Chereads / Aroma Surga / Chapter 15 - Syahdu dalam Aroma

Chapter 15 - Syahdu dalam Aroma

Pukul 21.00 Syahid masih di Rumah Sakit, kebetulan ia sedang berada di ruang UGD. Ia begitu sangat sibuk. Pasien  datang silih berganti.

Ada seratus rombongan pasien masuk ke ruang UGD dikarenakan ada korban keracunan makanan. Suasana tanpa ramai sekali hingga Syahid dan rekan timnya yang lain begitu kewalahan sekali.

Mendadak ada sebuah ambulans pun juga datang membawa dua orang pasien peristiwa tabrak lari. Syahid yang bertugas di ruang UGD, ia segera menangani pasien korban tabrak lari tersebut. Dia tidak punya waktu sama sekali untuk beristirahat atau sekedar memikirkan masa lalunya.

"Apa kamu lelah, Hid?" tanya Anya menatap Syahid, tapi pria itu hanya mengelengkan kepalanya sekali.

Anya pun ikut membantu Syahid dalam menangani pasien korban tabrak lari. Sedangkan tim medis yang lainnya membantu korban keracunan makanan dalam sebuah acara hajatan di sebuah kampung.

"Setidaknya, aku bisa melupakan sedikit penat dalam otakku," Syahid mulai Mengucapkan dalam hati kecilnya. Dia mulai mengalihkan pikirannya dengan beberapa pekerjaan yang telah dilakukan saat ini. Dia bahkan tidak sempat untuk minum sama sekali karena kondisinya begitu darurat di ruang UGD.

" Semangat! " seru Dimas yang ada di sampingnya. Mereka bertiga kebetulan sama-sama bertugas di malam hari.

Syahid dan Anya tersenyum seakan mereka tetap bersemangat untuk menjalani tugasnya walaupun ada rasa lelah.

*

Di rumah kontrakan Lara. Terlihat Erlan yang sedang kelaparan sekali. Kemudian Lara membuatkan mie instan rasa kari ayam dengan telur ceplok setengah matang.

" Kamu itu kelaparan? " tanya Lara menatap Erlan yang sedang menghabiskan semangkuk mie instan.

Erlan hanya mengangguk mengiyakan karena dia merasa sangat lapar sekali hari ini. Dia sedang mengalami banyak masalah dalam kehidupannya namun dia berusaha untuk tetap baik-baik saja.

"Lan, kamu nggak pulang?" Tanya Lara.

Mendengar pertanyaan dari Lara membuat Erlan mendadak tersedak makanannya. Kemudian dia meraih segelas air mineral langsung diteguknya hingga habis.

" kamu mau ngusir aku? Astaga! Apa Aku nggak boleh menginap di sini?" Erlan sejenak menghentikan kegiatan makanya. Dia menatap wajah sahabatnya.

"Lan, apa kata orang nantinya, karena kita,-" Belum sempat Lara menjelaskannya namun kemudian Erlan memotongnya. "Iya, aku tahu, Ra. Tapi, kita kan nggak melakukan hal-hal gila yang dipikirkan orang. Aku hanya menginap semalam, Ra. Besok, aku kan kembali ke Jakarta. Tenanglah,"  potong Erlan. "Aku bisa tidur di ruang tamumu, tenanglah. Kamu tahu aku, Kan? Aku bukan cowok brengsek yang pernah kau temui, Ra."

"Baiklah, cuman semalam?" Lara menegaskan setiap kalimatnya karena dia tidak ingin orang melihat dia sebagai perempuan yang tidak benar. Dia hanya ingin menjaga nama baiknya. Dia juga tidak ingin mendengar bisikan tetangga yang membuat telinga siapa saja akan panas.

"Ho'oh," Erlan mulai menyesap kuah kare kental mie instan hingga mangkok bersih, lalu ia pun bersendawa terdengar bak suara kodok.

"Jorok amat kamu, Lan!" Lara mulai protes  ketika Erlan mulai bersendawa dengan sangat keras sekali.

