Chereads / Me Vs Your Identity / Chapter 30 - Kagum

Chapter 30 - Kagum

Abi langsung mencari keberadaan Hafa begitu ia sampai di rumah. Rupanya Hafa sedang berada di ruang kerja yang selalu mereka gunakan secara bersama. Hava tekun di meja kerjanya sambil terus memelototi layar laptop yang ada di depannya.

"Kau di sini rupanya," ucap Abi.

"Kau mencariku? Ada apa? Apa kamu memerlukan sesuatu?" tanya Hafa.

"Aku perlu sedikit bantuan. Carikan aku tempat tinggal dalam ukuran sederhana yang biasa menjadi tempat tinggal orang dari kalangan biasa."

"Kalau boleh aku tahu, untuk apa kamu mencari tempat tinggal baru?"

"Tentu saja untuk aku tempati."

"Apa? Apa kau berencana untuk keluar dari rumah ini dan hidup sederhana? Apakah melepas semua yang kamu miliki sekarang telah menjadi keputusanmu untuk saat ini? Apa semua ini ada hubungannya dengan gadis itu?" Hafa tidak mampu menahan rasa penasarannya.

"Ah, kadang aku merasa kalau kau begitu cerewet seperti nenek-nenek." Abi pura-pura mengorek telinganya. Menunjukkan kepada Hafa jika pertanyaannya itu cukup mengganggu pendengaran Abi.

"Ohya? Kalau begitu kau cari saja sendiri. Kenapa harus minta bantuan kepada seorang nenek-nenek sepertiku?" Hafa menjadi sedikit sensitif.

"Aku sedang tidak ingin bercanda. Segera Carikan aku tempat tinggal yang tidak jauh dari Asrama peserta kompetisi model Mahardika fashion."

"Ah, aku tahu. Apa ini merupakan bagian dari penyamaran mu?" tanya Hafa menyelidik.

"Ya, kau pasti taulah. Cukup melelahkan jika aku harus bolak-balik kantor, rumah dan studio photo. Aku rasa ingin mengambil cuti beberapa waktu di perusahaan. Aku akan fokus menjadi fotografer dalam kompetisi tersebut untuk waktu dekat ini."

"Apa kamu yakin? Bagaimana dengan ketua? Apa nanti ketua tidak akan curiga? Bagaimana jika sampai ketua menyuruh orang untuk mengawasimu? Ini akan menjadi masalah baru jika ketua sampai mengetahui kamu sedang bermain dalam dua identitas. Ini akan menjadi panjang urusannya." Hava menjadi khawatir.

"Biarkan saja jika kakek ingin tahu, lagi pula Aku percaya kakek tidak akan melakukan itu. Bocah tua itu telah berjanji kepadaku untuk tidak ikut campur dalam proyek kali ini. Jika kakek tetap bersikeras, Aku tidak akan main-main untuk memberikan akibat dari ingkar janjinya itu."

"Hemm, aku tidak tau kesepakatan apa yang telah kalian buat. Baiklah terserah kau saja aku hanya bisa mendukungmu dari belakang. Semoga apapun yang sedang kamu lakukan akan memberikan hasil dengan baik."

"Thanks, Hafa. Kau memang yang terbaik."

"Beri aku libur kalau begitu." Ekspresi Hafa segera berubah.

"Aku rasa itu akan sulit untuk dikabulkan" Abi terkekeh sambil lalu.

Ugh, Dasar. Hah! sepertinya hidupku memang sudah ditakdirkan sebagai pekerja hingga akhir hayatku. Astaga aku bekerja bagaikan mesin yang tidak boleh rusak. Hafa menjeling kesal ke arah Abi pergi.

Beberapa saat kemudian, Abi sedang berada di bawah ribuan tetesan air shower. Ia membiarkan rambutnya basah, beberapa kali ia mengibaskannya hingga tetesan air muncrat ke segala arah. Cukup lama Abi memboarkan tubuhnya basah hingga rasa dingin perlahan mulai menusuk tubuhnya. Dadanya yang bidang nampak basah kuyup. Adi menggosoknya dengan perlahan dengan sisa busa sabun yang ada, kegiatan tersebut membuatnya nampak seksi saat membersihkan sisa kotoran yang masih melekat pada tubuhnya. Terakhir Abi menengadah, hingga kulit di wajahnya mendapatkan refleksi dari tetesan air yang dibiarkan terjun bebas.

Kran air di matikan. Abi menarik asal handuk yang berada tidak jauh dari jangkauannya, lalu dililitkan di sekitar pingang. Abi kemudian berjalan beberapa langkah, berhenti tepat di depan cermin ia memandang gambaran dirinya yang berada dalam pantulan cermin.

"Abi, apa yang akan kau lakukan sekarang? Mana yang lebih kau prioritaskan? Hati atau status?" tanya Abi kepada dirinya sendiri.

Pantulan diri Abi dalam cermin tersenyum sinis. Sebuah senyuman yang mampu mengintimidasi mata yang melihatnya.

"Argh, sepertinya aku butuh hiburan." Abi tersenyum penuh arti.

***

Naya sedang berada di kamarnya. Ia tidak peduli jika Asrama sepi malam ini, sebab sebagian besar peserta kompetisi sedang berada bebas di luar sana dengan urusan pribadi mereka.

