Abi menelan air liurnya, tenggorokannya terasa kering. Tatapan Naya yang intens membuatnya ingin berada pada momen ini untuk waktu yang lama. Abi merindukan mata indah Naya menatapnya seperti itu. Sudah cukup lama sejak terakhir kali Naya melakukannya.
"Hei, kenapa melamun? Ayo jawab." Naya melambaikan tangannya di hadapan Adi untuk mengembalikan fokusnya.
"Kamu terlihat berbeda saat membicarakan tentang pria tersebut. Ehemm, meski aku bukan dia tapi aku juga pria. Aku tau kalau kamu punya perasaan lebih ke dia. Emosimu menjadi labil saat membicarakannya. Terkadang matamu sangat bersinar tapi ada suatu ketika seperti tadi contohnya, keceriaanmu langsung meredup saat kamu tidak sengaja membicarakannya. Aku yakin pria ini sangat berpengaruh dalam hidupmu. Itulah yang membuatku penasaran."
Naya terdiam, ia nampak berpikir keras. Menghela nafas lalu mengembangkan senyumnya.
"Aku menjadi sedikit terpengaruh, Mungkin aku akan mulai percaya jika kamu bisa membaca pikiran seseorang. Setelah ini sebaiknya aku berhati-hati dalam berpikir jika sedang berada di hadapanmu." Saya tersenyum simpul.
Adi tertawa mendengar ucapan Naya. Adi tidak menyangka jika Naya akan benar-benar percaya kepadanya. Dasar gadis cerdas yang tidak peka, masih saja mudah untuk dibohongi. Kata Adi dalam hati.
"Jangan mempercayai ucapanku, tidak semua ucapanku itu benar. Kamu seharusnya lebih berhati-hati kepada orang lain. Jangan terlalu percaya atau kamu akan mudah untuk ditipu."
"Kamu sedang menasehatiku? Untuk apa? Apa kamu tidak tertarik mengambil keuntungan dari kebaikanku ini? perlu kamu tahu, teman-temanku di sekolah dulu sering memanfaatkan ku untuk mengerjakan tugas-tugas mereka. Aku tidak merasa keberatan. Aku menganggapnya sebagai latihan, agar aku lebih giat untuk belajar. Hasilnya, aku menduduki juara kedua di sekolah. Bukankah ini baik mengambil sisi positif dari kejadian terburuk sekalipun?"
Aku tau itu. Kau tetap bersemangat mengerjakan tugas teman-temanmu yang licik itu. Yah, walau kau ujung-ujungnya mrngadu kepadaku karena lelah, dan bodohnya aku mau membantumu menjadi pelayan orang-orang bodoh itu. Batin Adi.
"Hemm, baiklah kalau begitu aku akan menjuluki mu Miss positive thinking."
"Bercanda kamu." Naya tertawa.
"Aku serius, julukan itu akan aku berikan kepadamu."
"Terserah." Naya nampak tidak terlalu mempedulikan itu. "Tugasku sudah selesai. Sekarang kamu mau aku bantu apalagi? Apa kamu sudah makan?"
"Lapar juga. Apa mau aku pesan makanan?"
"Bagaimana kalau kita masak sendiri, ada bahan makanan apa di dalam lemari es?"
"Kamu bisa masak?" Tanya Adi meragukan.
"Masak air bisa." Naya tersenyum polos.
"Astaga, jangan buat perutku menderita. Sebaiknya aku pesan makanan siap saji saja."
"Itu tidak sehat. Aku bercanda. Sebenarnya aku bisa masak karena aku terbiasa hidup sendiri. Aku harus membiasakan diri untuk melakukan segala sesuatunya dengan tenaga ku sendiri."
"Hebat." Adi bertepuk tangan.
"Apaan sih? Hahaha."
Naya kemudian pergi ke dapur, dia memeriksa bahan makanan mentah yang ada di dalam lemari es. Ia memasak menu sederhana agar bisa mengganjal perut Adi yang sedang kelaparan.
Adi menemani Naya berada di dapur. Naya sama sekali tidak mengizinkan Adi untuk membantunya. Adi senang berkat ini semua, ia jadi punya kesempatan untuk bersama dengan Naya.
Mungkin Adi harus mulai bersyukur karena sedikit luka itu dia bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Adi tersenyum senang. Mungkin ini yang dirasakan para teman-temannya dulu waktu di SMA. Inikah rasanya saat kita mendapatkan keuntungan. Tidak heran jika orang berlomba-lomba untuk mendapatkan keuntungan.
"Nay, Apa kamu tidak mau berbagi cerita tentang masa SMA mu? Aku jadi penasaran dengan temanmu yang bernama Abi itu. Ya, kalau kamu tidak keberatan untuk berbagi cerita."
Naya nampak mempertimbangkannya. Ia kemudian mengambil keputusan untuk berbagi cerita kepada Adi. Tidak ada salahnya. Adi juga orang baik dan dia sudah mulai merasa nyaman dengan kedekatannya dengan Adi. Bagaimanapun juga Adi sudah banyak membantunya dalam kompetisi ini. Sedikit cerita mungkin tidak apa-apa. Anggap saja ini sebagai treatment agar Naya terbiasa dengan kenyataan.
"Baiklah."
Naya lalu mulai menceritakan kehidupannya semasa sekolah dulu, menjelaskan tentang Siapa itu Abi dan juga Putra dalam kehidupannya semasa remaja dulu.
Naya juga menceritakan tentang pernyataan cintanya yang ditolak oleh Abi. Setelah itu, dia ditinggal pergi tanpa kabar berita dan Abi menghilang bagai ditelan bumi selama empat tahun.
Naya juga bercerita, Jika ia mulai curiga dengan pimpinan perusahaan Mahardika Fashion. Naya sangat yakin jika itu Abi sahabatnya. Bedanya adalah dari segi penampilan, Abimanyu Mahardika adalah pria dari kelas konglomerat dan sebenarnya sangat mustahil jika itu adalah Abi sahabatnya semasa remaja.
"Mungkin saja sesuatu terjadi kepadanya. Bisa saja selama empat tahun ini dia berjuang keras dan akhirnya mendapatkan hidup dalam kemewahan. Tidak ada yang pernah tahu apa yang akan terjadi."
"Ya, kamu benar. Aku sedikit heran saja pada kehidupan yang sukses mempermainkanku. Selama empat tahun Aku dan Putra mencari kabar berita tentang keberadaan Abi namun tidak ada yang aku dapat. Tiba-tiba setelah empat tahun berlalu, aku menemukan dua orang yang sangat mirip dengan Abi yaitu kamu dan juga Abimanyu Mahardika. Awalnya aku berharap lebih Jika kamu itu adalah Abi."
"Karena menurutmu Abii lebih bisa seperti keadaanku sekarang daripada menjadi Abimanyu Mahardika?"
"Ya, aku berpikir seperti itu."
"Lalu, semisalnya salah satu dari kami adalah benar Abi sahabatmu semasa remaja. Apa yang akan kamu lakukan?"
Hemm, bagaimana jika Naya benar-benar bertemu Abi ya? Apa yang akan terjadi? Apa akhirnya Abi akan mengakui perasaannya? Atau tetap menganggap Naya sebagai sahabatnya?