Di lobby hotel Lara mulai tertidur dalam posisi duduk di sofa sambil menunggu jemputan bersama dengan Syahid.
"Astaga, Dimas lama sekali?" gumam Syahid yang melihat Lara tertidur di sofa lobby hotel bintang lima daerah simpang lima.
Lara tertidur sangat nyenyak sekali, bahkan memancarkan wajah yang begitu ayu sekali.
"Astaga, dia wanita yang sangat cantik sekali, bahkan tanpa polesan make up yang menempel di wajahnya sekalipun," puji Syahid dalam hati kecilnya, ia mulai terpesona dengan kecantikan alami Lara Sarasvati. Wanita dengan hijab sederhana dan memiliki kelembutan hati.
Beberapa hari lalu Syahid melihat Lara dengan kebaikan hatinya. Ia menatap wanita itu seperti peri cantik yang sengaja Allah turunkan ke bumi. Bahkan, semangat kerjanya sepekat espresso yang telah ia racik dalam secangkir kopi latte.
Ponsel Syahid berdering, lalu ia pun menatap layar ponselnya. Sebuah pesan chat singkat dari Dimas.
DIMAS : Bro, aku sudah di depan. Kamu cepetan ke sini.
SYAHID :Okey, balas Syahid lewat pesan chat whattsap.
Syahid tidak tega membangunkan Lara yang sudah terlelap tidur. Lalu, ia terpaksa untuk mengendongnya ala bridal style.
"Lara, kamu cantik sekali layaknya peri," puji Syahid dalam hatinya, ia perlahan membawa Lara keluar dari lobby hotel menuju ke depan.
Mobil sedan hitam terhenti di depan pintu hotel, lalu ia pun berjalan sambil mengendong Lara.
Kaca mobil terbuka.
"Siapa dia, bro?"
"Udah, nanyanya nanti saja, tolong dong bukain pintunya."
"Iya," balas Dimas, lalu keluar sejenak untuk membantu membukakan pintu bangku belakang mobilnya.
"Gila, cantik banget. Bagaikan aroma surga, tapi dia mirip dengan..."
"Dim, udah tengah malam. Kasihan kalau dia kemalaman."
"Bro, kasihan juga apa kata tetangga dia. Kalau dua cowok nganterin dia ke kontrakannya. Saranku, biar kita bawa ke kontrakan Anya."
"Tapi,-"
"Anya, pasti nggak keberatan. Kan, cuman numpang semalam doang. Nanti, kalau dia nanya. Biar aku bilang kalau dia sepupu jauhku."
"Terus, kalau dia bangun terus..."
"Halah, ntar itu dipikir lagi."
"Baiklah."
Mobil sedan melaju dengan sangat kencang.
*
Di rumah sakit kondisi Kara masih belum sadarkan diri Bahkan dia masih dirawat di ruang ICU. Di sana hanya ada kedua orang tua Haslan yang dengan setia menunggu menantu kesayangannya.
Lira merasa sangat kesal sekali karena putranya tidak kunjung datang bahkan nomornya dihubungi tidak bisa sama sekali. Dia mulai menggerutu dalam hati kecilnya." Bagaimana sih Haslan! Istrinya masuk rumah sakit dia malah menghilang! Ini pasti seperti kelakuan ayahnya seperti dulu! "
Lira terlihat sangat modal mandi sekali bahkan kondisi karena tidak ada perkembangan sama sekali. Dia berharap kalau perempuan itu segera sembuh agar dia tidak pulang pergi ke rumah sakit.
Kemudian terdengar suara langkah kaki. Lira pun menoleh ke sumber suara itu. Dia melihat suaminya datang Lalu menghampirinya yang terlihat sangat gelisah sekali.
Wijaya mulai datang dan mengecup kening Lira dengan begitu hangat sekali."Kamu sudah lama menunggu di sini? Bagaimana perkembangannya menurut kata dokter?"
Lyra hanya mampu menggelengkan kepalanya karena tidak ada kabar perkembangan dari menantunya. Bahkan dokter pun hanya bisa menunggu keajaiban saja. Karena kondisi sekarang semakin melemah mulai dari tekanan detak jantungnya maupun tekanan darahnya. Dia berharap kalau menantunya itu apa saja.
*
Pov Haslan.
Aku terbangun dari tidurku dan mendapati diriku di sebuah kamar yang ku rasa sebuah hotel. Sungguh, aku hanya ingat malam itu di club malam.
Astaga, aku nggak ingat sama sekali kejadian selanjutnya. Apa aku mabuk lagi? tanyaku dalam diriku sendiri.
Aku mulai menuruni ranjang hingga menampakkan kedua kakiku di atas lantai kamar, lalu aku berdiri tegak dengan sedikit mengumpulkan sebuah sisa-sisa nyawa hingga utuh.
Aku mulai berjalan, lalu masuk ke kamar mandi dan menutupnya perlahan-lahan.
