PAGI MEREKAH,
TUHAN SEDANG JATUH CINTA...
Butiran embun menapak pada daun jendela terlihat jelas di sana; gelebah menggoda dalam tiap titiknya.
Jemari fajar mengetuk jendela, kicau murai menyiulkan dongeng tentang harapan yang menggantung menawarkan harap - harap di ranting - ranting cahaya.
47 jam terlewati dengan pertempuran antara otak dan mata yang tidak habis - habisnya. Aku susuri ruang tengah lalu ruang keluarga. Masih terlelap semua.
Aku keluarkan rokok kretek yang biasa kita sulut bersama; yang biasanya selalu membuat kita berdebat kecil mengenai siapa yang berhak menghisap rokok yang tinggal satu - satunya.
Ah mungkin saja masih ada kopi sisa semalam di teras. Aku akan berusaha keras untuk memejam setelah ini.
Hanya butuh 2 teguk untuk menghabiskan sisa kopi yang sempat ku seduh semalam; seraya dengan pasukan rintik hujan yang turun ramai - ramai tanpa pemberitahuan. Waktunya masuk ke dalam.
Seketika sunyi mencekam datang menghujam dikala hujan deras seperti ini; ada yang kurang, ada yang hilang.
Tidak wajar.
"Eh tunggu sebentar, mana ampas nya?"
PAGI MELAYU.
TUHAN, TOLONG BANGUN CINTA...