Dewa mendatangi sebuah toko boneka yang terletak tidak jauh dari rumahnya. Ia terlihat bingung memilih-milih boneka berukuran besar. Ia pun akhirnya memilih boneka kucing bulunya berwarna abu-abu. Setelah membayar boneka itu, Dewa pun keluar dari toko boneka itu.
Sekali lagi, ia memandangi boneka yang sangat besar itu. Ia membeli boneka itu untuk diberikan kepada Amor karena gadis itu berulang tahun. Ia tak tahu apakah gadis itu akan menyukai kejutan ini atau tidak. Tapi, ia berharap Amor menyukainya.
"Yeah ... semoga aja dia suka," gumamnya.
Tiba-tiba, ia melihat Ellen dan Emi hendak memasuki kafe yang terletak di sebelah toko boneka itu. Mereka pun menyapa Dewa yang masih berdiri di sana.
"Oh, Dewa? Ngapain kamu ke sini?" tanya Ellen. Dewa menunjukkan boneka kucing yang dimasukkan ke dalam tas plastik itu.
"Gue abis beli ini," sahut Dewa dengan datar.
"Oh, pasti buat cewek kamu kan?" tanya Ellen lagi. Dewa hanya menjawab dengan anggukan.
"Ellen, Dewa ini siapa?" tanya Emi kepada anaknya. Gadis itu pun menjawab sembari tersenyum.
"Dewa ini orang yang udah nolongin kita buat nyembuhin ibu," sahut Ellen, ia lantas menatap Dewa.
"Wa, kamu mau kan ikut makan siang bareng kita?" tanya Ellen kepada laki-laki itu. Ia sangat berharap Dewa bersedia untuk ikut makan siang bersama mereka.
"Enggak deh," sahut Dewa.
"Oh, ayolah. Aku yang traktir. Hitung-hitung ini sebagai ungkapan terima kasihku buat kamu," rayu Ellen. Dewa pun terdiam sejenak. Sejujurnya, ia tidak punya alasan untuk menolak. Dan akhirnya, ia pun menyetujui permintaan Ellen.
*****
Mereka bertiga tengah menunggu makanan yang mereka pesan itu tiba di meja mereka. Sembari menunggu, mereka pun berbincang-bincang. Dewa seringkali menatap Emi. Menurutnya, aura wanita itu sudah berubah menjadi positif. Gaya bicara juga sangat berubah. Jika sebelumnya gaya bicaranya terdengar dewasa, sekarang justru seperti seorang remaja. Meskipun Emi sangat sering terlihat kosong, setidaknya wanita itu sudah tidak jahat lagi.
"Maaf ya kalau aku nggak bisa ingat sama kamu, Dewa," ucap wanita itu. Dewa pun tersenyum tipis mendengar ucapan itu.
"Nggak apa-apa, Tante," sahut Dewa. Tak lama kemudian, Emi pun berpamitan menuju ke toilet. Ketika Emi telah menghilang, Ellen pun mengembuskan napas panjang.
"Sampai kapan ibu harus kayak gitu?" keluhnya. "Ia bahkan nggak ingat sedikitpun tentang kami,"
"Itu wajar. Ibu lo kemasukan roh jahat itu sejak dia masih remaja. Jadi, dia nggak akan ingat apapun tentang lo dan ayah lo," sahut Dewa. Ia pun melanjutkan kata-katanya.
"Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah membimbingnya menjadi pribadi baru. Karena percuma kalau lo bikin ingatannya balik lagi, ibu lo nggak bakal ingat apa-apa," lanjut Dewa.
Ellen terlihat sangat sedih mengingat tentang Emi. Ia lantas berkata kepada Dewa.
"Beruntung banget ya orang-orang di luar sana yang ibunya nggak pernah lupa sama mereka," gumam Ellen.
"Nggak usah gitu, lo masih beruntung. Se'enggaknya lo masih punya orang tua, meskipun Tante Emi itu cuma ibu tiri lo," sahut Dewa. "Se'enggaknya, lo masih bisa melihat mereka,"
Mendengar ucapan Dewa, gadis itu merasa tak enak hati. Itu karena ia tahu bahwa Dewa tak memiliki orang tua dan sedikitpun tak bisa merasakan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Wajah laki-laki itu terlihat sangat sedih meskipun ia mencoba untuk tetap tegar.
"Eh, sorry. Aku nggak bermaksud bikin kamu sedih," ujar Ellen dengan sedikit merasa bersalah. Tapi, lagi-lagi laki-laki itu tersenyum tipis.
