"Assalamualaikum Bunda." Ucap Senja cukup lantang tapi tetap lembut saat melihat wanita paruh baya yang dia panggil bunda sedang duduk sendirian di ruang TV.
"Waalaikumsalam Sayang, baru pulang nak? Kok tumben telat?" Sahut bundanya.
Wanita itu masih terlihat sangat cantik meskipun sudah kepala empat, gaya bicaranya yang lembut memunculkan sifat keibuan dan keanggunannya.
"Iya bun, tadi keluar dulu sama temen. Bunda sendirian? Abang belum pulang?" Tanyanya seraya melepas sepatu yang masih melekat di kakinya.
"Abang udah pulang kok, cuma dia kayaknya kecapean jadi langsung tidur."
Senja hanya ber oh ria lalu langsung melanjutkan langkahnya ke kamar setelah berpamitan pada bundanya.
Langkahnya berjalan menuju kamar. Dia lelah, ingin langsung tidur saja rasanya.
Senja menatap kosong langit-langit kamar nya. Dia ingin tidur, tapi entah kenapa di pikirannya terbesit kejadian menyakitkan yang dia lalui setahun yang lalu.
Kejadian yang membuat dia merasa menjadi orang paling kejam, kejadian yang membuat dia merasa bersalah sepanjang hidupnya.
Juga membuat hidup seseorang yang semula cemerlang menjadi redup seketika. Menghancurkan seseorang menjadi hancur sehancur hancurnya.
Kejadian saat satu tahun lalu, ketika Senja....
"Aaarggghhh"
Senja mengacak rambu nya frustasi.
"Sampe kapan gue begini. Kalau kenyataannya jadi kaya gini, kenapa engga gue aja yang ngalamin kejadian itu. Gue emang brengsek! Gue udah ngancurin orang yang sayang sama gue!" Desisnya tertahan. Dia ingin berteriak, tapi itu tidak mungkin.
Tubuhnya bergetar menahan sesak di dadanya. Selaly seperti itu, Senja akan gemetar hebat saat kembali mengingat kejadian yang mengguncangnya setahun lalu. Kemudian air mata lolos dari matanya. Dia menutup wajah dengan kedua tangannya yang berkeringat.
"Maafin gue.. Tolong maafin gue."
****
"Njaa.... "
Suara teriakan itu berhasil membuat Senja menoleh ke arah orang yang meneriakinya. Terlihat Fajar disana.
Senja hanya diam dan mengangkat sebelah alisnya.
"Nja, pulang sekolah anter gue yuk." Pinta Fajar.
Senja mengernyit sebentar. Lalu,
"Kemana?" Tanyanya.
"Nyari kado buat cewek gue, lusa dia ulang tahun." Jawab Fajar.
Senja mendengkus lalu kembali membalik badannya.
"Gue engga minat." Ujarnya.
Fajar berdecak lalu mengekori langkah Senja.
"Gue engga nanya minat lo, gue cuma minta anter!" Sahut Fajar tak mau kalah.
Senja tidak peduli. Dia hanya terus berjalan tanpa memperdulikan Fajar yang masih berjalan di belakangnya.
"Mau ya Nja, please.. " Rayu Fajar.
Senja tidak memberi respon apapun.
"Senja, lo budeg ya?"
Dengan cepat Senja berhenti dan berbalik ke arah teman sekelasnya itu. Tapi dia malah mendapati wajah cengengesan Fajar.
"Mau ya, Nja. Engga lama kok."
Senja menghela nafas berat lalu mengiyakan ajakan Fajar. Membuat temannya itu bersorak girang.
"Yeee..! Lo emang sahabat terbaik gue, Nja. Kalau gitu pulang sekolah ketemu di parkiran aja ya, soalnya hari ini gue dispensasi jadi enggak masuk kelas seharian."
Senja hanya mengangguk pelan.
"Ok sip gue dulan ya, Nja. Thanks alot bro. " Seru Fajar seraya berlari ke arah ruang osis.
Senja pun berbalik dan melanjutkan langkahnya ke kelas.
Kelas Senja sudah hampir penuh, menandakan bahwa hampir semua teman sekelasnya sudah datang. Senja pun berjalan ke arah bangku yang berada di pojok paling belakang dekat jendela.
Ia menaruh ranselnya dan kemudian mengeluarkan earphone dari saku celannya. Sedetik kemudian dia terhanyut dalam senandung lagu yang sedang ia dengarkan sekarang.
"Brengsek emang tuh si Rian, sama cewek kasar banget." Ucap seseorang yang baru masuk ke dalam kelas.
Suara itu sayup-sayup terdengar oleh Senja, membuat cowok itu kemudian mengurangi volume musiknya tanpa melepas earphone dari telinganya.
"Dateng-dateng langsung ngomel lo! Ada apaan sih?" Sahut salah satu teman yang duduk paling depan.
"Rian ngedorong adik kelas cewek sampe jatuh di parkiran gara-gara tuh adik kelas engga sengaja nyenggol dia. Gila engga tuh cowok, kasarnya engga kira-kira."
