Chapter 22 - LIMINAL

Maafkan aku.

Cara yang bodoh untuk memulai, tetapi memang benar begitu adanya.

Maafkan aku.

Entah bagaimana menjelaskan bahwa aku telah menghabiskan seluruh hidupku untuk menelan rasa pahit dari pikiranku sendiri. Perasaan abstrak; mereka merangkak seperti darah di antara celah - celah di gigiku.

Aku berani bersumpah dulu aku mahir dalam hal ini. Bagaimana bisa hal - hal yang dulu mudah, gagap hingga berhenti runtuh di tengah, gemetar dan hancur berantakan; kata - kata.

"Ah! Dungu!"

aku mengepalkan tangan yang dingin ini menjadi tinju terhadap wajahku sendiri.

Terkadang aku tidak bisa tidur walakin sejatinya istirahat adalah hadiah.

Kalau bermimpi adalah sebuah pengampunan; aku tidak ingin dimaafkan.

Mimpi buruk adalah berkat, membuktikan semua kesalahanku adalah benar. Dan aku tidak tahu apa saja sebenarnya dosa ku.

Tapi aku yakin mereka sangat parah dan serius.

Menjerit dalam hati

"Bangun, bangun..."

ketika aku bahkan tidak sedang tertidur.

Aku tidak bisa tidur.

Aku tidak akan tertidur.

Terbelalak.

Aku sedang menerka bagaimana caranya ku mati nanti; tersedak.

Kata - kata.

Tidak dapat tertelan, tidak dapat dikeluarkan. Menyayat dinding kerongkongan perlahan - lahan dikarenakan rahang yang terkatup.