Di bandara Soekarno Hatta, Lena memperhatikan papan keberangkatan, berkali-kali menghela nafas lalu ia melangkah ke arah luar. Beruntung taksi melintas dihadapannya sehingga memudahkan dirinya, di lambaikan tangannya agar mendekat," terminal Pulogebang"katanya pelan saat sudah berada di dalamnya. Taksi meluncur ke arah Pulogebang melalui tol. diambilnya headset untuk mengusir perasaan takutnya. Ketegangan di wajahnya berangsur-angsur lebih baik setelah Lena melihat gerbang terminal Pulogebang. Selama ia bekerja sambilan atau di sekolah, ia sangat menghindari yang namanya cowok. Hatinya sudah memutuskan mencintai diam-diam tuan besar dari jauh. Beberapa kali melihat kemesraan ibunya dari jauh terasa sangat menyakitkan, disamping ibu , selalu ada ayahnya yang bersikap cuek, seakan tidak ada masalah berbagi tanpa kepastian di masa depan. Kehidupan keluarga macam apa ini, terkadang Lena malu melihat mereka semua. Di masa sekolah di bully habis-habisan hanya karena terdaftar sebagai anak diluar nikah. Oleh karena itu, ia berjanji dalam hati jangan sampai anaknya lahir tanpa pernikahan yang pasti.
~
"Apa maksudmu, calon nyonya sekarang ada di bandara"tanya tuan besar mengerutkan dahinya. Beberapa anak buahnya ditugaskan untuk mengawasi kelinci putih, salah satunya melaporkan tentang keadaan kelinci putih yang berada di bandara dan sekarang kehilangan jejak setelah naik taksi. "Kami kehilangan nyonya begitu naik taksi, tuan"kata salah satu anak buahnya dengan cemas.
Wajahnya keras begitu mendengar laporan, "Cek semua cctv yang berada di jalan luar menuju terminal, stasiun dan rumahnya, aku mau laporannya dalam 15menit dari sekarang"perintahnya kesal. Tuan besar mengotak-atik ponselnya, beberapa kali ia menelpon Lena tapi tidak tersambung sama sekali. Seharusnya tuan besar dalam perjalanan menuju Exsclamente, "Putar balik kita ke rumah dulu"perintahnya dengan perasaan kesal luar biasa, tak disangka Lena berani melarikan diri darinya. dikirimkan pesan untuk Morgan kalau dirinya terpaksa tidak dapat hadir dalam rapat kali ini karena mengejar calon nyonya masa depan.
ting...
Senyumnya pahit kalau dilihat seksama, tuan besar merasakan pening di kepala ketika anak buahnya akhirnya menemukan disalah satu bis yang akan berangkat setengah jam lagi dan sekarang anak buahnya sedang mengulur waktu keberangkatan. Jalanan menuju terminal Pulogebang kebetulan tidak padat sehingga memudahkan tuan besar sampai.
Lena memutuskan ke Pekalongan mengunakan bis malam. Kota kecil dimana dulu, ia sempat tinggal saat umur masih 7tahun. Ia duduk dekat jendela, headset terpasang di telinganya sedangkan tas ranselnya ada dibawah kakinya. Tak banyak yang dibawanya, tas ransel ini sudah ada di mobilnya sejak kemarin karena ia akan berangkat ke Paris. Wajahnya sendu melihat pemandangan di depannya, perlahan ia tertidur dengan bersender di kaca jendela bis. Pergulatan batin di dalam hatinya sangat menguras tenaga. Para penumpang yang lainnya mulai gelisah karena tidak berangkat juga. Tuan besar buru-buru naik kedalam bis lalu tertegun melihat Lena yang tak terusik dengan keramaian disekitarnya bahkan tak ada tanda-tanda akan bangun. Digendongnya ala bridal untuk dibawa turun menuju mobilnya. Semua orang tercekat melihat orang berpengaruh di dunia bisnis mengendong seorang wanita yang tak dikenal. Tak ada yang berani untuk memotret kejadian langka tersebut dikarenakan para bodyguard tuan besar sangat menakutkan memberikan peringatan dengan gerakan tangan.
"Lena..bangun", tak ada reaksi dari Lena malahan merapatkan diri lebih masuk menyamankan diri dalam pelukan. Tuan besar menghela nafas sambil mempererat pelukannya, ia dan putranya sama-sama memiliki sifat 11 12, begitu menginginkan sesuatu maka dipastikan semua cara akan ditempuhnya. "Hotel terdekat"perintahnya pelan tak ingin menganggu Lena. Tuan besar merasa kali ini, ia mendapatkan masalah yang luar biasa menguras tenaganya.
kring...
kring...
kring...
