Chereads / ZEVA / Chapter 12 - Part XI

Chapter 12 - Part XI

Zeva membaringkan tubuhnya, ia baru saja tiba di Zeda. Dia langsung kembali setelah pesta itu selesai. Ia tidak begitu nyaman untuk menginap disana. Emma tidak ikut dengannya, Ia lebih memilih menginap. Zeva tahu ada maksud di balik itu, toh.. bukan urusannya juga. Dia juga sudah dewasa.

Jam menunjukkan pukul 3 dini hari. Niatnya ingin segera tidur, namun sesuatu entah apa itu membuatnya tetap terjaga. Dia merasa seperti ada yang ingin berkomunikasi dengannya, namun tidak ada apapun yang muncul. Ia menghela nafas lelah. Ia teringat dengan bunga Mawar Hitam itu. Tidak ada yang janggal, dan Devilia tidak berbohong mengenai itu. Namun, ada sesuatu yang membuatnya penasaran, tentang siapa itu Demonic Alston. Orang yang tidak pernah disebutkan namanya di buku sejarah manapun. Zeva tidak pernah mendengar nama itu di Alston. Apa mungkin Demonic merupakan salah satu nama dari Suami Devilia? Bisa saja Devilia dapat berganti suami dan Demonic salah satunya.

Namun, yang membuat Zeva semakin aneh adalah Ia seakan akrab dengan Kerajaan Alston. Seperti kejadian Ia berkeliling Istana Alston, tanpa Ia sadari Ia hapal letak taman itu. 'Ini membuatku semakin pusing'  Batinnya. Ia memutuskan untuk memaksa dirinya untuk tidur walaupun Ia tahu, ketika dia terbangun Ia akan merasakan rasa pusing yang luar biasa.

Tidak berbeda jauh dengan keadaan Demian saat ini. Setelah pesta dansa sesi pertama itu—Sekedar informasi, pesta Dansa di adakan sampai 3 sesi, Ia kembali mencari Zeva yang ternyata sedang bersama Ibunya, mungkin mengelilingi Istana. Baru saja Ia ingin menghampirinya namun, Decion menepuk pundaknya.

"Mau kemana?"  Tanya Decion, "Ini masih pesta Dansa, banyak wanita yang ingin berdansa denganmu. Jangan pergi kemanapun"  Lanjutnya. Demian berdecak, peraturan konyol yang mengharuskan dia harus tetap ada di dalam pesta. Ingatkan dia untuk menghapuskan peraturan itu.

"Hm, baiklah"  Demian kembali melangkahkan kakinya ke dalam lingkaran Dansa. Namun, sebelum sampai Ia kembali dihentikan oleh Decion.

"Wanita yang kau sukai itu, benar-benar sangat memikat. Untung saja aku sudah menikah, kalau tidak aku pasti sudah menjadikannya milikku"  Demian hanya dapat berdecih tak suka.

"Jangan terlalu menyombongkan diri. Belum tentu Zeva mau bersama Pria seperti mu" 

"Aku tidak sombong, itu memang kebenarannya"  Demian melirik tajam ke arah Decion. 'Decion sialan'  Batinnya.

"Jangan mengumpatiku, Dude"  Decion hanya mampu tertawa karena berhasil membuat sepupunya ini kesal, "Tapi, Wanita itu memang bukanlah hal yang semudah yang kau pikirkan, Dem. Aku tidak tahu harus bilang bagaimana, tapi ku harap kau jaga perasaan cintamu agar tidak jatuh terlalu dalam padanya"  Demian hanya mengernyitkan dahinya bingung dengan apa yang dimaksud oleh Decion.

"Jangan sok tahu"  Decion mendengus.

"Kau tahu kan kemampuanku dalam menganalisis tidak pernah salah"  Demian tahu Decion memang memiliki kemampuan menganalisis di sekitarnya dengan baik, bahkan sangat baik. Tapi, untuk tidak jatuh cinta pada Zeva, sepertinya Ia tidak bisa melakukannya.

"Aku tidak tahu, Dec. Semakin lama, perasaanku semakin dalam padanya. Aku tidak tahu mengapa aku bisa seperti ini, padahal baru 2 hari yang lalu kami berkenalan, tapi aku sudah jatuh hati padanya"   Jelas Demian. Decion menghela nafasnya pelan, Ia tidak menyangka Sepupunya ini mengalami Cinta Pada Pandangan Pertama dengan Wanita itu.

"Aku hanya memberitahumu, Dem. Ku harap kau bisa memperkuat hatimu  mulai dari sekarang. Banyak wanita lain yang ingin menjadi kekasih mu, salah satunya Adik dari Wanita yang kau cintai itu" 

"Maksudmu Emma?"  Decion mengangguk, "Bagaimana bisa?"  Decion hanya mengedikkan kedua bahunya.

"Dia mengalami apa yang kau alami, Dem. Cinta pada Pandangan Pertama"  Demian sedikit terkejut mengetahui hal ini. Ia tidak ingin mempercayai ucapan Decion, tapi Decion tidak mungkin membual.

"Jadi, menyerah terhadap cintamu atau membuka lembaran baru dan menerima Adikknya"   Untuk pertama kalinya juga Demian merasakan Dilemma dan ucapan Decion terus terngiang di kepalanya sampai saat ini.

