Setengah jam berlalu, Clara berjalan meninggalkan ruang utama menuju seorang wanita yang selalu mengusiknya.
" Apa kamu memiliki restoran khusus yang ingin kamu datangi?" tanya Irene antusias.
Clara hanya merespon dengan gelengan kepala.
"Ok baiklah... Ikut denganku." sambil tersenyum Irene melangkah memimpin jalan menuju parkiran.
Tiba di sebuah restoran mewah di tengah kota, mereka disambut pelayan dan langsung mengantar mereka ke ruangan yang sudah di booking irene sebelumnya.
Sebuah restoran yang memiliki privat dining room, dan disinilah Clara berada, salah satu ruangan dengan interior yang kental dengan suasana eropa, dengan furniture kayu yang tersusun rapi, lampu gantung chandilier mini yang bergantung di setiap sudut hingga suasana yang sedikit tamaran membuat makan malam di restauran ini seperti layaknya makan malam di Prancis.
Selesai memesan beberapa menu, Irene terus berceloteh tentang apa saja pada Clara yang selalu mendapat tanggapan dingin dan acuh tak acuh pada dirinya.
Jika saja Clara bisa, ia bahkan tak mau repot-repot menerima undangan wanita ini. Terlalu berisik dan sangat mengganggu menurutnya, tapi demi kenyamanan dimasa depan ia menerima undangannya. Ya demi rasa nyaman.
Selalu mendapat respon acuh tak acuh , Irene kembali diam untuk beberapa saat kemudian beranjak pergi yang katanya ingin ke toilet.
Beberapa pelayan yang membawa nampan berisi menu yang sebelumnya mereka pesan memasuki ruangan dan segera mengaturnya.
Irene belum kembali.
Clara hanya duduk diam dengan pandangan datar pada menu di depannya.
Untuk beberapa saat yang lalu ketika ditinggal Irene, Warna mata Clara perlahan berubah menjadi violet, perubahan itu memungkinkannnya untuk melihat segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya tanpa penghalang. Ya itu adalah salah satu kemampuan uniknya 'tembus pandang'.
Sekilas ia mengamati gerak gerik Irene mengeluarkan bungkusan kecil menuangkan bubuk pada makanan yang dibawa oleh salah satu pelayan untuk menuju ke ruangannya.
Melihat sekilas benda ditangan Irene, seketika membuat Clara menegang.
'Benda itu...'
Itu adalah benda terlarang berupa bubuk sejenis racun yang ada di organisasi, benda yang tidak bisa disentuh sesuka hati tanpa izin dari pemimpin, benda yang hanya bisa digunakan pada misi misi tertentu, tak memiliki aroma, rasa, namun sangat mematikan.
'Itu, kenapa?'
'Kenapa benda itu ada pada Irene?'
Segala macam prasangka muncul di benaknya, dugaan-dugaan menggerogoti kepalanya, tak ingin percaya pada semuanya tapi itu disaksikan oleh matanya sendiri.
'Mengapa?'
'Paman, mengapa?'
Meskipun hanya sepersekian detik, itu sudah lebih dari cukup untuk membuat dunia Clara runtuh, memutuskan sisa sisa semangat yang selama ini dipertahankan, satu satunya hal yang membuatnya bisa bertahan hidup di lingkungan yang keras adalah karena keberadaan Raka 'Pamannya'.
Dan sekarang orang yang dianggap orang tuanya sendiri bekerja sama dengan orang lain untuk membunuhnya.
'Apa salahku?'
'Mengapa mereka ingin... Aarrggghhhh'
Teriakan teredam dihati Clara. Dadanya sesak, mencoba meraup oksigen sebanyak mungkin.
Meskipun selalu tampak dingin dan menyendiri, jauh dilubuk hatinya, ia sangat menyayangi pamannya, ia sangat menghormati pamannya, hal yang sama sekali tak pernak terpikirkan olehnya terjadi di depan matanya sendiri.
'Ingin menangis, tapi buat apa?'
'Menangisi mereka yang mengkhianatiku hanya membuatku semakin menyedihkan'
'Ingin marah, tapi bagaimana?'
'Ingin melarikan diri ke tempat lain, tapi kemana?'
Tak seorangpun yang menginginkan keberadaannya.
Seketika perasaan ingin mengilang dari dunia ini muncul dibenaknya, perasaan putus asa yang tak seorangpun bisa tanggung
Decitan pintu terbuka terdengar, Irene melangkah masuk menuju kursi yang berada tepat depan Clara.
