Demian juga Emma tiba di Istana, para Penjaga Gerbang Utama mempersilahkan mereka berdua untuk masuk. 'Mungkin kakaknya itu sedang baik hati', pikir Emma.
"Silahkan masuk, Puteri Emma dan Pangeran Demian. Saya diperintahkan untuk membawa kalian ke Taman Istana. Mari ikut dengan saya" Emma hanya memutarkan kedua matanya. Dia bahkan lebih tahu seluk-beluk Istana ini daripada Stev yang hanya sebagai pengawal Pribadi Sang Kakak. Lain dengan pemikiran Demian yang menganggap bahwa Pengawal Pribadi Zeva begitu sopan dan terpelajar. 'Betapa beruntungnya dia bisa dekat dengan Zeva' Pikirnya.
"Silahkan duduk sebentar, Puteri Zeva akan segera datang. Saya pamit"
"Tunggu dulu" Stev mendongakkan kepalanya, menatap dengan penuh tanya pada Demian yang menyuruhnya untuk menunggu.
"Ada yang Anda perlukan saat ini, Pangeran Demian?"
"Dimana Puteri Zeva? aku hanya ingin mengetahuinya saja" Stev tersenyum, 'Pangeran Demian benar-benar menyukai Puteri Zeva, ya?' Batinnya.
"Puteri Zeva sedang berada di Taman Dev'al, tempatnya ada di samping Taman ini. Namun, Saya tidak bisa mengantarkan Anda kesana" Demian hanya diam, mencerna kata-kata yang terlontar dari Pengawal itu. 'Taman Dev'al? apa Taman itu adalah Taman dimana Ia masuki saat mengikuti Zeva? Pantas saja Zeva marah' Demian menundukkan kepalanya, merasa bersalah karena telah lancang memasuki Taman pribadi milik Zeva.
"Apa Pangeran Demian masih ingin bertanya sesuatu?" Demian hanya menggelengkan kepalanya.
"Stev, bawakan minum dong" Emma memang seperti itu jika berbicara pada Pengawal atau pelayan di Istana. Demian sedikit terkejut dengan nada bicara Emma. Demian mengira kalau Zeda adalah Kerajaan yang ketat akan aturan dari cara makan, berbicara bahkan berjalan, semuanya teratur sesuai dengan peraturan.
"Pelayan sedang menyiapkannya untuk Anda sekalian. Mohon tunggu sebentar, Saya permisi terlebih dahulu. Ingin memberitahukan kedatangan Anda sekalian disini" Stev membungkukkan setengah badannya, memberi hormat. Sepeninggalnya Stev di hadapan mereka. Demian menelusuri taman Istana ini, tidak begitu luas namun suasananya tenang dan damai. Matanya saat ini menatap ke arah tembok tinggi yang ada di sebelah kirinya. Itu Taman Dev'al. waktu itu, Demian tidak memperhatikan Taman itu. Sekarang dia sangat penasaran bagaimana pemandangan Taman itu. Demian hanya tidak mengira akan sebagus apa Taman Dev'al itu.
Emma tidak membuang kesempatan berdua seperti ini, Ia ingin lebih dekat dengan Demian. Emma mulai menanyakan Demian beberapa pertanyaan seperti
"Apa makanan kesukaanmu?"
"Olahraga apa yang kamu suka?"
"Apa kamu sering perawatan? Kulitmu sungguh bagus" dan lainnya, yang di jawab oleh Demian dengan senyuman kecil. Demian mulai mempercayai perkataann Decion. Emma menyukainya.
"Maaf, sudah membuat kalian menunggu" Ucapan Zeva membuat Emma berhenti bertanya pada Demian, dan Demian langsung duduk dengan tegak. Ia gugup dan jantungnya berdetak dengan sangat cepat.
"Tidak, tidak lama" Balas Demian, menampilkan senyuman Lesung pipinya. Emma yang melihat itu, sedikit menekukkan wajahnya. 'Kenapa tadi Demian tidak memberikanku senyum menawan itu?' Batinnya.
"Saya baru memetik dan memotongnya. Silahkan dinikmati. Ini untuk mu, Emma" Zeva memberikan dua piring Alpukat yang sudah di potong dadu pada Demian dan Emma.
"Aku tidak suka buah ini, Kak" Zeva hanya mendengus, kebiasaan Adiknya tidak pernah hilang. Selalu pilih-piih makanan.
"Aku menyukainya" Sambung Demian. Ia memang menyukai segala jenis buah, terutama Alpukat.
"Bagus, jika dirimu menyukainya Pangeran Demian" Jawab Zeva, setidaknya Alpukat yang sudah di potongnya tidak terbuang sia-sia. Emma menundukkan kepalanya, malu. Dia tidak menyangka Demian menyukai Buah hijau yang tidak memiliki rasa ini.