-ZEVA-

"Selamat pagi, Tuan Puteri Emma"  Sapa para pelayan yang memasuki kamar tidurnya. Ah.. lebih tepatnya kamar tamu. Sudah pukul 9 pagi, dan Emma masih belum beranjak dari kasur itu. Apakah begitu nyamannya kasur itu, atau memang Ia tidak ingin kembali ke Zeda. Bisa jadi keduanya.

Emma menggeliat pelan, mendudukkan dirinya. Berusaha untuk menyesuaikan pandangannya kemudian Ia tersenyum. Entah kenapa Ia merasa nyaman di sini, padahal ini pertama kalinya Ia datang ke Alston. Mungkin karena Demian? Memikirkan nama Demian saja membuat Emma tersenyum merona.

"Selamat pagi, Princess Emma. Sudah sadar?"  Emma langsung terkesiap. Terbekatilah dirimu Demian, karena Emma baru saja memikirkanmu.

Dengan malu Emma menganggukkan kepalanya. Bagaimana tidak malu? Ia baru saja bangun tidur, pasti rambut dan wajahnya sangat berantakan. Berbanding terbalik dengan Demian yang sudah berpakaian rapi dan wangi mint menguar dari tubuhnya. Emma benar-benar menikmati paginya hari ini. Ia ingin tinggal lebih lama disini, tentunya bersama Demian.

"Bersiaplah, Tuan Puteri. Setelah sarapan , aku akan mengantarkanmu kembali ke Zeda"  Demian menerbitkan senyumannya, jangan tanya bagaimana reaksi Emma. Dia sekarat!

"Ba-baiklah, Pangeran Demian"  Demian pun keluar dari kamar yang Emma tempati berjalan turun menuju Meja makan. Disana sudah ada Devilia yang duduk di tengah.

"Astaga, dia bilang akan mengantarkanku pulang? Aku dengan Demian? Berdua? aku harus cepat kalau begitu, walaupun aku lebih suka disini lebih lama hehehe"  Itu wajar kok untuk orang yang sedang di mabuk Cinta. Emma bergegas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Pelayan sudah menyiapkan segalanya mulai dari Bathup, sabun dan gaun yang akan dikenakan olehnya.

20 menit berlalu dan Emma menuruni tangga, berjalan menuju Meja makan yang sudah hampir penuh hanya tinggal beberapa tempat duduk yang kosong saja. Satu di samping kanan Demian dan dua lagi berada di sudut kanan. Emma tidak tahu harus duduk dimana, walaupun Ia sangat ingin duduk di sam[ing Demian. Tapi, bukankah akan sangat memalukan jika kursi itu milik seseorang dari Alston.

"Emma, ayo duduk disini. Kita akan memulai sarapan"  Demian menuntun Emma yang sedari tadi terlihat kebingungan mencari tempat duduk. Demian tahu, Emma pasti tidak akan nyaman jika makan dengan orang Asing. Demian mempersilahkannya utnuk duduk.

"Baiklah, kalau sudah berkumpul semua, mari kita nikmati sarapan kita pagi hari ini"  Ucap Devilia sambil tersenyum dengan lebar.

-ZEVA-

"Silahkan mampir sebentar, Demian"  Pinta Emma pada Demian. Mereka sudah tiba di Zeda. Setelah menyelesaikan sarapannya tadi, Demian bergegas menyuruh pengawalnya untuk menyiapkan kendaraan untuknya. Emma pun berpamitan dengan Devilia.

"Hati-hati di jalan. Titip salamku pada Kakakmu ya"  Itu pesan yang disampaikan Devilia pada Emma.  Emma dan Demian berjalan masuk ke dalam Mansion Zeda. Walaupun mereka lebih sering berada di Istana, tapi jika akhir pekan seperti ini. Ayah, Ibu dan Emma akan menetap di Mansion. Hanya Zeva-lah yang akan tinggal di Istana.

"Ini bukan Istana, kan?"  Emma menggeleng.

"Ini Mansion Zeda. Aku, Ayah dan Ibu akan menginap disini"  Jelas Emma pada Demian. Demian mencari Zeva namun tidak dapat Ia temukan, Demian tersadar akan ucapan Emma tadi. Emma tidak menyebutkan Kakaknya—Zeva .

"Zeva tidak disini?"  Tanya Demian.

"Tidak, Kakak jarang sekali ke Mansion ini. Ia lebih suka menetap di Istana"  Demian menganggukkan kealanya pelan. Ia penasaran, kenapa Zeva tidak ingin berada di Mansion ini, padahal suasana di Mansion lebih menyejukkan daripada di Istana. Namun, Ia pendam rasa penasaran itu.

"Apa aku boleh pergi ke Istana, menjumpai Zeva?"  Entah darimana datangnya keberanian Demian yang secara terang-terangan meminta Emma agar memperbolehkannya menemui Zeva. Cinta mengendalikan semua hal ternyata.

"Aku tidak yakin, Kakak akan mengizinkan tamu masuk ke Istana. Disaat akhir pekan, Kakak-lah yang menguasai Istana" 

"Kita bisa mencobanya, aku akan pergi bersamamu"  Ucap Demian, masih terus berusaha agar dapat bertemu dengan Zeva. Emma mendengar hal itu, merasa senang. Kesempatan utnuk berdua bersama Demian tidak boleh Ia sia-siakan.

"Baiklah, Ayo kalau begitu"  Demian sangat senang. Ia membukakan pintu mobilnya mempersilahkan Emma utnuk masuk dan duduk dengan nyaman. Setelah itu, Demian pun masuk ke dalamnya dan melajukan kendaraannya menuju Istana. 

TBC.