Bayant-Ukhaa, Mongolia
Camp Konsentrasi
22.30 Mongolia Time
"Sebentar," sergah Mark begitu dirinya, Wendy, dan Vernon berjalan menuju mobil militer yang ditumpangi Vernon sebelumnya
"Ada apa?"
"Bisa Kau tunjukan identitasmu sebagai atase?" ujar Mark dingin. Dirinya tidak bisa begitu saja mempercayai seseorang yang baru dikenalnya itu.
Vernon tersenyum tipis, "Kau tidak mempercayaiku? Baiklah," Ia kemudian mengeluarkan card holder berisikan kartu identitasnya sebagai atase sekaligus warga negara Korea.
Mark memeriksa identitas itu dengan teliti, setelah dirasa yakin, Ia menyerahkannya pada Wendy
"Kau baru ditugaskan tahun lalu?" tanya Wendy dengan nada yang tidak kalah menaruh curiga seperti Mark.
"Ya, Aku baru disini. Sejujurnya Aku tidak ingin terlibat jauh dengan urusan kalian, tapi Song Mino memberitahukannya dengan detail, Aku dekat dengannya, mau tidak mau Aku harus melibatkan diri, jadi berhentilah curiga, Aku tidak memihak siapapun," ujarnya panjang lebar.
Mark dan Wendy tampak berpikir sejenak. Mark sedikit terkejut begitu mendengar nama Song Mino, "Rupanya pria itu memegang kata-katanya," batinnya.
"Kalau begitu, bisakah Kami meminta tolong?" tanya Mark
"Apa itu?"
"Berikan kami mobil, pakaian, makanan, paspor, dan ponsel dengan koneksi memadai. Hanya itu yang kami butuhkan," jawab Mark
"Tentu saja, semua bisa tersedia besok sekitar jam 12 siang, sekarang kalian harus beristirahat,"
Kantor Kedutaan Besar Korea Selatan
Ulan Bataar, Mongolia
23.30 Mongolia Time
Mark dan Wendy baru saja tiba di kantor kedutaan besar Korea Selatan. Tiba dengan selamat di tempat itu membuat sedikit kelegaan dalam diri Mark dan Wendy karena sepertinya Vernon memang benar seorang atase disini. Selain itu, mereka lebih merasa aman berada di instansi negara mereka sendiri, bagaikan seorang pengelana yang tersesat lalu menemukan jalan pulang.
Namun tetap saja, Mark dan Wendy selalu waspada, mengingat kantor yang memiliki dua kamar tamu khusus itu sangat sepi di malam hari, hanya dua orang berjaga di depan yang kapan saja bisa dibuat tidak sadar, lengah, atau mungkin dibunuh.
"Permisi, Song Mino ingin berbicara dengan kalian melalui video conference," ujar salah seorang petugas adminisi disana begitu Mark membuka pintu kamarnya.
"Baik, kami akan segera ke ruangan conference," jawab Mark.
Mark dan Wendy segera melangkah dengan cukup tergesa menuju ruang conference di lantai 3 gedung itu. Benar saja, gedung itu benar-benar sepi di malam hari, bahkan pencahayaanpun sangat minim.
Sesampainya di ruangan, siaran video conference telah terhubung, menampilkan wajah Song Mino dan Doyoung disana.
"Astaga, lihatlah wajah kalian, apa yang terjadi? Kenapa Kau bahkan Doyoung tidak menghubungiku?" tutur Mino begitu melihat wajah Mark dan Wendy yang penuh luka
"Banyak hal terjadi dalam sehari ini. Kami sudah diintai sejak di bandara," jawab Wendy yang dibalas anggukan oleh Doyoung dan Mino
"Aku masih menyelidiki mengapa kalian sampai ditahan di camp konsentrasi. Aku tahu mereka adalah golongan anti-komunis, dan berusaha menghilangkan orang-orang yang berafiliasi dengan Rusia sekecil apapun itu. Tapi alasan itu tidak cukup kuat dipikiranku," tutur Mino panjang lebar.
"Lalu bagaimana bisa Kau mengutus Lee Vernon?" tanya Mark.
"Aku mengenalnya, sebelumnya dia bekerja di instansi yang sama denganku," jawab Mino. "Aku menerima laporan dari Doyoung bahwa Kau dan Wendy terjebak di Mongolia, bahkan Jackson mengatakan kalian ditahan di camp konsentrasi. Aku segera menghubunginya, dan dia mengenal komandan militer yang ditugaskan disana," lanjutnya.
"Jadi camp konsentrasi itu merupakan agenda militer?"
