Chereads / Pasti Ada Cinta Untukmu / Chapter 6 - PACU #7 Semua Sayang Kamu

Chapter 6 - PACU #7 Semua Sayang Kamu

Setelah kami mengetahui keberadaan Rannu, esoknya, Kak Arie, Kak Lia, Kak Febby dan Kak Nita datang melihat Rannu. Aku ikut mendampingi mereka. Dan seperti biasa, jika Rannu dalam kondisi tenang, ia selalu berada di taman, duduk dan menggoyangkan kakinya.

Aku melihat tatapan mereka pada Rannu. Tatapan itu penuh rasa sayang. Kak Arie dan Kak Lia yang sangat terpukul melihat Rannu. Kak Arie yang selama ini selalu diam, aku lihat sesekali mengusap matanya. Sementara Kak Lia, Kak Febby dan Kak Nita menangis. Kami hanya bisa melihat Rannu dari jarak jauh. Khawatir jika mendekat, Rannu akan histeris lagi seperti saat aku dan Tante Elis datang.

Kak Nita yang dokter, masih melanjutkan mengobrol dengan Dokter Firdaus. Karena mereka berdua berlatang belakang yang sama walaupun dengan bidang spesialis yang berbeda, aku berharap Dokter Firdaus bisa menjelaskan kondisi Rannu dengan lebih terperinci.

Kami masih menunggu Kak Nita. Dari depan Lobby, tempat duduk Rannu di taman masih bisa terlihat. Rannu menoleh, tepat pada saat aku melihat padanya. Tatapan kami sejenak beradu. Rannu mengeryit sebentar, kemudian melihat ke arah yang lain. Tidak ada tanda-tanda lain yang kutangkap. Ia masih tenang.

Saat kami kembali, di jalan, Kak Arie memberitahu jika setiap akhir pekan ia akan menjenguk Rannu, tentunya bersama Kak Lia. Kak Arie minta, jika ada info terbaru mengenai kondisi Rannu, ia cepat dihubungi.

Selama Rannu di rawat, pikiranku kadang tidak konsen ke kerjaan. Beberapa kali sketsa untuk konsep desain yang sedang kubuat hasilnya sering tidak sesuai dengan yang kuinginkan. Aku mendengus. Bunyi ponsel, mengusikku. Ferdy! Waduhhh!!! Bagaimana nanti jika ia mengajak bertemu dan mengingatkan aku untuk datang bersama Rannu?

"Hallo Mas!"

"Hallo Sandri. Minggu ini bisa ketemu nggak? Kamu aja yang atur waktunya. Ajak Rannu juga ya."

Tuh kan, Rannu harus di ajak!

"Baik, Mas."

"Bisa hari Sabtu ini nggak?"

Lha, katanya tadi aku aja yang nentuin waktunya, kok ini malah dia yang putuskan sendiri?

"Hari Sabtu saya nggak bisa mas, ada acara keluarga. Hari Jumat aja ya Mas, gimana?"

Acara keluarga yang kumaksud adalah menemani Kak Arie dan Kak Lia menjenguk Rannu.

"Oh, ok. Jangan lupa Rannu di ajak ya?"

"Siap!" hanya kalimat singkat itu yang bisa kuucapkan. Aku harus mencari alasan untuk keberadaan Rannu jika nanti Ferdy menanyakannya saat kami bertemu.

Mendekati hari Jumat, waktu yang kami sepakati untuk bertemu, semakin membuatku gelisah. Aku mondar-mandir. Dari kamar ke dapur, ke ruang tamu kemudian kembali lagi ke kamarku. Aku harus punya alasan yang tepat mengenai Rannu. Mama yang melihatku jadi heran dengan kelakuanku.

"Kamu kenapa sih?"

"Lagi mikirin konsep desainku, Ma. Hari Jumat, Sandri akan bertemu Ownernya, tapi konsepnya belum selesai."

"Ya sudah, tenang, biar idenya lancar."

Aku ikutin nasehat Mama. Di kamar aku duduk dengan tenang. Menarik napas, kemudian menghembuskannya dengan pelan. Kuulangi beberapa kali. Kemudian minum air putih. Aku mulai konsen dengan pekerjaannku. Tidak butuh waktu lama, konsep desainku pun jadi dengan hasil yang cukup membuatku puas. Aku sudah menghubungi Dita mengabarkan jika konsep desain untuk Ferdy telah selesai dan minta bertemu hari Jumat. Dita setuju saja. Tetapi hari Jumat, dia tidak bisa menemaniku jadi semuanya ia serahkan kepadaku.

