jeon menangkisnya, mana mungkin ia lalai dua kali? Jeon tak banyak memberi serangan, hanya bersikap untuk bertahan dan menangkis serangan, serangan tangan, kaki, bahkan lompatan dari Rose dapat Jeon hindari. Namun wanita dihadapannya itu tak gentar, dan terus melayangkan serangan bertubi.

Seperti sekarang, satu tangan Jeon terkunci dibelakang badannya—entah bagaimana Rose melakukannya— Jeon hanya terlalu asik menyeringai menatap wajah cantik Rose yang di penuhi keringat, membuatnya ingat dengan kejadian selalam, sampai ia tak sadar jika Rose mengecohnya.

"Akhhhh!" geram Jeon saat cengkeraman tangan Rose menekan semakin erat tangan dibelakang punggungnya.

"Kau tak fokus." lirih Rose lalu mencekik leher Jeon dengan lengannya yang lain.

Kekuatan Rose memanglah besar, walau badannya amat ramping, namun saat ia menggunakan kekuatannya rasanya lelakipun akan kualahan. Intinya Rose bergerak menggunakan teknik, bukan hanya kekuatan tubuh saja.

Namun Jeon tak putus ide, dibungkukkan badannya hingga kini Rose terangkat keatas punggung Jeon. Diangkat badan Rose dan dibantingkan ketanah dengan mudahnya. Kelemahan dari badan ramping adalah mudah diangkat, itu pula kelemahan Rose.

"Shit!!"

"Ohh! Maaf Rose, aku lupa kau wanita!" panik Jeon panik, saat melihat Rose terkapar dengan wajah meringis.

Bughhh!

"Awwwww!" Jeon memegangi hidungnya yang mendapat tonjokan dari Jose.

Sial! Lagi-lagi ia lengah.

"Aku benci saat kau membedakan gender dalam bertarung!" geram Rose.

"Tunggu, tunggu!" Jeon menahan pergerakan Rose dan menjauhkan tangannya, darah segar menempel di punggung tangannga, pukulan dari Rose lumayan juga.

Diusapkan darahnya kepipinya, membentuk kumis kucing yang lucu,"Ayo lanjutkan, tak ada perbedaan gender disini"

Kini tatapan Jeon menjadi serius, keduanya kini memasang kuda-kuda dengan mata yang saling berfokus, satu gerakan kecil apapun pasti akan mereka sadari.

Yak! Jeon menyadarinya, dengan segera ia menghindar saat Rose melayangakan pukulan. Wanita itu sangatlah fit, padahal semalam Jeon sudah membuatnya kelelahan luar biasa, lalu dimana Rose mendapatkan tenaga sebesar ini?

Rose berlari kearah Jeon, dengan posisi kaki siap menendang saat Jeon sedang lengah. Namun Jeon lagi-lagi berhasil menghindar, dan Rose hanya menendang angin, sialnya lagi ia akan mendarat ditanah karena gagal melakukan penyerangan.

Namun lengan Jeon cukup gesit, ditangkap badan Rose dengan melingkarkan lengannya di pinggang ramping itu, seakan Jeon sedang menjala seekor tupai yang sedang melompat. Lengan kanan melingkar diperut Rose, dan lengan kiri ia gunakan untuk memiting leher Rose erat.

Wanita ramping itu hanya bisa meronta dan mencakar-cakar lengan Jeon, sayang kukunya tidak panjang, sehingga tak memberikan efek yang terlalu besar, hingga rasanya nafasnya semakin terkuras.

"Sial!" Batin Rose.

Nafas Rose semakin lemah, apakah Jeon berniat membunuh Rose dengan lengan besarnya? Dengan nafas tersengal, Rose menurunkan lengannya, dan diremas amat kencang kebanggaan Jeon dibawah sana.

"Fuck!!!" geram Jeon.

Yang ia rasakan bukan hanya remasan, Rose menendang kencang senjata kebanggaannya dengan kaki. Meninggalkan rasa ngilu dibawah sana, dan kedua tangannya otomatis melepaskan pitingannya pada Rose.

Matanya menatap Rose nyalang, wanita itu masih menarik nafas dengan rakus seraya terbatuk-batuk, dan detik setelahnya Jeon kembali mendekat dan menerjangnya hingga keduanya terjatuh diatas tanah.

"Kau main-main dengan senjata kebanggaanku?" Ringis Jeon tepat didepan wajah Rose.

Saat ini Rose terbaring ditanah, dengan kedua lengan yang dikunci oleh Jeon dengan kedua tangannya, dan kakinya kini tak dapat lagi ia gunakan untuk menendang, karena jeon cukup lihai, lelaki itu menduduki paha Rose.

Sial!

"Kau harus meminta maaf langsung padanya." seringai Jeon.

"Mesum cabul!" Deseis Rose kesal.

Wajah Rose memerah, mungkin percampuran antara malu dan emosi, yang pasti kini ia teramat kesal, apakah ia akan kalah dengan lemah seperti ini?

Kekesalan Rose semakin memuncak saat Jeon menyeringai dan dengan sengaja semakin mendekatkan wajahnya kearah Rose yang terus memberontak.

"Kau merasakan kemarahannya kan?"

Rose memejamkan matanya erat saat bibir Jeon berucap tepat dihadapan bibirnya. Hangat nafas Jeon bahkan terasa panas diwajahnya, sial!