"Cukup panggil aku Demian, Zeva" Zeva hanya mengangguk.
"Stev, keluarkan minumnya" Stev mengangguk dan beranjak dari posisinya menuju dapur.
"Pantas saja aku merasa haus, ternyata sedari tadi minumannya tidak disediakan. Padahal tadi pengawalmu mengatakan kalau nanti Pelayan yang akan membawakannya pada kami, Kak" Sebal Emma, Ia masih ingat perkataan Stev untuk memnunggu Pelayan membawakan minum untuknya dan Demian.
"Hanya aku yang boleh memerintahnya" Hanya 5 kata namun mapu membuat Emma menegang dalam duduknya. Emma terlalu terbawa suasana karena ada Demian disisinya. Ia ingin terlihat menguasai Istana ini, Ia tidak ingin Demian berpikir bahwa mereka semua ada dalam kendali Sang Kakak. Lagipula jika pun Demian tahu, apa Demian peduli? Demian hanya peduli dengan Zeva, dengan Emma Ia hanya bersikap baik saja karena Emma merupakan Adik dari Zeva.
"Ma-maafkan aku, Kak" Demian hanya diam, menyaksikan Zeva yang menandai Stev sebagai Pengawal miliknya, tidak ada yang boleh memerintah Pria itu kecuali dirinya. Demian iri pada Pengawal itu.
" Jadi, ada keperluan apa kalian datang ke sini? Kau tahu kan, Emma ?" Zeva menatap tajam pada Emma. Emma sudah Ia peringati sejak awal untuk tidak mengganggunya di Istana pada Akhir Pekan, namun Ia malah mendapati Adiknya bersama Pria pujaannya itu berada di depan Gerbang Utama. Ia memberikan izin masuk hanya untuk memberi pelajaran pada Emma yang keterlaluan.
Ia tahu apa yang dipikirkan Adiknya, ingin terlihat hebat di depan Pria Pujaannya yang jelas-jelas tidak menyukainya itu.
"Kau sudah ke Mansion tadi?" Tanya Zeva kembali. Emma ingin menenggelamkan dirinya di Laut Mati saat ini. Ia tahu konsekuensinya, Ia juga sudah diperingati berkali-kali oleh Zeva.
"Jawab" Perintah Zeva dengan nada yang dingin. Demian merasa sedikit kasihan terhadap Emma yang sudah gemetar ketakutan. Lagipula ini paksaan darinya, Ia hanya ingin bertatap muka dengan Zeva.
"Maaf, atas kelancangan Saya, Zeva. Saya yang ingin mengunjungi Istana untuk menemuimu" Zeva mengangkat sebelah alisnya.
"Baru sadar?" Demian seakan membisu, Ia tidak mampu mengeluarkan suaranya. Aura Zeva sangat mencekam saat ini, membuatnya merasa sesak. Emma pun merasakan hal yang sama, Ia bahkan sudah memegang lehernya saat ini.
"Ka-Khak uhuk.." Zeva menutup kedua matanya, menetralkan kembali suasana hatinya.
"Habiskan dan pergi dari sini. Emma, kau akan berada di Mansion selama seminggu ke depan" Zeva bangkit dari duduknya dan pergi. Kemudian Stev datang bersama 2 Pelayan Wanita yang sedang membawakan minuman untuk Demian dan Emma.
"Jangan terus-menerus membuatnya marah, Tuan Puteri Emma dan Pangeran Demian, Saya harap ini menjadi pelajaran pertama dan terakhir Anda. Silahkan nikmati Teh Chamomile ini, salah satu minuman favorit Puteri Zeva. Pangeran dan Tuan Puteri akan di antarkan oleh 2 Pelayan ini nanti. Saya permisi" Stev membungkukkan setengah badannya dan tersenyum lebar pada Demian juga Emma. Demian mendengus sebal. 'Pengawal sialan yang beruntung' Kesal Demian.
-ZEVA-
Bagi Zeva tidak ada alasan khusus untuk dirinya menetap di Istana. Bukan berniat menguasai, tetapi dia hanya ingin tenang tanpa keluarganya yang berisik. Waktu untuk tenangnya hanya di Akhir Pekan, setelah akhir Pekan-nya berakhir, berakhir jugalah ketenangan di hidupnya.
Sesekali, Ia akan mempelajari Sihir baru dari Buku-buku di Istana atau Ia akan ke ruangan kerja Ayahnya untuk menemukan sebuah teka-teki tentang Kerajaan Zeda dan Alston. Banyak yang Ia ingin tanyakan tentang semua hal yang menyangkut 2 Kerajaan besar ini.
