Chereads / Love between Gravel / Chapter 17 - bab 8.c. Kemarahan Jordan

Chapter 17 - bab 8.c. Kemarahan Jordan

Gladys berjalan mondar-mandir di atas karpet beludru di kamar miliknya, wajahnya tegang setelah membaca laporan anak buahnya. Dituangkan segelas wine lalu diminumnya cepat. "Tak kan kubiarkan wanita jalang itu mendapat kesenangan apapun di dunia ini", dilemparnya gelas ditangan ke arah tembok dengan marah. Terdengar suara ponsel berbunyi nyaring, diliriknya tapi diacuhkan. Gladys melangkah kearah kamar mandi berniat untuk mandi, "Sepertinya aku harus mengunjungi tempat tunangan ku tersayang"gumam Gladys disela ritual mandinya.

Ia menarik pakaian yang sangat minim dan sensual. Ia tahu tak seorangpun akan menampik apa yang ditawarkan termasuk Jordan tunangannya. Dulu, ia bisa mendapatkan lalu mengapa sekarang tidak batinnya berpakaian lalu bergerak keluar apartemen yang disewa tepat depan apartemen Jordan.

Gladys masuk dengan mudah apartemen Jordan, ia selalu tahu kalau password apartemen mengunakan tanggal lahir wanita jalang itu.

Gladys diam membisu melihat botol-botol berserakan di apartemen ini. Terdengar suara Jordan mengerang diatas ranjangnya, semalam ia minum-minum untuk melepaskan kekesalannya ketika tidak dapat menghubungi Shizuru di butiknya. Kepalanya sakit efek minuman keras, iapun menggeser badannya untuk duduk. Setelah pergi dari butik Shizuru, Jordan membeli berbagai macam minuman keras untuk menghibur dirinya dari berita kehamilan Shizuru.

Ia berusaha bangun dari ranjangnya. Semalam ia sempat melepaskan pakaiannya, kebiasaan yang sulit dilepaskan. Telanjang bulat masuk kedalam kamar mandi. Ditinjunya berulangkali dinding keramik kamar mandinya hingga retak. Kekecewaannya tak mampu dibendung. Seharusnya ia yang mencicipi kemolekan tubuh Shizuru untuk pertama kali bukan bajingan itu.

Diraihnya handuk kecil untuk menutupi bagian inti miliknya. Ia keluar mendapatkan tunangan nya Gladys berdiri dengan arogan di tengah ruangan kamarnya.

"Mau apa kamu kemari!" bentak Jordan kesal. Namun, bukannya menjawab Gladys mendekat sambil meraih handuk yang menutupi pinggul Jordan. Otomatis terbuka lebar bagian intinya yang lemah. Mata Jordan menyipit tajam kearah Gladys.

"Kalau mandi, bersih dulu rambutnya. Basah bisa masuk angin" ucapnya santai tak terlihat ia takut dengan tatapan mata Jordan. Gladys aktif membersihkan sisa air yang menempel ditubuhnya. Ia memang sengaja melakukan apapun demi mengembalikan Jordan kepadanya. Ia tak suka wanita jalang itu mengambil sesuatu yang seharusnya miliknya termasuk bagian inti Jordan yang mulai mengembangkan dengan sisi liar dalam tubuh Jordan.

"Apa mau mu, Gladys?" tanya Jordan serak setengah menahan sesuatu ketika merasakan gerakan liar dibawah sana dengan air yang membasahi.

Gladys berdiri tepat di depan mata Jordan. "Aku menginginkanmu, apa itu salah Jordan?" tanyanya setengah berbisik karena tangannya sibuk memijat seperti keahlian tukang pijat. Suara geraman dikeluarkan Jordan. Setinggi-tingginya gunung dan sedalam-dalamnya lautan masih ada yang bisa menjebol seseorang dengan pertahanan sekuat banteng yaitu keahlian seorang penggoda.

Tanpa berkata apa-apa, Jordan merobek pakaian Gladys yang minim dan membalikkan badannya. Gladys tak sanggup berteriak karena Jordan tancapkan langsung tepat di inti tubuhnya tanpa pemanasan dan itu menyakitkan berbaur menjadi satu.

"Wanita jalang harusnya diperlakukan seperti ini. Kamu tak layak menyebut dirimu tunangan ku! Mulai hari ini kita putus!" bentaknya saat di puncaknya membuat Gladys meraung tak terima, rasa sakit menyebar cepat. Sesuatu merobek dengan cepat di bagian yang seharusnya tak dimasuki dengan cepat.

Jordan tak terima, miliknya bereaksi dengan Gladys setelah sekian lama. Botol bekas minumannya ia tancapkan di bagian inti milik Gladys sedangkan miliknya tertancap di bagian lain. Darah segar mengucur dari ketika melepaskan. Seringai tercetak jelas diwajah Jordan sehingga Gladys ketakutan melihatnya.

"Mulai hari ini, jangan coba-coba datang ke depan mataku! Kalau sampai aku melihatmu di depanku, pastikan kamu punya nyawa 9!" bentaknya sambil mengelap bagian miliknya yang berbau amis kemudian ia masuk kedalam kamar mandi lagi untuk membersihkan dirinya.

Gladys berusaha menahan rasa sakit yang disebabkan Jordan. Tangannya menarik botol yang ada di inti miliknya, teriak kesakitan dikeluarkan dan darah keluar cepat membasahi karpet. Jordan keluar dari kamar mandi lalu mengambil pakaiannya dan mengenakan cepat.

