Selamat membaca 💙
🌼👑🌼
Bukan hal yang sangat mudah bagi sang putri untuk mengerti maksud dari buku cinta dan mantra, sejentidatmai. Semalaman ia terus saja memikirkan lembaran-lembaran kosong yang ada di buku itu. Tetapi ketika pagi menjelang dan matahari dengan terangnya menyorot ke bagian dalam matera, seketika itu juga pikiran putri Aalona bekerja dan berputar sesuai kemampuannya. Satu detik kemudian, kata sejentidatmai terus terngiang pada kedua telinga. Dengan bersemangat Aalona beranjak dari ranjang dan membuka bukunya, yang ia simpan di atas meja. Di halaman pertama, persisnya mengamati judul 'Buku Bersejarah', ia langsung paham begitu saja. Saat ini, Aalona tahu jawabannya. Dirinya tahu alasan kenapa kertas-kertas selanjutnya tak terhiasi dengan tinta-tinta warna-warni seperti beberapa halaman yang lain. "Keturunan selanjutnya yang harus meneruskan. Aku harus tanya Bunda." senyum kecilnya perlahan menghilang, ia terdiam seketika. "Kenapa Bunda nggak ngelanjutin? Bukannya Bunda dan Ayah yang harus mengisi?" kemudian ia bergumam, "ahh... Sudah kuduga... Pasti tak tau tentang ini."
Aalona lantas meletakkan buku itu ke tempatnya. Ia akan bersiap-siap. Sebenarnya untuk masalah membersihkan tubuh atau yang biasa disebut dengan mandi, para mailnera tak membutuhkan itu. Mereka bukanlah manusia yang selalu berkeringat ketika beraktivitas. Main-main di air adalah cara mereka untuk menjernihkan lagi tubuh mereka. Sejatinya ia adalah makhluk yang betah di dalam ataupun di sekitar air. Selagi tempat tinggalnya tak roboh atau digusur, mereka selalu bisa bertahan dan selalu bersih tanpa perlu mandi layaknya manusia. Memang, hidup mailnera itu terlalu simple. Dan... Tanpa makeup-pun para perempuannya terlihat amat cantik. Lagi, di dunia mailnera tak mengenal yang namanya makeup. Mereka hanya tahu membaca, menulis, makan, minum, mengumpulkan madu, mendesain pakaian, membangun tempat tinggal sendiri, dan hal-hal kecil lain yang berhubungan dengan tumbuhan teratai.
"Aalona!" seru suara seseorang yang ia kenal dari luar pintu materanya.
"Masuk aja!" ditutupnya buku yang terletak di atas mejanya itu.
Lelaki itu tersenyum."Ratu Alena ingin dirimu ke istana sekarang, untuk sarapan." katanya tanpa mendekat dan to the point. Tak ada salam apapun karena sudah kebiasaannya kalau bersama teman-temannya.
"Oke Deryl. Aku akan ke sana." jawabnya sambil mengangguk. Ia pun memakai manaelama, mahkota yang sudah seharusnya menempel di kepala penerus dan anggota keluarga kerajaan teratai.
"Aku akan ke istana dulu. Siap-siaplah. Permisi." sahutnya lagi. Aalona menarik sudut bibirnya kemudian mengiyakan. Sedang pemuda berpakaian alabura itu sedikit membungkuk, memberikan senyum, lalu berbalik dan menutup kembali satu-satunya pintu yang ada di ruangan ini. Semenjak diberikan kepercayaan untuk menjaga istana dan kerajaan, Deryl lebih mengerahkan tenaga dan pikirannya untuk kerajaan teratai. Bahkan Berly juga lebih sering membantunya. Hanya Elina lah yang masih tersisa untuk mendampingi Aalona dan mengisi hari-hari sang putri. Tak apa, semua itu juga demi kelangsungan hidup dan kebahagian seluruh mailnera. Aalona juga sama, sejak ikut membagikan rodu, gadis itu lebih suka berbaur dengan rakyatnya. Memang, sifat rendah hati sudah melekat di hatinya, mendekati kata sempurna.
Sang putri lantas memilih pakaian perempuan yang terbuat dari daun teratai. Warna hijau, dimana menggambarkan lambang sejuk, membuat para penduduknya terlihat segar saat memakainya. Terlebih lagi, apudura memudahkannya bergerak saat melakukan apapun. Ingat, panjangnya yang hanya sebatas paha. Apudura juga didesain khusus agar para perempuan khususnya rakyat biasa, bisa lebih leluasa untuk menggerakkan tubuhnya. Lincah tanpa hambatan.