Dibawah sana Rose merasakannya, benarkah sesuatu disana marah?

Namun Rose segera membuka matanya dan menyeringai tipis, setelahnya mencium bibir Jeon, lebih tepatnya melumat bibir sialan itu. Berkali-kali Rose menggigit bibir bawah Jeon dengan gemas, ingin rasanya Rose menggigit bibir sialan itu dengan kencang, namun Rose yakin Jeon pasti akan semakin kencang mengekang badannya jika ia melakukan itu, jadi... mari lakukan dengan intim.

Dengan bodohnya lelaki itu terperdaya, kedua tangannya tanpa sadar melepas cengkramannya pada tangan Rose dan menangkup rahang wanita itu untuk membalas ciuman Rose.

Kini Jeon lah yang memimpin ciuman itu, seperti kepala yang tak berakal, ia tak memikirkan hal lain selain terus mencium Rose.

Atas pergerakan Jeon yang sudah tertipu akan kenikmatan dunia, perlahan Rose mendorong Jeon dan membalik keadaan. Hingga kini Rose lah yang berada diatas badan Jeon, dengan cumbuan yang masih menyatu dengan intim. Rose berfikir, mungkin sebutan mesum sangatlah cocok untuk Jeon, lelaki itu bahkan lemah hanya karena ciuman belaka.

Bahkan kini tangan lelaki itu sudah dengan lihainya merayap keperut Rose.

"Dasar cabul!!!!" Teriak Rose dalam hati.

Ditahan kedua tangan itu oleh Rose, dan disatukan tangan itu untuk saling bertautan, setelahnya Rose mengarahkan kedua tangan Jeon yang saling bertautan itu keleher lelaki mesum itu.

"Akhhhh!" geram Jeon.

Rose menyeringai puas setelah melepas ciumannya dengan Jeon, kedua tangannya menekan tangan Jeon dengan kuat, untuk terus menekan lehernya hingga lelaki itu semakin merasakan kehabisan nafas.

Yas! Keadaan berbalik.

"Kau kembali lengah," lirih Rose dengan seringai kemenangan.

"Rose!!! Hhhhhhhah le-lepashhh" ucap Jeon dengan susah payah.

Tak mau ambil resiko, Rose mencubit hidung Jeon dengan kencang dan menahannya "Mengaku kalah kan?!"

Jeon hanya melotot kearah Rose, mungkin lelaki itu kesal, namun Rose masih tersenyum bangga, dan sesekali mengecup bibir Jeon. Sengaja mengoda dan berbahagia diatas penderitaan lelaki itu.

"Awwwwwwww... heyy!!!!!" Pekik Rose kencang seraya menangkup keningnya yang terasa sakit.

"Hey ini luka lamaku!!" kesal Rose.

Namun jeon seakan tak peduli, dicekik leher Rose erat dengan satu tangannya, dan satu tangannya yang lain mencengkram kedua tangan Rose.

Posisi kembali berbalik, Rose kembali dibawah, dan Jeon kembali menduduki paha Rose dengan sombongnya.

"Kau yang kalah sayang."

"JEON SIALAN!!!!!!!" Teriak Rose kencang, dengan suara seraknya karena lehernya yang dicekik erat oleh lelaki sialan diatasnya ini.

######

Rose meraih gelas minuman dengan kasar, dan meminumnya dengan rakus, bahkan air mengalir dari sela gelas dan menuju lehernya dengan bebas.

"Hhhhhh.." Rose mendesah lega saat tenggorokannya teraliri air, diseka sudut bibirnya dengan lengannya.

Wanita itu masih duduk dengan satu lutut tertekuk, matanya menatap tajam Jeon yang sedari tadi tersenyum menatapnya.

Ya.. lelaki itulah yang menang.

"Jadi?" ucap Jeon dengan wajah penuh percaya diri.

Rose memutar bola matanya malas seraya berdecak kesal "Kau menang."

"Baiklah, jadi kau hanya akan ikut menjarah sebagai penambah tenagaku saja."

"Aku tak terima! Kita akan tanding lagi lain kali, dan lain kali itu... aku yang akan menang!" Rose menyorotkan matanya menatap Jeon dengan penuh keyakinan dan tekad.

Jeon mendekat kearah Rose dan mengusak rambut wanita itu gemas, "Kau pantang menyerah ternyata."

"Hishhh lepas!" kesal Rose seraya menatap tajam Jeon, saat ini Rose terlihat macam peliharaan yang sedang merajuk, menggemaskan, sangat.

Namun Jeon malah semakin mengusak rambut Rose gemas, dan berakhirlah mereka bergulat lagi karena Jeon yang terus-terusan mengacak rambutnya.

"Jadi, mana pedangmu?" todong Jeon begitu melepaskan diri dari Rose.

"Tck... masih di Ayahku." Rose berucap seraya merapikan rambutnya dan pakaiannya yang tersingkap "Pokoknya kita harus beradu lagi!"

Jeon tersenyum lebar, dicolek dagu Rose dengan wajah genit, "Iya sayang, kamu suka kan beradu diranjang denganku?"

"Mesum!!!!!!"

Dari balik jendela sepasang mata menatap dua insan yang sedang bercengkraman itu, wajahnya datar, namun kedua tangannya mengepal erat, dan setelahnya ia pergi menjauh tanpa menoleh lagi.