Suara kota begitu hiruk pikuk, meskipun kota Semarang bukan kota besar. Mungkin, hari senin aktivitas mulai padat. Sedangkan, Lara masih saja duduk di bangku taman sambil menatap kosong.
"Kenapa aku harus begini? Apa salahku Ya Allah?!"
Lara mengingat masa lalunya, ia harus tinggal dan terusir dari rumah sendiri. Ia pun harus pergi dari rumahnya yang telah dikuasai oleh dua pasang suami istri. Mereka adalah penyebab kematian kedua orang tuanya.
Air mata mulai terjatuh, lalu ia menatap penuh dengan luka yang tersayat-sayat di hatinya. Ia menginginkan kebahagian dengan keluarga utuh, tapi hidup sebatang kara adalah sebuah takdir dari Allah berikan.
"Ehem."
Lara pun terbangun dari lamunannya, ia pun menatap seorang pria dengan mengulurkan sebuah sapu tangan ke arahnya.
"Menangis, nggak akan menyelesaikan masalahmu, Ra."
"Erlan?"
"Apa kamu masih memikirkan kedua orang tuamu yang telah tiada?"
Lara pun mengangguk jelas, ia merasa kalau masih belum bisa mengikhlaskan atas kematian kedua orang tuanya.
"Kamu tahu, kalau kamu lemah seperti ini. Mereka akan tertawa bahagia."
Lara pun menghentikan isak tangisnya, lalu menatap ke Erlan.
"Aku harus apa, Lan. Semua yang kedua orang tuaku miliki telah mereka rampas begitu saja, bahkan aku harus terusir dari rumahku sendiri!"
"Sabarlah, Ra. Semua akan ada jalannya, nggak ada kejahatan yang abadi di mata Allah."
Lara pun menatap Erlan, lalu menguratkan sebuah senyuman.
"Tumben, kamu bijak banget," suara serak itu terlontar dari mulut Lara.
"Kamu saja nggak sadar, Ra. Kalau aku memang pria yang tampan dan bijak."
"Haduh, kebiasaan. Jiwa kepedean kamu mulai kumat!"
Erlan hanya nyengir, ia merasa bahagia bila sahabatnya mulai menghentikan isak tangisnya.
"Eh, ke mana Mita? Bukannya, kita akan pergi jalan-jalan bareng selama di Semarang?"
Lara hanya mampu mengangkat kedua bahunya.
"Aku datang!" seru Mita dengan memakai dress super seksi.
Erlan pun hanya melongo melihat pakaian kurang bahan yang digunakan Mita di cuaca sangat panas sekali.
"Gila! Cuaca panas gini pakai baju kurang bahan! Apa dia nggak takut gosong?" gumam Erlan dalam hatinya, ia menatap Mita yang sangat berubah. Penampilannya makin minim, bahkan ia mempertontonkan tubuh seksinya.
Mita berjalan ke arah mereka dengan memakai sepatu hak tinggi. Mendadak tubuhnya terasa tidak seimbang.
"Astaga! Kenapa dengan sepatunya?" keluh Mita dalam hatinya.
KLAK.
Hak sepatu Mita pun patah, ia pun terjatuh hingga tubuhnya jatuh di atas aspal.
"Ah," ringis Mita yang merasa kakinya keseleo, karena hak sepatu mendadak patah begitu saja. Padahal itu, sepatu baru ia beli dengan merek terkenal di luar negeri.
Sebuah tangan pun terulur di depannya.
"Erlan?"
"Mangkannya, nggak usah sok-sok an pakai sepatu hak tinggi!" ujar Erlan.
Muka Mita pun cemberut, ia merasa kalau Erlan pasti ngetawain dia dalam hati, karena tragedi beberapa detik barusan.
"Nggak usah nolongin, kalau nggak ikhlas!" ujar Mita dengan menekan setiap kalimatnya, namun siapa sangka kalau Erlan malah mengendongnya ala bridal style membuat Mita sedikit shock.
"Astaga, kenapa Erlan jadi gendong aku kayak di drama korea yang pernah aku tonton. Dia dingin, tapi sweet banget. Astaga, jantungku ngerasa deg-degkan. Wajahku panas sekali," batin Mita dalam gendongan Erlan.