Erlan hanya tertawa menatap muka kesal Lara. Bibir gadis itu mengerucut bagaikan nasi tumpengan.

"Kalau bisa bersendawa itu berarti nikmat, Ra," Erlan seperti orang yang tidak bersalah sama sekali terkekeh melihat Lara cemberut karena sikapnya."astaga! Aku cuma bersendawa aja loh bukan kentut."

"Alasan aja kamu, Lan. Itu menjijikan, kayak suara kodok. Dan suara itu bikin telinga aku geli Erlan!" ucap Lara sedikit mendesis dengan sangat kesal sekali.

"Sialan kamu samain aku sama suara kodok!"

"Bodoh amat Lan. Emang kenyataannya begitu."

Erlan berusaha nahan tawa, dia pun takut dosa kalau tertawa. Dia paling suka melihat ekspresi dari Lara ketika marah.

"Nggak usah nahan tawa gitu," cicit Lara dengan bibir manyun.

"Ra?"

"Tahu!" Lara masuk ke dalam kamarnya dengan sangat kesal, tapi hari ini dia bahagia telah menemukan sebuah senyuman senja, meskipun dari pria yang berbeda.

*

Sinta terlihat sangat kesal, ia dipaksa lembur dengan bosnya. Sebenarnya, hari ini dia akan ada pertemuan dengan kekasihnya. Dan, pertemuan itu gagal total.

Seharian Sinta duduk dengan sebal. Ia menatap berkas-berkas file menumpuk di atas meja kerja. Ia sudah tidak bergairah dalam mengerjakan pekerjaan kantor.

"Sinta, tolong selesaikan tugas ini sekarang!" perintah Haslan.

Sinta memulai memutar bola matanya dengan malas. Ia pun mulai mual melihat tumpukan map-map di meja kerjanya.

"Ingin rasanya aku berkata kasar sama Pak Bos!" dengus kesal Sinta dengan mengumam, ia merasa sudah lelah otaknya nggak bisa mikir. Akhirnya, ia tertidur dengan kedua tangan dilipat di atas meja kerjanya.

"Kamu belum pulang Bu Sinta?"

"Hah?"

"Iya, kamu kok belum pulang, bu?"

"Semua ini, karena Pak Boss!" dengus kesal Sinta dengan muka muram.

"Oh," Yohan menatap muka Sinta muram, ia tahu kalau wanita itu yang berstatus sekertaris bos terlihat sebal dan lelah.

Sinta mengenyeritkan keningnya, ia menatap Yohan dengan muka sudah ingin angkat tangan.

"Sumpah, Pak. Rasanya aku pengen risend saja dari sini," ujar Sinta dengan nada muram, serta senyuman cukup miris. "Kenapa bos yang punya masalah, terus aku yang kena imbasnya? Dosa apa yang merasukiku coba?"

"Bu Sinta, ini udah jam 11 malam, apa kamu akan menginap di sini? atau kamu mau saya temani dulu sampai selesai?"

Sinta menatap Yohan. Tapi, ia mengelengkan kepala.

"Sinta kamu boleh pulang!" suara berat di ujung sana.

"Baik, Pak."

Haslan pun pergi sebelum Sinta membalas perkataannya.

"Gila sumpah, Si boss itu galak! Dingin! Tapi, untung saja tampan!" gerutu Sinta dalam hatinya, ia segera mematikan komputernya.

"Bu Sinta biar saya mengantar kamu pulang."

"Baiklah, Pak Yohan. Saya nggak nolak, karena nggak akan mungkin semalam ini ada kendaraan umum," balas Sinta dengan nada muram sekali.

*

Seharian Kara mondar-mandir, ia merasa sangat kesal. Ia sudah hampir seminggu tidak melihat Haslan suaminya.

Decak sebal Kara, ia tidak terima diabaikan setiap hari. Ia akan melakukan suatu cara agar pria itu bertekuk lutut terhadapnya.

"Haslan!"