"Nggak apa-apa,"
*****
Pukul 23.55 WIB, Dewa tiba di depan rumah Amor. Tak lupa, ia juga membawa semua yang sudah dipersiapkan. Ia pun mencoba menelepon gadis itu. Beberapa saat kemudian, akhirnya Amor mengangkat telepon Dewa.
"Ada apa sih sayang, kok kamu telepon malam-malam gini?" tanya Amor sembari menguap, tampaknya gadis itu baru saja terbangun dari tidurnya. Dewa pun tersenyum dengan sangat manis karena mendengar suara kekasihnya yang terdengar lucu baginya.
"Maaf kalau aku gangguin kamu, Sayang. Tapi, apa kamu bisa ngeliat ke jendela?" tanya Dewa sembari mempersiapkan semuanya.
"Eh, emangnya kenapa?" Amor balik bertanya kepada laki-laki itu.
"Udah, ikutin aja apa kataku," sahut Dewa. Amor pun bangun dari tempat tidurnya, dan berjalan ke arah jendela.
Amor sangat terkejut ketika melihat kembang api yang begitu cantik berada di antara langit malam. Rupanya, itu semua adalah ulah Dewa. Laki-laki itu berkali-kali menyalakan kembang api sembari meneleponnya.
"Happy birthday, My Dear," laki-laki itu mengatakannya sembari menatap Amor yang berada di balik jendela. Gadis itu membalas tatapan Dewa dengan penuh rasa haru. Ia benar-benar tak menyangka bahwa dirinya akan mendapatkan kejutan semanis ini dari Dewa. Ia pun berlari menuju ke luar rumah agar bisa melihat laki-laki itu.
Setibanya di sana, gadis itu menerima boneka kucing yang sangat menggemaskan dari Dewa. Amor nyaris saja menangis karena sangat bahagia atas perlakuan manis Dewa.
"Nih, buat kamu. Kamu suka kucing kan? Tadinya, aku mau kasih kucing beneran. Tapi ternyata mahal," ucap Dewa sembari tersenyum. Amor tak menyangka bahwa Dewa mengetahui semua tentang dirinya meskipun ia tak pernah mengatakan hal itu.
"Makasih ..." sahutnya. Oh tidak, ia bahkan sudah meneteskan air matanya.
Beberapa saat kemudian, mereka pun duduk sembari memandangi langit malam yang begitu indah. Amor memeluk erat boneka itu, dan bertanya kepada Dewa.
"Kapan ulang tahunmu, Sayang?" tanya gadis itu. Laki-laki itu pun langsung menggedikkan bahu.
"Nggak tahu," sahut Dewa. "Jujur aja, aku nggak pernah ngerayain ulang tahun. Karena, aku nggak tahu kapan ulang tahunku,"
Laki-laki itu menjawab dengan sangat santai. Tetapi, Amor sangat tahu jika laki-laki itu juga ingin seperti manusia yang lainnya. Mulai dari mendapatkan kasih sayang, sampai mendapatkan ucapan selamat ketika sedang berulang tahun. Gadis itu pun tersenyum.
"Kalau gitu, anggap aja sekarang kamu juga lagi ulang tahun," ujar gadis itu dengan antusias. Dewa merasa sedikit bingung dengan maksud gadis itu. Amor pun mengulurkan tangannya sembari tersenyum.
"Hai, Sayang. Selamat ulang tahun!" seru gadis itu dengan senyuman yang ceria. Dewa tak menyangka bahwa dirinya akan mendapatkan ucapan selamat ulang tahun dari kekasihnya. Ia merasakan kebahagiaan tersendiri dari dalam hatinya yang ia sendiri pun tak tahu, kebahagiaan macam apa ini? Dewa tersenyum penuh haru sembari membalas uluran tangan gadis itu.
"Makasih banyak," sahut Dewa. "Makasih banyak. Karena, kamu udah bikin aku akhirnya bisa ngerasain gimana rasanya ngedapetin ucapan selamat ulang tahun,"
Amor merasakan ketulusan dari ucapan Dewa. Amor pun tersenyum, dan menyandarkan kepalanya pada bahu Dewa.
"Kamu harus janji sama aku, Dewa. Jangan pernah merasa bahwa kamu berbeda dari orang lain. Kamu sama seperti manusia normal yang lainnya," ucap gadis itu sembari menunjukkan jari kelingkingnya. Dewa menganggukkan kepalanya sembari mengaitkan jari kelingkingnya pada jari gadis itu.
"Aku janji,"
***** TBC *****