"Kupikir menjadi ratu sangat susah... Ternyata tak terlalu kalau apa yang kulakukan bisa membuat rakyatku senang." gumamnya dengan senyum yang sudah mengembang di wajahnya. Bisa dipastikan, siapa yang melihat akan terpesona.
Di tengah pergerakan jari-jarinya menutup pintu, tanpa permisi bayangan pemuda yang beberapa hari ini tak ia lihat sosoknya melintas begitu saja. Membuat bibir Aalona mengulas senyum tipis. "Alvison... Ya, aku merindukanmu. Sama sepertimu, diam-diam aku juga. Akan kutahan sampai dirimu kembali datang dan memanggilku dengan penuh kesungguhan dan ketulusan." lirihnya dengan kedua kaki yang berjalan cepat. Ia tak mau kalau semua mailnera tak kunjung sarapan hanya demi menantinya. Perihal ucapan yang menyangkut Alvison, perasaannya untuk lelaki itu memang bertambah kuat. Ikatan batinpun sudah mulai melekat, sedikit lagi akan terbentuk hingga menyeluruh. Namun harus dengan ikatan, bak sebuah tali yang tak bisa dipatahkan setelah mengikat janji atau sumpah sehidup semati. Apalagi kalau bukan, pernikahan...
🌼👑🌼
Siang ini, Alvison sudah harus meloncat ke cabang toko rotinya yang lain. Mengecek pekerjaan pegawainya lagi. Seperti tugas yang ia lakoni selama lima tahun ini. Bukan-bukan! Maksudnya, lima tahun yang lalu ia masih fokus dengan satu toko plus pabrik pembuatannya, bangunan cukup besar yang selalu ia kunjungi pertama kali, layaknya pagi tadi. Benar kalau kalian menebak bangunan yang ia datangi tadi hasil usahanya yang pertama, yang terutama dan selalu Alvison kunjungi pagi-pagi. 'SENSITIVITY' cake and bakery miliknya nomor satu itu sudah beroperasi lima tahun ini. Sedangkan tiga tahun belakangan ---ketika umurnya menginjak angka dua puluh tahun--- baru lah dua toko lainnya bisa pemuda tampan itu dirikan. Dengan kerja kerasnya dan sedikit bantuan dari sang Mami, berupa beberapa resep yang belum ia tahu dan cara pembuatannya. Sedangkan taktik pengembangan dan penjualan bisnis, Alvison yang mengelola. Dua teman SMAnya pun ikut andil, bekerja bersamanya. Profesi keduanya pun bukan hal sepele yakni menjadi tangan kanan Alvison.
"Halo." sapa pemuda itu begitu menggeser ikon warna hijau, gambar gagang telepon dilayar ponselnya.
"Ada hal penting yang harus kita bicarakan, Al."
"Oke. Sekarang?"
Terdengar decakan dari seberang yang membuat Alvison terkekeh. "Kukirim lokasinya, sekaligus makan siang. Aku akan mengabari Kean setelah ini. Bye!" sambungan mati. Sudah biasa, di setiap keadaan genting atau keperluan mendesak, salah satu sahabatnya itu akan cepat-cepat memberitahu dan buru-buru memutuskan panggilan. Sudah tak masalah bagi Alvison maupun Kean. Terlampau sering kedua sohibnya diperlakukan seperti itu. Tanpa berlama-lama, pesan masuk muncul.
Julian:
Kafe Janji Rasa
"Kalo ini tau lah!" komentarnya setelah membaca pesan singkat lelaki aneh itu. "Ngapain SMS...! Ngomong di telpon juga bisa... Susah amat. Ngulur waktu doang Jul-Jul...!" ditancaplah gas mobil itu dengan kecepatan jauh di atas rata-rata. Berhubung jalanan sedang tak padat dan tempat janjian mereka adalah salah satu tongkrongan andalan ketiganya, juga ditambah lagi rasa penasaran Alvison yang tak terbendung lagi. Ia tahu, ini menyangkut bisnis kuenya. Terutama masalah keuangan yang membuat Alvison dkk kelimpungan serta stress massal. Sungguh pintar dan terlatih orang yang menipu data keuangannya itu.
🌼👑🌼
Gimana? Selalu dan terus berusaha untuk menulis :) Terimakasih sudah menyimak :*
See you
God Bless you