Lara masih berada di ruang gawat darurat. Dia masih belum sadarkan diri. Dokter Haikal yang bertanggung jawab untuk menangani kondisi Lara yang sedang terbaring lemah di ruang UGD karena pingsan.
Setelah hasil laboratorium keluar menyatakan bahwa kondisi Lara baik-baik saja. Dia hanya mengalami kelelahan dan banyak pikiran kemungkinan besar. Dokter Haikal menjelaskan kepada dokter Syahid Kalau tidak ada sesuatu yang serius yang dialami oleh Lara.
" Kondisi pasien hanya mengalami kelelahan saja. Tidak ada kondisi yang serius yang dialami oleh pasien tersebut. "Haikal menjelaskan kepada Syahid tentang kondisi Lara yang sesungguhnya. Dia juga menunjukkan hasil laboratorium.
"Baik dokter Haikal. Terima kasih atas penjelasannya. " balas Syahid.
Haikal adalah dokter senior di rumah sakit tempat Syahid yang masih magang menjadi seorang dokter muda. Dokter Haikal merupakan kepala dokter di ruang UGD. Dia terkenal sebagai dokter yang memiliki tangan dingin. Bahkan banyak pasien yang telah ditangani nya mengalami keberhasilan hampir sembilan puluh persen.
"Kalau boleh tahu siapa perempuan ini? Apakah dia....?" Selidik dokter Haikal menatap Syahid.
"Dia bukan siapa-siapa Dokter Haikal. Aku hanya menemukan dia di sebuah kedai kopi dalam kondisi tidak sadarkan diri. " jawab Syahid.
Kemudian mereka segera meninggalkan ruang UGD.
*
Semua ingatan Itu benar-benar kembali berputar di kepala Lara. Ada sebuah kepingan ingatan yang mulai merasuk dalam isi kepalanya. Semua benar-benar berputar dengan sangat jelas sekali.
Ketika itulah pergi ke sebuah konser musik jazz bersama Erlan dan Mita. Mereka sengaja pergi ke sana. Sambil menikmati quality time.
"Ra, lihat itu! Bukankah itu Haslan?" Bisik Mita sambil menunjukkan ke Lara.
Lara melihat jika Haslan sedang bercumbu mesra dengan seorang perempuan. Padahal mereka masih berstatus pacaran. Aroma mawar hitam itu pun mulai menyeruak hingga ke rongga hidungnya. Dia merasakan kalau Haslan benar-benar keterlaluan sekali.
Lara mulai melangkahkan kedua kakinya menghampiri mereka yang sedang bercumbu mesra di hadapannya. " Dia benar-benar keterlaluan sekali! "
Lara merasakan sesak di dadanya. Dia berusaha untuk melawan perasaannya. Dia tahu kalau Haslan benar-benar keterlaluan sekali telah menghianati perasaannya yang sesungguhnya. Dia mengira haslan benar-benar mencintainya nama kenyataannya di luar dari ekspektasinya yang sesungguhnya.
"Semua orang bahagia, tidak dengan aku yang harus berteman sepi dalam semua hal. Haruskah aku bertahan dalam kehidupan yang sepekat kopi yang pahitnya hingga menjadi sebuah ampas." cara berusaha untuk melawan perasaannya, dia tidak ingin terlihat sangat lemah sekali di hadapan Haslan.
"Uhuk..Uhuk...Uhuk..."
Kemudian Haslan menoleh dengan perempuan itu secara bersamaan. Dia melihat di belakangnya ada Lara yang sedang melipat kedua tangannya di dada.
"Jadi kamu dan dia benar-benar bersama. Aku kira itu hanyalah rumor belaka. Tapi ternyata kamu benar-benar keterlaluan. "Lara hanya mampu menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan dari kekasihnya."Katanya kamu mencintaiku tapi kenyataannya kamu benar-benar keterlaluan sekali. Bahkan Aku tidak menyangka kalau kamu benar-benar seorang lelaki brengsek!" dia langsung mengambil minuman yang ada di hadapan mereka berdua. Lalu dia menyiram segelas minuman berwarna hijau ke kepala Haslan.
"Ra, ini bukan seperti yang kamu lihat. "Haslan mencoba memberikan sebuah pembelaan terhadap dirinya.
Lara mulai tersenyum sengit, dia tidak menyangka sama sekali Jika lelaki itu benar-benar keterlaluan. " Kamu kira aku buta. Bagaimana bisa kalau semua ini tidak seperti yang aku lihat?"
Lara hanya terdiam menatap Lara." Aku bisa jelasin semua ini Lara."
" Aku tidak butuh penjelasan dari seorang lelaki brengsek seperti kamu! Untuk apa sebuah penjelasan jika kedua mataku sudah menjelaskan semuanya tentang perilaku seorang lelaki brengsek seperti kamu!" Lara berusaha untuk menetralisasikan perasaannya yang mulia tercabik-cabik oleh sebuah penghianatan dari Haslan.
" Aku mencintaimu Lara. " Ujar Haslan.
"Kamu bilang cinta? " Lara mengangkat satu alisnya seakan penjelasan dari Hasan tidak akan pernah bisa untuk mengubah rasa sakitnya." Apakah cinta menghalalkan sebuah perselingkuhan dengan seorang perempuan lain? Aku tidak pernah nah percaya apa kata orang lain tapi Ketika aku melihat kamu seperti ini. " Lara hanya menggeleng-gelengkan kepalanya." Ternyata benar apa kata orang kalau cinta itu buta bahkan kita tidak pernah mau mendengarkan sebuah penjelasan dari orang lain. Tapi kenyataannya jika kita melihat dengan kedua mata kita sendiri alhasil rasa sakit itu benar-benar terasa. "
"Ra..."