Rian adalah siswa kelas 12 yang terkenal suka seenaknya karena dia anak dari salah satu pengusaha sukses di Jakarta, Adi Jaya. Dia dikenal kasar dan tidak patuh pada peraturan, meskipun sering keluar masuk ruang BK tapi herannya dia hanya di berikan surat peringatan biasa.
Senja masih diam, menyimak obrolan teman-temannya. Matanya menatap lurus ke arah pembawa berita yang ada di depan kelas.
"Adik kelas siapa? Gila pasti shock banget tuh cewek, kesian." Sahut temannya yang lain.
"Itu loh, kalau engga salah Anak Paskibra yang namanya si Lingga eh siapa sih Jingga apa ya? tuh cewek langsung nunduk, gue tebak sih dia nangis pasti. Gue yang liat aja langsung pengen nonjok Rian rasa nya."
"Terus kenapa engga lo tonjok aja?"
"Elah elo kaya engga tau aja, gue masih mau sekolah disini mengingat bokap Rian salah satu donatur di sekolah ini."
"Iya sih dilema juga ya, satu sisi kesian liat cewek di perlakuin kasar kaya gitu, tapi di sisi lain mending emang cari aman aja."
Tanpa mendengar lanjutan dari percakapan itupun Senja sudah paham dengan apa yang terjadi. Dia langsung berjalan keluar kelas tanpa peduli bahwa bel sebentar lagi akan berbunyi. Entah darimana dia yakin kalau yang dimaksud teman sekelasnya benar Jingga.
Senja berjalan sedikit tergesa. Dia berniat untuk mendatangi kelas dari gadis yang jadi bahan obrolan temannya tadi. Entah kenapa dia sedikit merasa khawatir.
Sedetik kemudian langkahnya terhenti, bukan di depan kelas Jingga melainkan di persimpangan yang menghubungkan arah jalan ke kelas Jingga dengan taman belakang sekolah.
Dia melihat Jingga duduk sendirian di taman belakang. Dengan pasti Senja melangkah mendekat dan berdiri di samping Jingga yang masih belum menyadari keberadaannya.
"Engga baik anak gadis duduk sendirian di lahan kosong kaya gini." Ucapnya mengangetkan gadis di sampingnya yang sedang menunduk.
"Se-senja? " Gadis itu mendongak tak percaya.
Senja membalasnya dengan senyuman kecil.
"Mata lo bengkak. Abis di tonjok siapa?" Selorohnya. Tatapannya datar, entah kenapa dia merasa kesal sekali sejak tadi.
"Engga kok. Engga di tonjok siapa-siapa." Jawab Jingga seraya kembali menunduk.
"Cewek hebat ya, masih bisa bilang engga apa apa padahal udah ada buktinya kalau dia kenapa-kenapa."
Jingga hanya terdiam mendengar penuturan Senja. Membuatnya menunduk semakin dalam.
"Kalau lo engga keberatan dan engga nganggep gue ngambil kesempatan dalam kesempitan, lo boleh kok meluk gue buat nenangin sedikit perasaan lo. Udah terbukti kalau pelukan gue bis---"
Bruuk
Tanpa membuang waktu Jingga langsung menubruk pria di depannya, dan menenggelamkan kepalanya di dada bidang itu. Membuat Senja sedikit kaget namun kemudian langsung membalas pelukan Jingga dengan hangat.
Jingga makin terisak di dada Senja. Membuat Senja mempererat pelukannya.
"Puasin nangis lo. Keluarin semuanya. Gue tau pasti sesak banget kan rasanya. Lo engga usah inget-inget lagi perlakuan Rian, dia emang suka seenaknya karena bokapnya donatur di sekolah ini."
Jingga kaget mengetahui bahwa Senja tahu hal apa yang membuatnya menangis,tapi dia enggan menanyakan. Dia hanya ingin menangis di pelukan pria ini, sebentar lagi.
"Aku malu.. Aku malu banget." Ucapnya sembari masih terisak
"Iya gue tau. Gue udah denger ceritanya dari temen sekelas gue." Jawabnya masih memeluk Jingga.
Pertanyaan Jingga terjawab sudah.
"Gue ngerti banget gimana perasaan lo di perlakuin begitu di depan banyak orang, itu lah kenapa gue disini sekarang." Lanjutnya lagi
Senja mengusap kepala Jingga dengan lembut. Membuat gadis itu makin enggan beranjak dari pelukan Senja.
"Aku kan engga sengaja nyenggol dia, Senja. Aku juga udah minta maaf, tapi dia malah langsung ngedorong aku." Suaranya mulai tenang tapi sedikit parau.
"Iya iya, udah ya jangan nangis lagi. Baju gue udah penuh sama ingus lo." Ucap senja sambil terkekeh.
Sontak Jingga melepaskan pelukan Senja. Dilihatnya baju Senja yang memang sudah basah entah itu karena air mata atau apa.
"Sorry ya." Jingga tertunduk malu
"Hahhaa gue becanda kok, engga apa-apa. Lagian kan tadi gue yang nyuruh lo meluk gue."
Jingga masih enggan menatap pria di sampingnya itu.
