Chereads / Aroma Surga / Chapter 28 - Masih Menginginkanmu

Chapter 28 - Masih Menginginkanmu

Ketika hati tidak bisa memilih tentang sebuah rasa yang menghampiri. Dia terus ada dibayanganku, cinta tidak bisa berharap di Pelabuhan yang sama. Meskipun, takdir tak pernah bersama.

Menghela napas panjang, ketika menatap sebuah album kenangan tentang masa-masa bersama. Untuk kesekian kalinya otak ini masih memikirkan dia.

"Kau masih sama, namun kisah ini sudah tidak seperti dulu lagi," lirihku sambil mengusap sebagian air mata yang menetes. "Baru kali ini aku jatuh cinta. Semua tentang dia selalu aku pikirkan dari dulu hingga sekarang. Masihkah ada cinta di hatinya atau hanya akulah yang masih terlalu banyak berharap?" pikirku sejenak.

Suara kesunyian dalam sebuah suasana, aku menatap langit-langit kamar di ujung sebuah kegelisahan malam panjang. Aku terdiam di atas ranjangku. Sedih rasanya bila mengingat puing luka bekas penghinatan.

Kemarin lalu, hujan datang lebat. Aku masih ingat waktu di mana jejak-jejak yang kau berikan.

"Lara!"

Aku hanya ingin berlari, hatiku sesak sekali. Dia terlalu pekat memberiku goresan luka. Malam membiru bagaikan cambuk yang mengenai tubuh ini. Hujan sebagai saksi pilu kisah yang harusnya punah.

"Tunggu!" Dia berteriak, namun aku hanya pura-pura menuli karena aku tidak sanggup berhadapan dengan dia kembali.

"Ra, semua nggak seperti yang kau lihat!" suara samar-samar masih terdengar dari ratusan langkahku." Aku bisa menjelaskannya, Ra." Sesak rasanya saat itu namun aku berusaha untuk menahan dan mengontrol perasaanku. Dia memang adalah sosok yang terbaik di masa laluku tapi dia juga meninggalkan sebuah luka yang begitu menyayat di hatiku saat ini. Aku tidak bisa hanya berhenti memikirkan dia. Sementara kehidupan sudah berjalan dalam sebuah mesin waktu yang begitu cepat.

"Kau pikir aku buta!" Teriakku dalam batin mengema. Aku berusaha untuk mengatur pernafasan ku karena aku tidak mampu untuk hanya diam begitu saja. Semuanya terlalu menyakitkan dan mengandung luka yang tak terlihat namun perih.

"Ini nggak seperti yang kamu bayangkan, semua ini...."

"Nggak ada yang perlu kamu jelasin, Haslan! Semua sudah terlambat!" potongku dengan nada sedikit berat, sungguh aku tidak menyangka kalau pria yang ku cinta telah menacapkan benih-benih penghianatan.

Berlari sekuat tenaga, menerjang hujan kala itu. Tubuh menggigil seketika. Namun, aku tidak peduli. Jarak pandangku mendadak kabur seketika, lalu aku tidak mengingat apapun.

Ku buka kedua mataku, aroma obat-obatan menyengat. Blackground ruangan serba putih. Aku tidak ingat lagi kejadian setelah itu.

Semua kisahku tentang dia berakhir, tapi perasaanku masih saja meradang bila berjumpa dengan dia. Mungkin, hanya sisa-sisa jejak masa lalu yang masih melekat dalam hati kecilku.

Sejenak napasku menjadi berat mengingat semua itu.

"Ra, kamu baik-baik saja?" Suara lembut yang ku dengar di balik pintu kamarku. Lalu, aku pun tersentak dan menoleh ke sana.

"Mita?"

Raut wajah cemas yang ditunjukkan oleh Mita, perempuan yang sudah ku anggap saudaraku sendiri. Dia bahkan rela melepaskan mimpinya demi melihatku bahagia. Dia memang sahabat terbaikku.

"Belum tidur?" pertanyaan Mita yang membuatku berusaha tersenyum.

"Sebentar lagi, Mit."

"Okay."

"Kamu sendiri?"

"Aku mendadak laper berat, Ra."