Lara mulai memotong ucapan dari Haslan. " Mulai sekarang hubungan kita sudah berakhir. Jangan pernah kamu datang kembali dalam kehidupanku. Aku ikhlas Jika kamu bersama dengan perempuan ini atau perempuan yang lain sekaligus!"
"Ra, aku minta maaf sama kamu. Kalau aku tidak akan pernah mengulanginya lagi," ujar Haslan.
" Jadi, kamu sama aku cuman main-main saja juga. Aku nggak nyangka sama kamu Haslan kalau ternyata kamu benar-benar keterlaluan Sama aku juga. Benar apa kata Lara kalau kamu adalah lelaki brengsek yang pernah aku temui selama ini," ujar Marlina perempuan yang ada di samping Haslan. "Percuma ku percaya apa kata-kata buaya yang penuh dengan rayuan gombal begitu manis sekali. Kenyataannya Kamu benar-benar brengsek!" Dia pun langsung menampar pipi kanan Haslan begitu sangat keras sekali. Lalu dia pergi begitu saja meninggalkan Haslan.
"Sungguh aku meminta maaf kepada kamu Lara. Karena ini tidak seperti apa yang kamu lihat selama ini," Haslan mulai berlutut untuk memohon kepada Lara agar bisa memaafkan dia dan tidak memutuskan sebuah hubungan di antara mereka
"Maaf, kamu bilang?" ujar Lara dengan nada sangat sengak. "Apa kamu bilang hanya dengan permintaan maaf bisa menghapus semua jejak lukamu?" sungut Lara dengan menaikan nadanya lebih tinggi.
Haslan hanya terdiam, ketika Lara mulai terlihat dalam belenggu amarahnya.
"Seharusnya kamu berpikir, karena aku bukan boneka atau mainan kamu, Haslan! Aku jijik sama kamu!"
"Ra, tapi aku cinta sama kamu. Please, maafin aku ya."
"Buat kamu kata maaf itu mudah, tapi tidak untuk aku, Haslan. Kata maafmu itu sudah nggak berlaku buatku, karena bagiku semua itu sudah terlambat," tawa miris Lara, ketika itu.
Haslan berusaha meraih tangan Lara, namun wanita itu menepiskan. Tatapan jijik terlihat jelas di wajahnya. Ia nampak tidak mau kembali.
Lara mulai terbangun dari pingsannya. Dia mendapati dirinya di sebuah ruang rawat inap rumah sakit. Dia tidak bisa mengingat Kejadian beberapa jam yang lalu. Dia hanya mengingat kalau mendadak kepalanya menjadi pusing dan semua bayangan itu menghitam.
*
Di kantor, Haslan hanya diam dan melamun sambil menatap kosong. Dia merasakan kalau perasaannya begitu buruk sekali setelah kejadian kalau ke arah berusaha untuk bunuh diri dengan menelan beberapa pil penenang. Bahkan dia paling membenci ketika ibunya benar-benar menyalahkan dia sebagai seorang suami.
"Seharusnya tadi aku ke club saja, daripada nggak fokus kerja," Haslan mengumam dalam hatinya sambil memijat-mijat kening di kepalanya. Dia merasakan kalau isi kepalanya sudah penuh sekali. Semua ucapan kalimat dari ibunya mulai terngiang-ngiang di telinganya.
"Kenapa aku harus terjebak dalam sebuah pernikahan dengan perempuan yang tidak akan pernah aku cintai sama sekali?" Haslan mulai menggerutu dalam hati kecilnya karena dia benar-benar terjebak dalam sebuah pernikahan yang tidak akan pernah dia impikan selama ini. Padahal dulu dia pernah merajut sebuah hubungan dengan perempuan yang sangat dia cintai. Namun bodohnya dia malah meninggalkan perempuan itu karena sebuah alasan.
Haslan hanya merasakan kalau pernikahannya itu tidak ada cinta, bahkan tidak ada hal yang mengharuskan bersama dengan Lisa.
"Bos, saya ingin,-"
"Pergilah, saya tidak ingin diganggu!" potong Haslan, sebelum Sinta menuntaskan kalimatnya.
"Baik, Bos."
Sinta keluar dari ruang Haslan dengan mengumam tidak jelas. Ia terlihat sangat muram. Hatinya mulai ingin mengumpat-ngumpat bosnya.
"Kamu kenapa lagi, Sin?" tanya Adila.
"Rasanya aku mau resign aja!"
"Resign? Emang kamu sanggup dan siap bayar pinaltinya?" tanya Adila.
Sinta hanya mengelengkan kepalanya perlahan-lahan. Iya benar-benar sudah tidak sanggup lagi untuk bekerja di Wijaya group. Dia harus menghadapi sosok seperti bos yang benar-benar menyebalkan sekali.
"Terus?" selidik Adila dengan menatap kedua bola mata Sinta.
"Aku sebel banget pokoknya! Bos makin galak! Dan, bikin naik darah!" omel Sinta. "Masa dia selalu seenak jidatnya!" dengus kesalnya.
"Kan, emang gitu sich."
"Tapi nggak gitu juga. Kenapa dia yang bermasalah dengan istrinya, kita sebagai pegawainya yang kena imbasnya?" Protes Sinta.
"Takdir," jawab Adila.
*