"Maaf nyonya, tapi kami sama sekali tidak menemukan petunjuk apa pun selain syal biru ini." Jawab polisi itu memberikan sebuah syal biru yang di temukan nya di tepi pantai.
Jane menahan tangisnya. Tubuhnya terkulai lemas ke lantai. Baru saja ayahnya menghilang kini putrinya dan keponakan nya juga ikut menghilang.
Melihat itu Antonio segera membantu Jane untuk berdiri. Ia tidak tega jika terus melihat istri nya sedih seperti ini. Antonio membawa Jane ke kamarnya untuk beristirahat. Sudah satu bulan semenjak mereka menghilang, Jane tidak memiliki waktu tidur yang cukup.
Sama seperti Jane, Lucy Victoria yang merupakan ibu dari Melody dan Denzel, mengalami hal yang tak jauh berbeda dengan kakaknya. Ia bahkan tak mau mengisi perut nya dengan makanan apa pun. Pikiran nya sibuk berkecamuk memikirkan Melody dan Denzel. Ia telah gagal menjadi seorang ibu, begitu lah pikir Lucy. Padahal bagi Lucy merekalah satu-satunya harta yang paling berharga baginya.
Lucy menyesal karena lebih mementingkan pekerjaan nya di bandingkan menghabiskan waktu bersama keluarga nya. Tapi tentu saja Lucy melakukan itu semata-mata bukan hanya untuk dirinya saja.
"Lucy... sebaiknya kau juga beristirahat seperti Jane." Ucap Antonio ketika melihat Lucy yang merenung seorang diri.
Matanya merah dan bengkak karena menangis. "Bagaimana aku bisa beristirahat sementara anak-anak ku menghilang?!, Aku memang ibu yang buruk Antonio, aku...tidak..tidak.." Lucy tak bisa melanjutkan perkataannya. Tangisnya kembali pecah saat itu juga.
Antonio hanya diam dan merasa iba. Kondisi istrinya dan adik iparnya sama-sama buruk.
Bahkan ia tidak mementingkan kondisi nya yang terlihat lelah.
"Tenanglah Lucy, mereka pasti akan segera di temukan." Jawab Antonio berusaha menyemangati adik iparnya.
Lucy mengangguk tanpa mengatakan apa pun. Ia butuh waktu untuk menyembuhkan sedihnya.
***
Sementara itu, di dunia yang berbeda dan waktu yang berbeda. Melody dan Hazel masih sibuk mencari Keberadaan Denzel.
"Apakah kalian sudah menemukan nya?." Tanya Hazel pada Cerelia dan Melody. Mereka bertemu di dekat alun-alun kota Atlantis.
Melody menggeleng cepat. "Aku dan Cerelia sudah mencarinya kemana-mana, tapi bocah nakal itu sama sekali belum di temukan."
"Aku tau!" Seru Cerelia menatap mereka dengan antusias. "Ada satu tempat yang belum kita kunjungi, mungkin saja Denzel sedang berada disana." Lanjutnya tersenyum simpul.
Gadis berambut biru laut selutut itu, segera mengajak Hazel dan Melody untuk mengikuti nya.
Mereka tak banyak bicara dan hanya mengikuti Cerelia di belakang. Setelah beberapa menit berjalan. Mereka akhirnya sampai disebuah paviliun yang bertuliskan lucky goose. Paviliun itu adalah satu tempat di Atlantis yang mengadakan perjudian dari kalangan elite maupun tidak, dan tentu saja, tempat ini selalu ramai oleh pengunjung setiap harinya.
Hazel meneguk Saliva nya. Apakah Denzel benar-benar berada di tempat ini?, Batin nya bertanya sambil melihat beberapa orang dan makhluk aneh lainnya yang sedang asik bermain judi. Hazel juga melihat makhluk berlendir seperti jeli yang sibuk bermain dam.
Tepat di ujung paviliun lucky goose, beberapa orang berkumpul disana. Terlihat Denzel yang tengah duduk sambil memegang beberapa kartu. Senyuman khas Denzel tersungging kala melihat lawannya kalah.
"Lihat pak tua, sudah ku bilang kan?, Aku hebat dalam hal ini." Seru Denzel tertawa keras. Beberapa orang mulai bertepuk tangan atas kehebatan Denzel bermain judi.
"Bocah tengik itu!!, Awas saja!, Aku akan memukulnya nanti!." Ancam Melody geram, berjalan mendekati Denzel.
Denzel membulatkan matanya sempurna, ketika Melody menghampiri nya.
"Bos ada apa?" Tanya lelaki berbadan gempal yang menyebut Denzel Bos. Di samping lelaki itu seorang lelaki bertubuh kurus terlihat sama bingung nya dan melihat ke arah Denzel.
Pertengkaran Melody dan Denzel pun terjadi di paviliun lucky goose, bahkan Melody langsung menjewer telinga Denzel dan menyeretnya keluar paviliun. Semua orang di paviliun menertawakan tingkah mereka. Sementara Hazel hanya diam karena merasa malu dengan sikap kedua saudara nya di tempat umum.
"Aw lepaskan aku anak manja!!." Teriak Denzel begitu sampai di luar paviliun.
"Bodoh apa yang kau lakukan?!, Umur mu masih 12 tahun dan kau malah belajar berjudi?!!!." Tanya Melody melengking.
"Di Atlantis kita bebas untuk berjudi, tidak ada yang melarangnya bodoh!" Bela Denzel tak mau disalahkan. "Lagi pula aku menang dan mendapat keuntungan yang banyak, tidak ada alasan kau marah padaku!" Ucapnya angkuh.