Naya lebih memilih untuk berada di kamarnya dan mempelajari beberapa keperluan yang ia butuhkan dalam kompetisi ini. Naya membolak balik majalah fashion. Berharap dapat ilmu dari yang ia lihat. Naya tidak mau membuang waktu untuk sesuatu yang tidak penting, lagi pula kemana ia akan pergi? Jika tidak berada di Asrama. Meski sekarang ia berada di tanah kelahirannya tapi lingkungan sekitar terasa asing baginya sebab untuk beberapa tahun lalu ia benar-benar tidak menjamah dunia tersebut. Dunia yang sengaja ia tinggalkan 4 tahun lalu karena seorang pria yang telah mematahkan hatinya.

Sayangnya luka yang ditimbulkan oleh pria tersebut empat tahun lalu, masih tetap membekas hingga saat ini, hingga detik ini, betapa bodohnya Naya masih merindukannya dan berharap masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan hatinya.

Namun, rasa yang Naya miliki sekarang membuatnya tidak tenang karena di sisi lain dia mendapati jika luka lamanya telah menyebabkan luka baru dalam hidupnya, yaitu itu menyangkut kesehatan Papanya. Saat ini Naya masih terus berusaha untuk mengungkap fakta yang sebenarnya terjadi. Apakah benar jika pimpinan dari Mahardika fashion yang banyak orang bicarakan adalah Abimanyu Mahardika. Apakah dia orang yang sama dengan pria bernama Abimanyu Pratama yang sangat Naya cintai empat tahun lalu?

Jika benar mereka adalah orang yang sama, Naya merasa rapuh merasa kecewa yang teramat sangat dalam. Semoga kekhawatiran Naya tidak terjadi. Semoga bukan Abi yang sama. S moga merwka hanya mirip.

Namun jika takdir benar-benar kejam kepada dirinya. Mungkin ini waktu yang tepat bagi Naya untuk benar-benar membenci Abi. Mungkin saat ini dia akan benar-benar bisa move on darinya. Mengubur perasaan cintanya dan bersumpah akan membenci dan menuntut pria itu sebagai penyebab keterpurukan hidupnya karena telah membuat papanya terbaring tak berdaya antara hidup dan mati.

Aku harus semangat, aku harus berjuang untuk kompetisi ini. Setidaknya aku akan bisa mengurangi sedikit kesulitan dan membawa impian papa tentang perusahaan yang telah lama dirintisnya kembali bangkit. Kata Naya dalam hati untuk menyemangati dirinya sendiri.

Ddddrrrrtttt ...

Suara ponsel telah membuyarkan lamunan Naya. Ia menarik nafas panjang dan meraih ponselnya. Rupanya pesan dari Adi.

"[Bagaimana jika kamu mentraktir satu cup kopi untukku? Mungkin aku bisa mengajarimu sedikit tentang tema pemotretan minggu depan. Aku ada di depan Asrama sekarang]" isi pesan Adi.

Naya berjingkrak, ia segera loncat dari atas tempat tidur.

"Ok. Aku keluar asrama sekarang." balas Naya dengan cepat.

Bagaimana Naya tidak senang? Ia memang sedang mempeljari tentang sesi pemotretan yang akan datang dan kini Adi menawarkan diri untyk membantunya.

Naya buru-buru turun walau hanya mengenakan celana bahan panjang berwarna coklat dan kaos oblong ketat berwarna putih. Naya berlari kecil menuruni tangga. Tangan kanannya menggenggam handphone. Begitu sampai di bawah, Naya melihat Adi sudah berdiri di dekat pagar masuk Asrama.

"Hei," sapa Naya dengan nafas yang belum berirama.

Adi menyambutnya dengan senyuman. Wajahnya yang khas dengan kepolosan dan tingkahnya membetulkan posisi kaca mata membuat Naya gemas melihatnya.

"Tenangkan dulu dirimu. Tarik nafas panjang lalu hembuskan perlahan," kata Adi menginterupsi. "Baru bicara saat kamu telah mendapatkan kembali nafas teraturmu" Adi tersenyum.

"Baiklah, kamu mau aku traktir kopi dimana?" tanya Naya begitu sudah bernafas teratur sesaat kemudian.

Adi lalu menunjuk mesin penjual minuman di dekat pintu masuk taman yang letaknya tidak jauh dari Asrama.

"Mesin penjual minuman?" tanya Naya tak percaya.

"Yap, kalau ada yang dekat kenapa harus cari yang jauh?" Adi tersenyum ala iklan pasta gigi yang menjadi ciri khasnya, itu sudah Naya hafal.

"Ah, baiklah. Tapi aku merasa tidak sopan mentraktirmu kopi box."

"Aku tidak keberatan. Lagi pula sudah malam, tidak baik kamu pergi jauh dari Asrama."

"Hemm, ok."

Naya kagum dengan kebijakan Adi. Dia memang sederhana tapi pola pikirnya tidak sederhana. Adi selalu memprioritaskan kebaikan disetiap ucapannya. Naya jadi sedikit ragu, Adi pastilah bukan orang biasa. Maksudnya, Adi berpendidikan tinggi. Cara berpikirnya luas.

Nah lho ... Hati-hati Nay, nanti suka. Hihihi