Aku menatap kue kering yang sedikit gosong di atas meja. Kue itu adalah hasil masakan Melody dan Cerelia di dapur. Tadinya Melody ingin membeli makanan di luar saja, namun Cerelia bersikeras agar Melody mengajarinya memasak. Cerelia tidak pernah memasak makanan di dasar laut, semua makanan yang dimakan nya adalah mentah atau pun hidup. Ya tentu saja, siapa pun tau kita tidak akan pernah bisa menyala kan api di dasar laut?.
Alhasil kue kering yang seharusnya renyah dan manis menjadi keras dan pahit. Bisa kau bayangkan betapa tersiksanya lidahku?.
Untung saja aku adalah orang yang lumayan sabar, jika tidak, bisa kau bayangkan apa yang aku lakukan?.
Paman Piero tertawa renyah melihat kue gosong di atas meja. Seperti biasa, tawanya yang menggelegar membuat ku terlonjak kaget.
"Percaya lah, kue gosong ini tidak akan pernah laku bahkan pada orang yang menyukai makanan gosong sekali pun." Katanya sambil kembali tertawa. Cerelia memandang Paman Piero tajam.
Jika di pikir-pikir sikap paman Piero hampir sama dengan Denzel. Mungkin itu sebabnya mereka cepat sekali akrab. Tapi tungggu, kemana Denzel?. Aku melihat sekeliling ku dan sama sekali tidak menemukan keberadaan bocah itu. Ku lirik jam tangan ku yang menunjukkan pukul 12 siang.
"Ada apa?, Kau terlihat tengah mencari sesuatu?." Tanya Cerelia bingung.
"Dimana Denzel?"
"Ohh anak itu baru saja pamit, tadi dia bilang ingin melihat-lihat kota Atlantis." Sahut paman Piero tanpa mengalihkan pandangannya dari baju zirah perang yang baru saja ia buat.
Oh kurasa ini akan menjadi sangat melelahkan. Aku tau bahwa dimana pun Denzel berada, ia akan menyebabkan masalah. Belum sempat aku menyusun rencana untuk menemukan kakek, kini bocah itu malah kembali berulah.
Ku lirik Melody yang sama khawatir nya dengan ku.
"Jangan khawatir, Denzel mungkin tengah bersenang-senang sekarang." Kata Cerelia mencoba menenangkan ku dan Melody, tapi tentu saja aku tidak bisa tenang. Ini adalah kota Atlantis yang sama sekali asing dan baru pertama kali ku tempati. Bagaimana aku bisa tenang?!!.
"Um bagaimana jika kita pergi keluar untuk mencarinya?." Usul Melody menatap ke luar jendela. Aku mengangguk di ikuti dengan Cerelia.
"Oh iya jangan lupa bawakan aku daging panggang pedas ya!." Teriak paman Piero ketika kami keluar toko.
Cerelia memberikanku sebuah kertas yang berisi denah kota Atlantis. Kami berencana akan berpencar untuk mencari Denzel. Aku akan ke Utara sementara Melody bersama Cerelia pergi ke arah selatan. Ya aku sengaja menitipkan Melody pada Cerelia yang lebih tau tentang kota Atlantis.
Dengan langkah cepat dan lebar, aku menelusuri setiap toko di kota Atlantis, dan tentunya, aku juga melihat berbagai macam makhluk aneh yang bisa berbicara yang beberapa kali membuat ku terkejut.
Ketika sampai di tengah perjalanan. Aku melihat kerumunan orang dan makhluk aneh lainnya di tengah kota. Mereka terlihat seperti melihat sesuatu yang menyenangkan. Karena penasaran, aku pun berjalan ke arah kerumunan. Mungkin saja Denzel berada di tengah kerumunan itu.
Dengan susah payah, aku pun menerobos kerumunan itu dan hampir beberapa kali terjatuh karena tersenggol orang. Ditengah kerumunan, terlihat seorang lelaki berusia sekitar 14 tahun yang tengah melindungi bocah kecil dari paman berhidung babi. Laki-laki itu memiliki rambut perak yang serasi dengan warna matanya. Tangannya memegang erat si bocah yang bersembunyi di belakangnya.
"Paman, bagaimana jika kita membicarakan ini baik-baik?." Tanya anak laki-laki itu terlihat sopan.
"Baik-baik katamu?!, Kau tidak tau ya, bocah ini sudah berkali-kali mencuri dagangan ku!, Dan sekarang kau malah meminta ku melepaskan nya?!!, Enak saja!." Seru paman itu terlihat marah. Hidung babinya terlihat mengembang dan mengempis menahan amarah.
"Tapi paman, anak ini mencuri makanan karena ia lapar, tidak bisakah kau sedikit berbaik hati padanya?." Bela laki-laki itu, masih teguh dengan pendiriannya.
"Mencuri tetaplah mencuri!, Enyalah sebelum aku melaporkan mu kepada yang mulia, sebagai kaki tangan bocah itu!." Ancam paman babi, membawa sebuah pentungan besar di tangannya. Paman babi itu berniat memukul si lelaki perak, tapi untungnya lelaki itu segera menghindar dengan gesit. "Berani nya kau menghindari pukulan ku?!!." Teriak si paman babi, menatap tajam ke arah laki-laki itu.