"Bocah tengik ini!, Kami semua mengkhawatirkan mu, tapi kau malah asik bermain judi!." Sergah Melody memukul kepala Denzel.
Denzel mengaduh kesakitan. Melihat itu lelaki gempal dan kurus segera menjauh kan Denzel dari Melody. Mereka tak terima jika bos nya dipukul oleh seorang perempuan yang hanya lebih tua satu tahun dari mereka. Si lelaki gempal itu segera menunjuk Melody dengan ekspresi tak terima.
"Jangan sentuh bos kami!" Serunya menghadang Melody.
Melody menggembung kan pipinya. Merasa kesal dengan sikap Denzel dan kedua teman barunya.
"Bos siapa wanita ini?" Tanya si lelaki kurus pada Denzel.
Denzel tersenyum licik. "Dia adalah nenek sihir di dunia ku, percaya lah kau tidak akan pernah mau tinggal bersama nya."
Mendengar itu wajah Melody memerah. Ia tak terima jika di panggil nenek sihir oleh adik nya sendiri. Baru saja Melody berniat ingin menyerang Denzel, Hazel pun segera menghentikan Melody. Seperti biasa Hazel kembali menjadi penengah kedua adik kakak itu. Sementara kedua teman Denzel terus menjauhkan Denzel dari Melody.
"Denzel!, Tak seharusnya kau bersikap seperti itu pada Melody yang telah mengkhawatirkan mu!" Tegas Hazel menasehati Denzel. Denzel hanya melirik tak peduli.
"Um apakah nenek sihir..eh wanita ini adalah kakak bos kami?" Celetuh lelaki gempal penasaran.
"Apa?!, Jadi kau pikir aku nenek sihir?!, Begitu?!!!!." Teriak Melody berkacak pinggang.
Denzel tertawa terbahak-bahak. Ia tak kuasa menahan tawanya begitu melihat Melody yang kesal.
"Denzel...!". Sinis Hazel menatap Denzel tajam.
Akhirnya Denzel pun memilih untuk meminta maaf pada Melody. Ya walaupun tidak terlalu tulus. Kedua teman Denzel juga ikut meminta maaf pada Melody, pasalnya mereka tidak mengira jika Melody adalah kakak bosnya. Tadinya Melody tidak mau memaafkan Denzel, namun Hazel segera menasehati nya.
"Maafkan kami bos kakak, kami sama sekali tidak tau, jika bos kakak adalah saudara bos kami." Kata lelaki gempal itu pada Melody. Lelaki kurus disebelahnya ikut mengangguk.
"Apa yang dikatakan saudara ku benar bos kakak, kami tidak bermaksud menyinggung mu"
Mendengar itu, emosi Melody perlahan-lahan mulai menghilang. Ia tak pernah menyangka jika akan di panggil 'bos' sebelum nya.
"Oh iya, perkenalkan kami adalah Qiong bersaudara. Aku adalah Fen Qiong" ucap si lelaki kurus memamerkan senyumannya.
" Dan aku Fang Qiong, saudara kembar Fen Qiong." Ucap si gempal tak mau kalah. Dan Ntah kenapa walaupun mereka kembar, tapi wajah mereka sama sekali tak sama. Yang satu gendut dengan hidung yang pesek, sedang kan yang satunya kurus dengan hidung yang mancung.
Kedua saudara Qiong itu pun, menceritakan asal mula mereka bertemu Denzel dan menyebut nya bos. Ternyata Qiong bersaudara adalah seorang yatim piatu yang bahkan untuk makan saja susah. Mereka tertangkap basah saat sedang mengambil ubi bakar di pasar. Mereka hampir saja diseret ke penjara jika Denzel tak datang dan memasang taruhan untuk mereka berdua. Tapi karena Denzel tak punya cukup uang, akhirnya Denzel mempertaruhkan kedua tangan nya jika ia kalah dan sebagai gantinya, tuan itu akan melepaskan Qiong bersaudara.
Kedua orang itu setuju dan bertaruh di paviliun Lucky Goose. Dan tanpa disangka Denzel berhasil memenangkan taruhan.
Seperti yang kalian duga. Bukan Denzel namanya jika tidak mendapatkan keuntungan. Akhirnya dia kembali bertaruh dan memanas-manasi tuan itu untuk bertaruh dengan emas-emasnya. Denzel kembali menang, dan ia di juluki 'Bocah Lucky' oleh orang-orang disana. Ya siapa pun pasti terkejut, seorang bocah yang baru berusia 12 tahun, yang berhasil mendapatkan keuntungan besar dengan mempertaruhkan kedua tangannya.
Melihat itu, Qiong bersaudara akhirnya memutuskan untuk mengikuti Denzel, dan menjadi kan nya sebagai bos mereka. Denzel tentu saja menyetujui nya, toh ia juga tidak punya teman disini.
"Oh ya ampun, rupanya adik mu lumayan cerdas Melody." Ucap Cerelia yang sedari tadi diam menyimak.
Mendengar nya di puji, Denzel tersenyum angkuh pada Melody. Melody hanya mendelikan matanya kesal.
"Sudahlah, lebih baik kita segera kembali ke penginapan. Kita harus mempersiapkan pencarian kakek, ingat?." Tanya Hazel mengingat kan. "Oh senang bertemu kalian Qiong bersaudara" ucapnya lagi tersenyum simpul.
Mereka mengangguk dan kembali menuju penginapan bersama kedua Qiong bersaudara. Tanpa mereka sadari. Sepasang pria dan wanita berjubah merah keemasan, tengah memperhatikan mereka sedari tadi.
"Kita berhasil menemukan nya " ucap wanita itu menampilkan seringaian jahat di bibir nya.