"Lain kali kalau pakai sepatu yang nyaman aja, kalau pakai baju jangan yang kurang bahan. Apa kamu nggak mampu beli baju yang tertutup?" ujar Erlan sambil berjalan mengendong Mita hingga ke sebuah taksi yang dia hentikan barusan.
Mita hanya menelan salivanya sendiri, ia merasa kalau Erlan itu adalah pangeran impiannya, tapi sayangnya pria itu nggak pernah peka dengan perasaan Mita. Ia pun hanya mampu berdoa, siapa tahu Allah membolak-balikan hati pria itu.
"Aku akan mengantarmu ke rumah sakit, jangan banyak bertanya."
"Kenapa sikap Erlan berubah begini? Padahal dia..." pikir Mita sambil mencuri-curi pandang ke arah Erlan. Ia tidak menyangka kalau Erlan bisa semanis ini.
"Aku menolong kamu, karena kita sahabatan. Jangan berpikiran aneh-aneh," ujar Erlan.
"Dia tetap saja selalu bilang persahabatan, padahal aku ingin lebih dari itu," pikir Mita, ia pun harus menepis perasaannya sekali lagi.
Taksi pun melaju dengan cepat menuju ke klinik terdekat, karena jarak rumah sakit terlalu jauh. Erlan memilih membawa Mita ke sebuah klinik. Taksi pun berhenti di depan klinik.
"Kamu bisa jalan?"
Mita hanya mengeleng, karena ia merasa kaki kanannya terasa nyeri. Bahkan, kaku.
"Baiklah, aku akan mengendongmu."
Erlan pun kembali mengendongku menuju ke klinik, setelah membayar ongkos taksi.
Ponsel Mita pun berdering, namun ia pun meriject, karena di layar tertulis nama managernya. Ia pun sengaja melakukan semua itu hingga mematikan ponselnya, agar bisa lebih lama bersama dengan Erlan.
"Bentar aku akan menghubungi Lara, karena aku setelah ini ada urusan."
"Lan, jangan tinggalin aku."
"Tenanglah, aku nggak akan pergi, sebelum Lara datang."
"Lan, tapi dia kan sibuk kerja. Kenapa kamu nggak tunda urusan kamu besok? Aku sahabatmu. Dan, aku..."
"Baiklah, Mit. Aku akan membatalkan urusanku," potong Erlan.
Mita merasa bahagia, karena ia merasa kalau insiden barusan membuat dia memiliki kesempatan bersama dengan Erlan. Ia merasakan kalau pria itu adalah pangeran yang selalu ada dalam mimpinya.
"Aku sangat mendambakan moment ini, Lan. Sejak dulu, tapi aku ingin berjuang demi cintaku untukmu, tapi masih adakah celah di hatimu untukku? Atau hanya sebatas sahabat di antara kita?" pikir Mita dalam lamunan sambil merasakan perawatan kaki kanannya yang keseleo. Dokter terpaksa untuk memperban kaki kanannya yang keseleo.
"Nona Mita, jangan banyak gerak dulu. Mungkin, anda harus beristhirahat total selama seminggu sampai membaik."
"Baiklah, terima kasih, Dok."
Dokter pun meninggalkan Mita di ruang UGD. Lalu, Erlan pun datang.
"Mit, gimana kondisimu?" tanya Erlan panik.
"Aku, baik-baik saja. Hanya saja kaki kananku keseleo, mungkin aku harus isthirahat selama seminggu."
"Baiklah, aku akan mengantarmu ke hotel tempat kamu menginap."
"Terima kasih, Lan."
"Sama-sama."
Erlan pun mengendong kembali Mita, lalu menaruhnya ke kursi roda. Dan, dia mendorongnya hingga menuju keluar area klinik.
Mita merasa bahagia atas sikap Erlan. Ia merasa harus berjuang demi rasanya yang sempat ia pendam.
"Makasih, Lan. Untuk hari ini, setidaknya aku bahagia bisa bersamamu, meskipun di waktu yang tidak tepat," pikir Mita.
Tanpa Mita sadari, seorang paparazi mengambil foto Mita dengan Erlan yang bersama. Dan, ia itu akan menimbulkan sebuah gosip di dunia permodelan.
"Ini akan menjadi gosip besar. Mungkin, pria itu kekasih Mita yang selama ini disembunyikannya," ucap pria yang mengambil foto Mita dan Erlan diam-diam.
Pria itu pun segera mengupload dan mempublikasikan beritanya.
*