Kejanggalan pertama, Ayahnya tampak sangat akrab dengan Devilia—Ratu Alston, yang setahunya adalah musuh bebuyutan Zeda. Ibunya juga begitu. Sangat aneh bagi 2 kerajaan yang selalu bertolak belakang secara mendadak menjadi erat, seakan mereka tidak memiliki masalah apapun. Ya, Zeva merasa juga begitu. Dalam sejarah yang tertulis di buku, Mereka bertengkar hanya karena Taman Eden, hei.. Mereka bukan anak kecil lagi, masalah sepele tentang wilayah yang kecil itu saja mereka besar-besarkan. Itu merupakan alasan terkonyol yang pernah Ia tahu.
Kejanggalan kedua, dirinya yang familiar dengan Alston. Zeva tahu, Ia tidak mungkin terlibat dalam semua ini. Dia saja baru berumur 22 tahun, dan masalah Kerajaan Alston dan Zeda sudah terjadi berabad-abad lamanya. Hanya saja, Ia masih kepikiran dengan rasa yang tidak asing ketika berkunjung kesana.
Kejanggalan ketiga, Raja Zeda I yang tidak memiliki nama. Kakek Buyutnya itu sama sekali tidak memiliki nama, atau hal itu sengaja disembunyikan? Bahkan di dalam buku sejarah Kerajaan Zeda milik Sang Ayah yang sudah turun-temurun itu pun, tidak menuliskan nama asli Raja Zeda I. Bahkan Ayahnya sediri juga tidak mengetahuinya. Itu sangat aneh menurutnya.
"Apa yang sedang kau pikirkan, Keturunan Zeda I?" Ahh.. dia baru ingat. Buku tua ini pasti mengetahui segalanya tentang Raja Zeda I.
"Tentang Kakek Buyutku" Buku itu mengernyit.
"Maksudmu, Raja Zeda I?" Zeva menganggukkan kepalanya. Buku itu hanya diam, seakan enggan membuka mulutnya. Zeva sangat yakin Buku tua itu tahu.
"Kalau memang aku adalah keturunan aslinya, beritahu aku tentangnya"
"Itu.. aku tidak bisa membantumu" Zeva mengernyit, 'Apa-apaan maksudnya, dia tidak bisa membantu?'
"Untuk hal itu, kau harus mencari tahu sendiri. Kau sudah menemukan beberapa petunjukknya, bahkan seseorang sudah menyebutkannya. Kau harus memahami kemungkinan-kemungkinan yang ada, lalu kau sambung menjadi satu. Aku hanya bisa membantumu dengan saran ini, selebihnya aku tidak bisa memberitahukannya" Terang Si Buku Tua itu pada Zeva. Zeva hanya diam, mencerna ucapan si Buku Tua itu.
"Jika aku memaksa?"
"Maka aku akan musnah. Itu yang tertulis di dalam sini. Kau pasti sudah menemukan beberapa tanda, karena itulah kau bertanya tentang Raja Zeda I padaku, benar?" Zeva mengangguk. Ya, dia rasa teka-teki ini semua ada pada Sang Kakek Buyut.
"Aku hanya ingin memastikan. Kau tahu namanya?"
"Aku tahu"
"Kapan aku bisa membuka halaman itu?" Halaman dimana data-data pribadi Kakek Buyutnya tertulis.
"Berlatihlah lebih keras, aku hanya dapat menampilkan beberapa halaman yang berisi Sihir-sihir Raja Zeda I" Zeva mengangguk, tak masalah baginya. Ia yakin, Ia bisa menemukan jawaban dari teka-teki ini. Zeva mempunyai firasat buruk juga baik. Ia takut akan menghancurkan Zeda dan Alston tapi Ia merasa bisa menyatukan keduanya agar tidak ada kesalah-pahaman.
Zeva sempat menilai beberapa pandangan Rakyat Alston yang memandangi Dia dan Adiknya dengan tatapan tajam, begitu juga dengan Rakyat Zeda. Walaupun Ayahnya dan Ratu Devilia tidak bermusuhan, Ia yakin banyak rakyat yang masih saling menuduh di tambah dengan sejarah yang sudah tertulis atau tersirat yang selalu menyudutkan Alston. Ia harus mencari tahu tentang semua hal ini, agar dia bisa menghapus pemikiran-pemikiran mereka yang tidak benar.
"Aku akan berusaha. Aku ingin latihan sekarang" Buku Tua itu membuka dirinya, menampilkan banyak kalimat yang asing baginya. Ini sihir yang benar-benar sulit, tapi bukan Zeva namanya jika Dia menyerah.
"Ayo, mulai"
TBC.