Dengan cepat lelaki perak itu membawa lari si bocah bersama nya, menjauhi kerumunan. Paman babi berniat untuk mengejar nya. Namun tubuhnya yang gempal tak bisa menandingi gesitnya lelaki itu.
Aku hanya tercengang menyaksikan sebuah adegan, yang menurut ku sangat asing. Tiba-tiba aku teringat tujuan ku kesini adalah untuk mencari Denzel!, Tapi aku malah asik menonton perkelahian orang lain.
Aku pun kembali melanjutkan langkah ku. Hampir setiap penjuru kota telah aku datangi demi mencari Denzel. Namun aku sama sekali tidak menemukan nya. Aku terduduk disebuah gang kecil dan beristirahat disana, beruntung tadi Cerelia memberi ku uang koin untuk kubelikan kepentingan ku. Karena aku lapar aku pun membeli dua potong roti untuk ku makan.
Jika kupikir-pikir, sejak pagi tadi aku memang belum makan apa pun. Pantas saja perut ku bersuara.
Aku menikmati makanan ku di gang kecil itu. Tidak buruk juga. Ku pikir roti Atlantis akan sangat tidak enak untuk kumakan, tapi kenyataannya ini sangat lezat di bandingkan kue gosong tadi.
Ketika aku tengah menikmati roti ku. Tiba-tiba saja seseorang menyentuh pundak ku dan membuat ku berteriak kaget.
"Hei hei tenanglah!, Jangan berisik"
Aku membuka mataku perlahan, dan melihat anak lelaki yang tadi kutemui di tengah kota.
"Perak?!." Kataku setengah terkejut.
"Perak?, Ah oh mungkin karena rambut ku." Ucap nya terlihat salah tingkah sambil memegang rambut perak nya.
"Kau.. apa yang kau mau dariku?!." Tanyaku menatap nya dengan penuh selidik.
Laki-laki itu terlihat canggung dengan matanya yang menunduk ke bawah. "Um begini, bisakah kau memberi kan ku roti itu?, Anak ini kelaparan, tapi aku tidak bisa membelikan nya sepotong roti. Aku janji akan mengganti nya dengan lima batang emas." Ucap nya terlihat sungguh-sungguh.
Oh yang benar saja, untuk membeli roti saja dia tidak bisa. Sekarang laki-laki perak itu malah berjanji memberi ku lima batang emas?.
Aku melirik bocah lelaki di belakang nya. Bocah berusia 5 tahun itu, terlihat kurus dan tak terurus. Bajunya compang-camping dan robek dimana-mana. Sebenarnya aku tidak rela jika roti ku dimakan orang lain, tapi karena tidak tega, aku pun memberikan nya satu potong roti yang tadi ku beli. "Ambil saja, aku juga sudah kenyang." Kataku sambil memberikan sepotong roti. Beruntung tadi aku beli dua.
Laki-laki itu tersenyum ceria. "Terimakasih, kau memang gadis yang baik nona."
"Ah ya..itu bukan masalah besar bagiku." Kataku tersenyum canggung. Sungguh baru pertama kali ada yang memuji ku seperti ini.
Lelaki itu menghela nafas pelan. Namun suatu hal yang memalukannya terjadi. Perut laki-laki itu berbunyi tanda ia kelaparan juga. Aku mendongak ke wajahnya yang memamerkan pipi yang merah merona. Laki-laki itu terlihat menyembunyikan malunya.
"I itu.. ma maaf ahahaha aku memang terlahir seperti ini." Katanya tertawa canggung.
Seketika itu juga. Tawa ku pecah melihatnya. Tak kusangka di Atlantis ada juga yang seperti ini. Aku pun memotong roti bagian ku menjadi dua.
"Ini ambilah, aku tidak memiliki banyak koin, tapi aku bisa memotong roti ku menjadi dua." Kataku memberikan sepotong roti padanya.
Lelaki itu menerima nya dengan canggung.
"Maaf merepotkan." Katanya sambil melihat-lihat sepotong roti yang kuberikan.
Aku mengangguk dan kembali memakan roti yang kini tinggal sepotong. Setelah nya aku pun berniat kembali melanjutkan pencarian ku, namun lelaki perak itu segera menghentikan langkah ku.
"Nona bolehkah aku tau nama mu?." Tanya lelaki itu tersenyum lembut.
"Ah ya, Hazel Victoria." Kataku tanpa sadar berucap.
Lelaki perak itu kembali tersenyum. "Senang bertemu denganmu Nona Victoria." Ucapnya sedikit membungkuk kan badan.
Dan tentu saja itu membuat ku heran. Apakah semua gelandangan di kota Atlantis mimiliki sopan santun dan kharismatik seperti ini?.
Ketika baru saja aku ingin menanyakan namanya. Lelaki perak itu segera menghilang bersamaan dengan hembusan angin. Aku terdiam heran. Benar-benar lelaki yang gesit. Kira-kira ras nya apa ya?.
Aku pun segera melanjutkan pencarian ku. Aku harus mencari Denzel!. Hampir saja aku melupakan tujuan ku keluar toko.
Dengan hanya berbekal sebuah denah. Aku mencari Denzel kesana, kemari, namun Denzel sama sekali tak ditemukan.
Sial sebenarnya dimana bocah itu?! Umpat ku dalam hati.