"Ya, pemerintah dan militer negara itu tengah berperang, pihak militer mempertahankan sistem pemerintahan demokrasi, dan sebaliknya, pemerintahnya berencana mengubah sistem pemerintahan menjadi komunis," jawab Doyoung. Ia mengeluarkan semua pengetahuan yang didapatnya dari riset panjang hari ini.
"Mengerikan," gumam Wendy.
"Lalu apa yang dilakukan oleh Vernon disana? Aku memerintahkannya untuk mengantarkan kalian ke bandara besok,"
"Ya, namun kami akan melakukan mobilisasi sendiri. Aku meminta mobil, paspor, dan kebutuhan lain sebelum meninggalkan negara ini. Ia bilang semua akan tersedia esok hari sekitar jam 12 siang," jawab Mark.
"Baguslah," ujar Doyoung. Tampak sedikit kelegaan di matanya.
"Bagaimana Jackson dan tim disana?" tanya Mark
"Mereka baru saja menemukan koordinat lokasi istri Eric," jawab Mino.
"Perintahkan mereka untuk segera bergerak, dengan atau tanpa Aku. Kita tidak bisa menunggu lama!" perintah Mark.
"Mereka akan bergerak satu hingga dua hari dari sekarang. Jaehyun bilang keberadaan wanita itu masih berubah-ubah," ujar Doyoung.
"Aku harap Vernon tidak mengingkari janjinya," gumam Wendy.
"Baiklah, terus berkoordinasi dengan Vernon, jangan sampai kalian terpisah, seseorang bisa saja mencelakai kalian kembali. Berhati-hatilah," pesan Mino sebelum video conference itu berakhir.
Wendy menghela nafas panjang, merebahkan kepalanya diatas meja dan memejamkan mata, "Hari yang panjang dan tidak terduga," ujarnya sembari tersenyum.
Mark menyandarkan punggungnya di sandaran kursi, "Bukankah sudah kukatakan di awal?" sindir Mark.
"Lalu haruskah Aku meninggalkanmu dan tim mu tanpa seorang dokter militer?"
"Banyak dokter yang bisa kuminta untuk ikut ..."
Wendy memotong ucapan Mark, "Tapi apakah Kau mempercayainya seperti Kau mempercayaiku? Bagaimana jika dokter itu ternyata seorang pengkhianat seperti Taehyung dan Lucas?"
Mark terdiam. Sesaat kemudian, Ia turut menaruh kepalanya di meja, berhadap-hadapan dengan Wendy yang masih memejamkan matanya.
Mark menghela nafas panjang, "Tidak," jawabnya. "Tapi bagiku Kau tetaplah seorang wanita bernama Son Wendy, bukan dokter militer, atau psikiater, atau kriminolog Son Wendy," lanjutnya.
Wendy membuka matanya, kini keduanya bertatapan.
"Katakan padaku, berapa wanita yang Kau kencani lima tahun terakhir?" tanya Wendy to the point.
Mark menjawab dengan tenang "Kau pikir Aku bisa?"
"Wah, lihatlah Mark Tuan, Kau tidak pernah berubah,"
"Begitu juga denganmu, kan?"
"Entah mengapa Aku selalu berpikir bahwa kita akan bertemu kembali, dan benar saja. Lucunya takdir,"
"Tapi Kau hampir saja mati,"
Wendy hanya tertawa.
"Bagaimana lukamu?"
"Tidak baik-baik saja, harus Kau obati,"
"Aku tidak menemukan kotak P3K disini,"
"Tidak perlu,"
"Lalu?"
"Ulangi saja adegan pura-pura mati diatas brankar tadi," ujar Mark jahil mengeluarkan smirk nya.
"Kenapa Kau jadi menggelikan begini? Apa Kau tidak canggung denganku?"
"Awalnya iya, tapi ternyata Kau tidak tampak bermasalah,"
"Begitukah?"
"Ya,"
Mark menegakkan tubuhnya, lalu memutar kursi itu hingga sepenuhnya menghadap Wendy.
Mark membentangkan kedua tangannya, "Mari kita menyapa dengan baik, Wendy," ujarnya.
Wendy hanya tertawa, lalu sedetik kemudian Ia berdiri dan memeluk pria dihadapannya itu dengan gemas.
"Detektif macam apa yang menggemaskan seperti ini, hah?" ujar Wendy masih dalam posisi ternyaman dipelukan Mark itu.
Satu menit, dua menit, mereka bernostalgia, hingga Mark mendengar derap langkah seseorang didepan pintu ruangan conference.
"Shht!" Mark menginstruksikan Wendy untuk diam.
"Siapa disana!"