"Wah makanannya sudah datang.. kenapa tidak makan?" Irene tersenyum lebar seolah tak ada yang terjadi.
"Jangan bilang kamu menungguku? Ah Baiklah, karena aku sudah kembali mari kita makan." tambahnya lagi mulai melahap makanannya sendiri.
Clara masih dengan wajah dinginnya duduk kaku memandang menu didepannya. Aroma makanan mengisi ruangan, berdesakan memasuki rongga hidung. Untuk sekilas, jika itu orang lain akan merasa bahwa tak ada yang salah dengan makanannya, tapi itu Clara, bukan tidak mungkin baginya untuk tidak mengetahui kandungan menu dihadapannya.
Tenggelam dalam pikirannya, didorong perasaan putus asa, tangannya perlahan bergerak memegang sendok mengambil beberapa makanan ke mulutnya.
Diam diam Irene mengamati sambil bersorak riang didalam hati.
'Hahaha.... Seorang gadis yang bahkan pamannya sendiri menginginkan hidupnya, hal aku tunggu tunggu akhirnya tiba' Mengungkapkan tawa samar yang tak seorangpun bisa mendeteksi.
'Tak lama lagi aku bisa memiliki raka dan semua aset keluarga Raimond akan menjadi milik kami berdua'
Ya sedari kecil Clara adalah pemilik sah dari semua aset keluarga raimond. Tak sedikitpun Raka memilik hak atas semua itu. Tak sedikitpun.
Berusaha mempertahankan tubuh tegaknya, keringat dingin mulai mengalir di tubuh Clara, perasaan tidak nyaman mengalir di tubuhnya, dadanya semakin sesak, sakit yang luar biasa seperti ribuan paku menggerogoti jantungnya.
Namun, perasaan itu tidak membuatnya berhenti untuk terus mengambil makanan ke mulutnya dengan pikiran bahwa semakin tinggi dosis yang dikonsumsi, maka kesempatannya untuk menghilang sangat cepat.
Tak ada hal lain dipikirannya selain ingin menghilang secepat mungkin.. Clara muak dengan segala yang ada di kehidupan ini. Memiliki semua aset keluarga Reimond dan kemampuan yang berbeda dari yang lain bukan jaminan membuat hidupnya Bahagia.
Irene tergelak
"Cckk, melihat respon tubuhmu, sepertinya bubuk itu bereaksi lebih cepat dari yang aku duga, berhentilah berpura pura kuat. Dasar bodoh!"
"Jangan bertanya kenapa, Itu semua salahmu. Siapa yang menyuruhmu memiliki semua hal yang seharusnya menjadi milik Raka? bukan tidak mungkin suatu saat kamu akan menggantikan posisi Raka, dengan kemampuan dan kelihaianmu siapa yang tahu suatu saat kamu akan membunuh kami?"
"Menjadi pemimpin organisasi?"
"Cihh... dalam mimpimu!"
Semua hal terjadi begitu saja.. kebencian dan kecemburuan yang tumbuh mendarah daging dihati pamannya tak pernah ditunjukan padanya.. melihat semua ini, Clara bahkan tak pernah berpikir sejauh itu.. dalam dirinya.. ia hanya ingin hidup dan membalas semua kebaikan pamannya karena telah merawatnya dari kecil.
Tapi sekarang?
Bahkan keinginan untuk hidup sudah tidak ada lagi. Mungkin keputusannya sudah benar, mengambil racun untuk dirinya sendiri mungkin sudah menjadi keputusan yang tepat baginya.
Suara terbentur terdengar, tubuhnya tak lagi bisa menopang dirinya, Clara jatuh tersungkur diatas lantai, rasa sakit yang dirasakan meningkat bekali lipat, keringat dingin sudah membasahi seluruh tubuh dan pakaian yang ia kenakan, wajahnya menegang, urat di leher dan tangannya menonjol, penglihatannya mulai kabur, kesadarannya mulai memudar, namun tak ada jejak penyesalan di wajahnya.
Mungkin...
Mungkin sejak awal memang lebih baik jika ia tak pernah ada.
Perlahan namun pasti.. Kegelapan merenggutnya, memutuskan segalanya dari dunia ini membuatnya bebas
Jika bisa...
Di kehidupan berikutnya ... Ia tidak ingin menjadi siapa-siapa,, ia hanya ingin bahagia dan hidup bebas.