Kenapa aku nggak ingat kejadian kemarin malam? Astaga! gumamku dalam hati, lalu aku melucuti seluruh pakaianku hingga tak tersisa sama sekali. Ku nyalakan shower dengan suhu sedang. Air pun mengucur hingga dari ujung kepala menuju ke ujung kaki.
Aku mulai berusaha mengingatnya. Sungguh, aku tak mengingat satu pun secerca jejak kemarin.
Berulang kali aku mencoba mengingat kejadian kemarin, tapi masih saja aku belum mengingatnya sama sekali. Arrghh, bodohnya diriku! teriakku dalam pancuran air shower.
Aku pun terdiam sejenak, lalu aku hanya bisa terus berusaha mengingatnya sekali lagi.
Sial! Aku tidak dapat mengingat semua itu kembali, geramku. Lalu, aku pun mematikan air shower. Tangan kananku pun menyambar handuk hingga menutupi dari pinggang ke lutut.
Aku menarik napas sejenak dengan menutup kedua mata. Kedua kakiku mulai berjalan hingga ke depan pintu kamar, lalu tanganku meraih gangang pintu.
Cklek.
Pintu kamar mandi pun terbuka, lalu aku mulai melangkahkan kedua kaki untuk segera keluar dari kamar mandi. Sambil sejenak menarik napas kasar, hingga meruntuki kebodohanku.
*
Pov Lara.
Semalam aku tertidur pulas di sebuah ranjang, aku mendapati diriku terjaga.
Hoam!
Aku mulai menguap sambil melentangkan kedua tanganku. Ku kerjap-kerjapkan kedua mataku.
Suara pintu terbuka, aku mendapati seorang wanita muda cantik memakai jas snelli dengan membawakan satu nampan makanan dan susu di atasnya.
"Selamat pagi!" sapanya dengan senyuman membentuk bulan sabit.
Aku pun membalas senyuman, tapi aku masih bingung, karena aku hanya ingat kejadian malam itu sedang mendapati Haslan di kontrakan tiga petak.
Haslan mengetuk pintu tengah malam, lalu aku pun membukanya.
"Haslan?!" pekikku.
"Lara aku cinta kamu," ucapnya dengan nada mabuk berat, ku dapati aroma alkohol begitu pekat.
"Apa-apaan kamu Haslan?! Pulanglah ke rumah istrimu!" usirku.
"Aku nggak mau, karena aku cuman mau sama kamu, Lara," rengeknya.
"Enggak, kamu harus pulang! Aku..."
Haslan terlihat hampir pingsan, lalu aku membopongnya masuk dan meletakkannya di atas sofa kamar tamu
Ku putuskan meminta bantuan Syahid, karena di kota ini aku hanya mengenal dia. Lalu, aku pun menelponya, setelah itu dia datang ke kontrakanku.
Dia membantuku membawa Haslan ke sebuah hotel di kawasan simpang lima, Semarang. Setelah, sampai di hotel. Aku dan Syahid membawanya ke lobby hotel hingga memesan satu kamar untuk Haslan yang sedang mabuk parah.
Setelah, Haslan berhasil dibawa pelayan ke kamarnya, aku mulai duduk sambil menunggu jemputan dari teman Syahid hingga aku tertidur. Tiba-tiba aku terbangun di kamar orang lain.
*
Kara pun dirawat di ruang ICU, kondisinya masih belum sadarkan diri.
Wanita itu nekat bunuh diri, untung saja tidak kehilangan nyawanya. Dokter berhasil menyelamatkan wanita itu.
"Bagaimana kondisi menantu saya?"
"Dia baik-baik saja nyonya."
"Syukurlah, kalau begitu."
Wanita itu terlihat sangat panik, ketika dokter keluar dari ruang tempat Kara dirawat. Meskipun, masih koma belum melewati masa kritis.
*
Haslan masih di hotel, ia meminta Sinta asistennya untuk membelikan pakaian untuknya.
"Mungkin aku akan bermalam di sini kembali," ujar Haslan.
Haslan pun menunggu pakaian baru, ia masih menggunakan pakaiannya yang kemarin.
"Kemana Sinta?" desis Haslan menunggu Sinta datang memberikan pakaian untuknya.
Haslan sengaja ke Semarang, ia berniat membawa Lara bersamanya kembali. Ia akan berjuang sekuat tenaga. Hingga titik penghabisan cinta.
"Aku akan membawamu bersamaku kembali. Semoga masih ada kesempatan kedua itu," kata Haslan dalam dirinya sendiri.
Haslan masih menunggu Sinta untuk membawakan baju gantinya, karena pakaiannya sudah kotor.
"Kemana asisten bego itu!" gumamnya berseru. Ia hanya ingin segera ke kantor untuk menyelesaikan beberapa pekerjaannya yang sudah pasti menumpuk.
*