"Lapar? Tumben?" aku pun beranjak dari ranjang kamar.

Dia mengangguk, "Tapi, aku bingung mau masak apa, Ra. Kamu tahu kan, kalau aku..."

"Kamu nggak bisa masak?"

"Iya," balasnya dengan nyengir.

"Udahlah, ayoo..."

-

"Haslan!"

"Ada apa lagi ini perempuan? Apa nggak puas udah hancurin hidupku?" gumam Haslan dengan sebal, setelah mendengar suara dari perempuan itu yang memekik.

"Haslan dengerin aku!"

Haslan malah melengos, ia langsung masuk ke kamarnya dengan mengunci pintu dengan begitu rapat. Suara gebrakan pintu berulang kali telah ia abaikan. Ia mulai menyumpal kedua telinganya dengan headset sambil mendengarkan lagu Green Day - American Idiot.

"Bodoh amat aku, meskipun takdir membuat ikatan pernikahan. Aku nggak akan pernah peduli dengan dia!" umpat Haslan dalam hati kecilnya. "Pernikahan yang tak pernah ku rindukan sama sekali!"

Di luar pintu kamar Haslan perempuan itu berusaha sekuat tenaga dengan mengebrak pintu dan berteriak-teriak bak orang kurang akal.

Perempuan itu tidak akan pernah menyerah, ia akan melakukan itu berulang kali, meskipun ia sudah berada dalam titik lemah kehabisan tenaga. Lalu, perempuan itu menemukan cara. Ia pergi meninggalkan apartemen yang telah di tempati Haslan selama ini.

"Aku akan kembali! Kau akan menyesal melakukan semua ini kepadaku!" Sumpah serapah perempuan itu, lalu membating pintu unit apartemen milik Haslan dengan muka kesal. "Kau akan membayarnya, karena kau telah abaikan aku!" desis suara perempuan itu dengan langkah kedua kakinya. Ia pun berjalan menuju ke Parkiran.

Perempuan itu mulai menyalakan alarm mobilnya, lalu dia masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi kemudi. Dia mulai membanting setir mobilnya. Dia mulai berkecamuk dalam isi kepalanya.

Perempuan itu mulai menyalakan mobilnya, lalu melepaskan kendalinya dan meninggalkan area gedung apartemen. Dia dalam otaknya terbesit sesuatu yang licik. Ia akan melakukan hal itu demi membuat pria di dalam sana bisa membalas cintanya.

Perempuan itu mulai mulai melajukan mobil dengan kencang hingga ia tidak sadar menabrak sesuatu. Ia mulai membanting setirnya. Hingga ia berteriak histeris seketika.  Hingga suara brak terdengar.

-

Aroma mie instan tercium di kedua rongga hidung kedua perempuan yang merasakan perutnya sangat keroncongan. Mereka berdua hanya bisa memasak mie instan dengan merek fenomenal.

"Kenapa hidup nggak sesimpel mie instan ya?" gumam perempuan berpiyama serba pink.

"Kalau sesimpel mie instan, kita nggak bakal menikmati tiap lika-likunya dodol!" perempuan berpiyama biru itu menempisnya.

"Hah, sungguh hidup! Kenapa harus begini?" ujar Lara.

"Udahlah, Ra. Makan ajalah. Hidup emang keras, kita manusia harus berusaha," ujar Mita sambil menikmati kuah mie instan rasa kare ayam kental. "Mie instan aja butuh proses buat kamu makan. Di dunia ini nggak ada yang instan, kecuali kita punya kekuatan magic dengan hanya satu kedipan mata semua permintaan terwujud. Kita hanya manusia biasa yang Allah selalu takdirkan ujian, kalau kita lulus ya syukur. Kalau enggak kita usaha semaksimal mungkin, Ra."

"Astaga, tumben kamu jadi bijak begini. Biasanya kamu..."

"Nggak usah komen, Ra. Aku udah lapar berat. Sebelum mie ini bener-bener dingin," ujar Mita yang menikmati semangkok mie instan di malam hari. Dia mengabaikan diet hari ini, padahal asistennya menyuruhnya diet demi mendapatkan proyek baru untuk bisa jadi ambbasador.

-