Senja tersenyum kecil. Gemas melihat Jingga yang malu-malu.
"Lo boleh kapan aja dateng ke gue. Jangan biasain bilang engga apa-apa kalau nyatanya lo kenapa-kenapa. Lebih baik beban lo di bagi ke orang lain, daripada lo ngerasa sesak sendirian. Dan satu hal lagi, kalau lo nunjukin kelemahan dan ketakutan lo di depan orang yang berlaku kurang baik sama lo, itu cuma akan bikin orang itu seneng ngerjain lo. Lo harus bisa ngelawan kalau lo engga salah. "
Jingga sedikit mendongkan kepalanya. Matanya bertemu pandang dengan mata Senja yang tengah tersenyum padanya.
"Makasih ya Senja. Aku bener-bener ngerasa lebih baik sekarang. Ehm kamu bolos jam pelajaran ya?" Tanyanya ragu.
Senja tersenyum lagi ke arahnya
"Iya, kan gue dari tadi disini sama lo. Engga apa-apa lah sekali sekali bolos." Jawabnya santai sambil mengarahkan pandangannya ke depan. Tidak lagi menatap Jingga.
Justru kebalikannya, Jingga menatap pria di depannya dengan intens. Ada rasa nyaman di dalam hatinya.
"Jangan kelamaan ngeliatin gue, nanti kalau lo jadi suka sama gue, gue bakal bingung."
Ucapan Senja membuat Jingga mengerjapkan matanya berkali-kali.
"Ih PD banget." Jingga langsung memalingkan wajahnya.
Senja yang melihat reaksi Jingga hanya tersenyum kecil,membuat lesung pipinya terlihat. Sayang Jingga tidak menyadari hal itu.
"Lo pasti laper abis nangis sesenggukan kaya tadi. Mau ke kantin bareng gue engga?" Tanya Senja sambil mengarahkan pandangannya pada gadis yang sedang salah tingkah itu.
Jingga mengangguk pelan.
Mereka lalu berjalan berdampingan ke arah kantin, namun keadaannya justru terasa canggung. Tidak ada yang membuka suara di antara keduanya sampai mereka tiba d kantin sekolah yang lumayan sepi karena memang belum waktunya istirahat.
"Mau makan apa?" Tanya Senja saat mereka sudah duduk di salah satu bangku kantin.
"Samain aja sama kamu." Jawab Jingga kikuk.
Senja pun berjalan ke arah salah satu penjual di kantin itu dan memesan dua mangkuk bakso dan teh manis hangat.
"Ini punya lo." Ujarnya sembari mengarahkan semangkok bakso ke hadapan Jingga.
Jingga hanya menerimanya dengan senyum.
Beberapa saat keheningan menghinggapi mereka kembali yang mulai sibuk untuk menghabiskan baksonya masing-masing.
Senja melirik sekilas ke arah Jingga yang sibuk dengan baksonya.
"Lo laper banget emang?" Tanya Senja sedikit terkekeh.
Jingga memelototi pria di depannya itu, membuat Senja semakin tertawa geli melihatnya.
"Baru kali ini gue liat cewek makan engga ada jaim-jaimnya."
Jingga menatap Senja lagi.
"Emang mustinya gimana cara cewek makan? Perasaan cara makan mah sama aja, tinggal masukin makanan ke dalam mulut doang." Ucapnya kemudian kembali sibuk dengan baksonya.
Senja tersenyum kecil.
"Lo temen sekelasnya Dafira, ceweknya Fajar kan?"
Jingga menoleh sembari menepiskan mangkuk baksonya yang sudah kosong.
"Iya, Dafi sahabat aku dari SMP. Aku awalnya kaget pas tau dia jadian sama kak Fajar, karena setau aku mereka belum lama deketnya. "
"Gue sih engga heran, soalnya Fajar emang gitu kalau suka sama cewek, dia mah engga suka lama lama pedekate." Ucap Senja sambil menepiskan mangkuknya juga.
"Hmm tapi aku takutnya kak Fajar engga serius sma Dafi. Soalnya kan kak Fajar most wanted di sekolah ini, pasti banyak banget cewek yang ngejar-ngejar dia."
Senja mengernyit lalu berdehem pelan.
"Kalau soal itu serahin aja ke mereka berdua, soalnya kan mereka yang mutusin buat punya hubungan yang lebih dari temen. Temen lo juga pasti udah tau resikonya pas mutusin buat nerima Fajar jadi cowoknya."
Jingga hanya mengangguk menyetujui perkataan Senja.
Dewasa banget pemikiran nih cowo, gumamnya dalam hati.
"Udah selesai kan? Gue anter lo balik ke kelas yuk. Sebentar lagi jam istirahat." Ajak Senja sembari berdiri dari duduknya.
Jingga pun mengangguk dan mengikuti Senja yang sudah lebih dulu berjalan di depannya.
Senyum kecil mengembang di bibir mungil Jingga, tidak menyangka bahwa kejadian memalukan yang di alami nya justru membuat dia semakin dekat dengan kakak kelas yang baru di kenalnya ini.
'makasih banyak Senja'
******