Tangannya mengambil ponsel diatas meja dekat Gladys. Matanya menatap jijik kearahnya. Gladys menutup mulutnya untuk tidak berteriak kesakitan ketika tak sengaja Jordan menyenggolnya.

Pada dering pertama, nomer yang dipencet tersambung. "Singkirkan hama di apartemen milikku dan buang semua yang ada disini. Buat semuanya menjadi baru. Ingat! aku tak mau mencium bau busuk disini." teriaknya kencang, Jordan melirik wajah Gladys pucat.

"Selama ini, aku diam bukan aku takut tapi aku menghormati orangtuaku dan orangtuamu. Kamu terlalu tinggi menilai semuanya" katanya sambil mengakhiri panggilannya.

Jordan keluar kamar apartemennya menuju pintu. Suara teriakan, makian dan tangisan bercampur jadi satu di telinga Jordan tetapi tak mengusiknya. Ia membuka pintu apartemennya membiarkan orang-orangnya melakukan apa yang diminta tadi.

Wajah Gladys pucat ketika di temukan orang kepercayaan Jordan, cepat ia membawa Gladys ke rumah sakit terdekat. Kondisinya yang mengenaskan terpaksa dilakukan darurat operasi di bagian intinya dan belakang.

Jordan tak mau buang-buang waktu, ia segera ke kantor untuk mengecek apakah ada celah untuk menjatuhkan Morgan Zai dan mendapatkan Shizuru. Terlalu lama ia mengabaikan kesenangan hatinya. Gara-gara tunangannya semua impian terakhirnya, hancur tak tersisa. Apapun yang terjadi, ia akan merebutnya termasuk anak yang dikandung Shizuru. Ia tak peduli selama Shizuru menjadi istrinya, semua akan dilakukannya.

Dokumen berserakan dimeja kerjanya. Tak satupun celah yang bisa ditembus olehnya. Dihancurkan semua benda yang bisa di jangkau tangannya.

Brak...

Prang...

Buk...

Sepanjang hari Jordan mengamuk tiada henti. Semua pegawainya tak luput menjadi sasaran amukannya.

"Apa yang harus aku lakukan?" tanyanya sambil menyalakan rokok kesayangannya. Dihembuskan asap pertamanya. Tak ada celah, tak ada kesalahan bahkan noda di setiap transaksi bisnis ataupun pribadinya. Ia harus mencari kemana. Ia membutuhkan orang dalam upaya terakhir untuk menjatuhkan Morgan Zai.

Ia mengambil anggur Amer dalam lemari kaca dekat ia berdiri. Dituangnya dalam gelas. Meminumnya seperti air putih. Jakarta sangat sempit, tak mungkin ia tak bisa mendapatkan apa yang diinginkannya.

Tiba-tiba langkahnya terhenti ketika terlintas nama yang familiar. Tawanya menggelegar ketika ia tahu apa yang dilakukannya.

"Tak bisa memancing ikan tuna, masih ada ikan teri yang bisa aku dapatkan. Ha ha ha" katanya meraih jas yang tersangkut di kursi kerjanya.

Hari sudah menjelang malam. Kendaraan padat merayap tapi tak menyurutkan ambisi Jordan menuju tempat yang dikenalnya. Satu orang yang dikenalnya bisa menjatuhkan Morgan sekaligus tuan besar yaitu Nyonya besar kedua.

Satu tempat dimana tak seorangpun tahu dimana nyonya besar kedua mengumbar nafsu selain tuan besar dan pelayannya. Jalanan kesana sangat terjal. Setiap malam Kamis, nyonya besar kedua selalu disana bersenang-senang menikmati hidupnya.

Jordan sebenarnya tak tahu tetapi mendengar gosip miring yang selalu mampir di telinganya saat di Amerika, tak ada salahnya ia mencoba mencarinya. Ia akan menawarkan sesuatu yang tak bisa ditolak oleh nyonya besar kedua walaupun ingin.

Beberapa kali Jordan terpaksa berhenti mengingat medan jalan yang sulit. Cuaca yang awalnya cerah berubah hujan rintik-rintik membasahi mobilnya menambah sulit mengendarainya.

Petir menyambar di beberapa tempat membuat suasana bertambah mencekam. Jordan sedikit bernafas lega saat melihat rumah megah di atas bukit yang curam. Diparkirkan depan pintu gerbang yang terbuat dari kayu. Ia bergegas keluar mencari tombol bel pintu tapi tak mendapatkan. Di sebelah pintu besar ada pintu kecil, ukurannya sebesar manusia.

Tangannya hendak memukul ketika pintu terbuka perlahan-lahan. Jordan tertegun melihat keindahan pemandangan dihadapan matanya sekaligus takut yang merayapi punggungnya.

"Anda mencari siapa?" tanya sosok di depannya tiba-tiba muncul. Jordan membuka lalu menutup mulutnya. "Siapa?" tanyanya lembut melihat Jordan yang bingung depan pintu. Siluet cantik di depannya ditambahkan petir dan hujan membuat apa yang dipikirkan Jordan menghilang begitu saja.

"Masuklah, diluar dingin" katanya bergeser membiarkan Jordan masuk kedalam rumah megah tersebut mengikuti ayunan langkah wanita di depannya. Kecantikan alami dan goyangan pinggulnya cukup membuat matanya mendelik. Pria dibelakangnya hanya bisa menggelengkan kepalanya. Lagi-lagi nyonya besar kedua berbuat ulah. Banyak korban sebagai pemuas kebutuhan yang paling mendasar tapi tetap saja kembali kepada sosok pelayan yang sudah memberikan anak.