" Mungkin hanya cara ini untuk melakukan sosok haslan agar percaya kalau aku benar-benar mencintainya. " Kara menggumam dalam hati kecilnya. Dia sudah memperhitungkan rencananya. Dia juga sudah bekerja sama dengan sebuah rumah sakit.

Kara pun meminum seluruh pil di dalam botol itu. Ia mulai merasakan tubuhnya lemas sekali.

*

Di tengah perjalanan, Haslan memijat-mijat keningnya. Ia menatap jalanan menuju ke mansionnya.

Hembusan napas kasar menatap sebuah kisah masa lalu. Ia menatap langit malam yang sudah gelap gulita.

Lima menit, mobil sudah terparkir di depan garasi rumah miliknya. Haslan pun keluar dari mobil, lalu dia masuk ke dalam mansionnya.

Cklek.

Pintu pun terbuka, Haslan tercengang mendapati Kara mulutnya mengeluarkan busa.

Haslan langsung mengendong Kara, ia memegang tubuh perempuan itu dingin, lalu dia segera membawa menuju ke rumah sakit terdekat.

"Astaga, Kara. Kamu kenapa melakukan hal bodoh ini?"

Haslan pun memeriksa denyut nadinya masih ada, namun berdetak semakin lemah. Ia membawa Kara dengan mobilnya. Lalu, ia melesatkan mobilnya tiada batas.

*

Di UGD Rumah Sakit, Kara segera ditangani oleh dokter jaga. Perempuan itu sedang mengalami overdosis akibat menelan obat tidur berlebihan.

Di ruang tunggu, Haslan berharap kalau Kara baik-baik saja. Meskipun, sebenarnya ia senang kalau perempuan itu tiada.

Haslan tidak memiliki hati yang jahat. Mau bagaimana pun juga perempuan itu istri sahnya. Ia juga merasa bersalah karena mengabaikan Kara.

"Semoga saja dokter bisa menolong dia," ucap Haslan dalam hati kecilnya.

Ruang UGD terbuka, terlihat perawat membawa Kara dengan brankar dorong, lalu ia pun memanggil keluarga dari Kara.

Haslan pun menghampiri dokter, lalu dokter memberi tahu kalau Kara segera dilarikan ke ruang operasi untuk mengeluarkan beberapa racun dalam tubuhnya.

Haslan mengangguk menyetujuinya, lalu ia segera menyelesaikan administrasi, agar Kara segera mendapatkan tindakan medis.

Di ruang operasi, Kara terlihat sangat pucat. Dokter pun mulai mengeluarkan racun-racun yang hampir saja menghabisi nyawanya.

Dokter Ariana dan tim medis lainnya berhasil mengeluarkan seluruh racun dalam tubuh Kara. Perempuan itu selamat, namun dalam kondisi koma.

Dokter Ariana segera memberi tahu kondisi Kara ke Haslan, lalu Haslan sedikit shock.

"Sepertinya aku akan merahasiakan kondisi Kara. Jangan sampai keluarga tahu," Haslan membatin dalam hati kecilnya. Ia tidak ingin kena amuk keluarganya, setidaknya ia akan memikirkan cara lain agar tidak ketahuan.

*

Haslan pun menatap Kara di ruang ICU, kondisinya tertancap selang infus, serta perlengkapan medis lainnya.

"Seharusnya, aku membiarkan kamu mati saja, karena aku sudah muak dengan pernikahan kita," Haslan mengumam dalam hatinya, ia menatap Kara yang sudah tidak berdaya lagi.

Kara mengalami koma, dokter juga tidak tahu kapan perempuan itu akan sadar kembali.

Haslan merasa dilema, ia harus bahagia dengan kondisi Kara yang seperti saat ini.

" kenapa aku harus menunggu kamu? Kalau kamu mati mungkin aku bisa terbebas dari pernikahan sialan ini! " Haslan menggumam dalam hati kecilnya bahkan dia masih berharap bisa bersanding dengan Lara.

*