Aku masih memberikan finishing touch ke konsepku. Kali ini aku memberinya warna dengan menggunakan pensil warna, kemudian kudokumentasikan dan mengirimkan ke Dita. Dia sangat puas melihatnya dan mendoakan semoga Ferdy suka.

Masih pagi dan aku sudah bangun, padahal pertemuanku dengan Ferdy masih jam dua siang. Tak apa, aku bantu mama membereskan rumah lebih cepat, jadi aku punya waktu untuk mempersiapkan segala sesuatunya yang akan kubawa nanti. Karena rumah agak jauh dengan lokasi tempat Ferdy, jam satu kurang seperempat menit, aku sudah memesan ojek online. Jika nanti aku tiba lebih cepat, tidak mengapa, aku bisa cuci mata dulu.

Aku tiba di mall yang menjadi lokasi usaha Ferdy yang akan direnovasi, jam satu lewat tiga puluh lima menit. Masih ada waktu dua puluh lima menit untuk melihat koleksi-koleksi terbaru nih, pikirku. Kakiku sudah melangkah masuk, ketika ponselku berbunyi.

"Sandri, posisi kamu di mana?"

"Baru aja tiba Mas."

"Tunggu di tempat makan di samping kanan pintu masuk ya. Aku sudah di tempat parkir kok. Reservasinya atas namaku."

"Ok Mas."

Ternyata Ferdy sudah tiba juga. Acara cuci mata kubatalkan dan langsung masuk ke tempat makan seperti yang disebutkan Ferdy tadi.

Saat ia sudah masuk, ia jelas mencari sosok di sampingku yang tidak ada, Rannu. Aku tahu ia agak kecewa.

"Rannu nggak bisa ikut ya?" tanyanya.

"Ia Mas. Maaf ya."

"Rannu sibuk?"

"Engg.., nggak juga sih Mas?" aku agak ragu menjawabnya.

"Sandri, saya bisa ketemu Rannu?" tanyanya penuh harap.

"Bisa kok Mas, tapi belum saatnya."

"Maksudnya gimana?" tanyanya tak paham.

"Saya ke Toilet dulu ya Mas?"

"Oh, ok. Saya pesan aja makanannya. Kamu mau pesan apa?"

"Samain dengan Mas Ferdy aja," jawabku dan beranjak ke Toilet. Di Toilet aku menarik napas lega.

Harus bagaimana aku memberitahunya? Aku bingung. Tidak lama, aku sudah kembali ke tempatku. Pesanan makanan kami sudah tiba.

"Makan dulu, baru kita diskusi mengenai desainmu ya?"

Aku mengangguk dan mulai menikmati makanan yang terhidang di atas meja. Ferdy memperhatikanku yang mengunyah makanan dengan cepat. Sepertinya aku ingin menyelesaikan pertemuan ini dengan cepat agar terhindar dari pertanyaan mengenai Rannu. Tetapi yang ada, Ferdy mengulur waktu.

"Pelan aja makannya. Nggak bakalan ada yang ambil ini kok," ujarnya sambil tersenyum.

Aku hanya bisa menggaruk tengkuk salah tingkah.

Setelah makanan kami habis, Ferdy memesan minuman dan kue kecil untuk menemani kami berdiskusi.

Ferdy cukup puas melihat konsep desainku. Hanya ada beberapa bagian yang minta di geser atau dirubah penempatannya.

"Sand, partisi ini sebaiknya di geser agar ke dalam dikit ya, agar nggak menghalangi akses pengunjung. Untuk cabinetnya, bagusnya sih warnanya agar digelapkan dikit. Ukiran tradisionalnya saya mau pakai ukiran Toraja. Bisa ya?"

Ukiran dari daerah di Sulawesi Selatan. Aku jadi ingat Rannu. Apa Ferdy juga sengaja memakai ukiran ini karena ingat Rannu ya?

"Bisa Mas. Ukirannya ada banyak motif, ntar aku aplikasikan beberapa sebagai alternatif dan lihatin ke Mas Ferdy untuk dipilih."

"Ok Sandri. Siiip."

Aku sudah membereskan peralatanku dan bersiap pulang, ketika Mas Ferdy memintaku untuk tinggal lebih lama di tempat itu.

"Sandri, boleh minta waktunya sebentar?"

"Boleh Mas."

"Boleh saya tahu kondisi Rannu?"

Deg! Inilah yang sebenarnya kuhindari. Apa sudah waktunya aku memberitahu kondisi Rannu yang sebenarnya? Jika iya, tanggapan Ferdy akan seperti apa? Bersyukur karena dulu ia sakit hati di usir keluarga Rannu? Di kepalaku melintas beribu tanya. Harapku ia tak menyimpan sakit hati dan mengikhlaskan semuanya.

*****