Diliriknya ponselnya, nama nyonya besar kedua tertera didalamnya. Bagaimanapun caranya ia harus menyingkirkan wanita gila yang menyebut dirinya nyonya besar kedua padahal hanyalah simpanan. Wajahnya mengeras menandakan apa yang akan dilakukan bisa menjadi masalah di masa depan bagi nyonya besar kedua.
Ketika menemukan hotel yang bagus, cepat-cepat tuan besar mencari kamar, sepertinya akhir-akhir ini, ia banyak tinggal di hotel daripada dirumah. Salah satu anak buahnya mengurus semua administrasi hotel dan memastikan keamanannya. Diletakkannya Lena diatas tempat tidur. Tuan besar duduk di sofa kamar, wajah damai Lena membuatnya tenang. Diambilnya ponselnya kemudian menekan tombol cepat pengacaranya. Tak banyak yang dibicarakan mengenai masalah nyonya besar kedua dan Lena calon nyonya besar kedua yang sesungguhnya, tuan besar melirik kearah tempat tidur dengan senyum di wajahnya, hatinya memutuskan kali ini mengikuti keinginan nyonya besar pertama.
Lena bergerak perlahan mencari tempat yang nyaman, melihat itu tuan besar beranjak dari duduknya untuk berbaring disamping Lena. Tuan besar memeluknya dalam tidurnya Lena, memberikan perasaan aman yang selama ini sepertinya dicari oleh Lena.
~
Javi menuruni tangga rumah, sejak pagi hingga malam, tak terlihat Lena dimanapun ataukah dirinya terlalu sibuk menyenangkan nyonya besar kedua diatas ranjang. Sedikit mengeryitkan kening ketika tak ada satupun pesan yang berasal dari Lena.
Salah satu pelayan lewat depannya, iapun menariknya, "Dimana putriku?"tanya Javi memperhatikan penampilan pelayannya, ia belum pernah bertemu pelayan yang sangat bersih seperti ini dirumahnya sendiri. "Belum pulang tuan"jawab pelayan tersebut menunduk. Javi melepaskan tarikannya kemudian melanjutkan langkah menuju kamar Lena. Dibukanya pelan, Javi memperhatikan ke sekeliling kamar tapi tak ada hal yang mencurigakan. "Kemana anak itu"ucapnya kencang. Javi buru-buru menelpon tapi tak ada sambungan bahkan dikatakan diluar servis area. Sebuah tangan melingkar pinggangnya, wajah menempel di punggung, "Lena sudah berangkat ke Paris"kata nyonya besar kedua. "Seharusnya aku ikut bersamanya, bukan"tanya Javi tak suka mendengar kalimat Nyonya besar kedua. "kelinci putih selalu senang berbuat sesuka hati, biarkan saja, ada hal yang harus kita lakukan", nyonya besar kedua melepaskan pelukannya. Ia berjalan menuju jendela kamar, "Ada apa"tanya Javi acuh tak acuh. "Aku merasa waktu kita tak banyak"jawab nyonya besar kedua, "Apa kamu mulai menaruh hati padanya, hah!"bentak Javi sambil mendekati nyonya besar kedua. Penampilan Nyonya besar kedua sudah siap untuk pergi bahkan tas kecil dipegangnya. Nyonya besar kedua mengambil helaan nafas yang cukup besar. "Tenanglah, aku hanya mencintaimu". Javi mengusap wajahnya kasar, " Jangan pernah berfikir untuk keluar dari hidupku!".
nyonya besar kedua terdiam mendengar itu, selama ini ia hanya diam saja tapi perasaan mengganjal bertahun-tahun mulai muncul setelah diabaikan berkali-kali. Javi mengutuk dan mengomel dalam hati, tambang emasnya akan lepas dari tangannya, ia harus mulai mencari ide untuk mempertahankan posisinya. Seharusnya sejak awal, Javi sudah menyingkirkan wanita di depannya kalau tahu akhirnya malah menjadi masalah untuknya.
Javi meninggalkan nyonya besar kedua seorang diri di kamar Lena, nyonya besar kedua mengambil ponselnya yang ada di dalam tas mengirimkan pesan kepada tuan besar untuk segera pulang. Iapun keluar dari kamar itu menuju luar, disana Javi dan mobilnya sudah siap untuk mengantarkan kembali ke rumah milik tuan besar.