Dzamyn Ude, Mongolia
At the Train
27 April 2016
23.30 P.M Mongolia Time
Seperti rencana yang berubah sebelumnya, Mark dan Wendy akhirnya bergerak menuju Beijing menggunakan jalur kereta internasional Ulanbataar - Beijing. Empat belas jam perjalanan telah mereka tempuh. Suasana kereta itu sangat ramai dan klasik, karena mereka hanya mendapatkan tiket kelas ekonomi di jam-jam terakhir kereta itu berangkat. Tidak heran jika saat ini mereka harus duduk dengan formasi 3-3, berhadapan antarkursi. Namun katakanlah mereka beruntung, karena kereta itu hanya ada dua hari dalam satu minggu.
"Apakah Kau mendapatkan koneksi yang bagus disini?" tanya Wendy begitu melihat Mark dihadapannya yang sangat serius memperhatikan ponsel yang Ia posisikan miring itu.
"Lumayan. Jackson baru saja mengabari kalau mereka bergerak menuju perbatasan Rusia-Cina,"
"Begitukah?"
"Ya, mereka bahkan sudah sampai dalam waktu 5 jam,"
"Bukankah mereka di Kasimov? Kota itu dekat dengan Moscow di pertengahan Rusia, bagaimana bisa sampai dalam 5 jam, Aku pikir mereka mengatakan tidak akan menggunakan jalur udara untuk mobilisasi," ujar Wendy.
"Sepupu Jackson disana, dia meminjamkan jet pribadinya,"
"Astaga, social butterfly itu sangat bermanfaat di situasi begini. Tapi, Apa Kau mengenalnya?"
"Sepupu Jackson? Ya, Jeon Somi, Ia keluar dari angkatan udara 2 tahun lalu, kabarnya Ia menjadi pengusaha legal yet ilegal di bidang persenjataan militer," jelas Mark
Wendy hanya mengangguk. Matanya kembali menerawang keluar jendela kereta yang bergerak cepat dan tidak menampakkan pemandangan apapun selain perumahan penduduk perbatasan yang sangat remang, hingga seorang wanita paruh baya yang duduk persis di sebelah Wendy mengulurkan sekantung permen jelly tradisional, "Permisi, aku memiliki ini, ambillah, sepertinya Aku tidak melihat kalian makan apapun sedari tadi," ujarnya.
Wendy sedikit terkejut dengan aksi ramah wanita paruh baya yang menggunakan pakaian khas Cina itu, sebelum akhirnya mengumpulkan kesadarannya untuk segera balas berbicara dalam bahasa Cina.
"Ah, terimakasih Bu. Tapi kami tidak terbiasa makan dalam perjalanan, hehe," tolak Wendy halus. Wanita itu hanya tersenyum ramah.
Wendy mengalihkan pandangan pada Mark disebrangnya. Benar saja, pria itu sedang mengawasinya tajam, takut Wendy akan mengulang kesalahan sama seperti saat mereka ditahan di camp konsentrasi.
"Tidurlah jika Kau lapar, perjalanan kita masih panjang," ujar Mark.
Markas Darurat 2
Chita, Rusia
27 April 2016
21.45 P.M MSK
"Perhatian semua! Kita sudah berada dekat dengan lokasi wanita itu. Lokasinya tidak berubah selama 7 jam terakhir," seru Yugie heboh ditengah kegiatan makan malam empat orang di markas itu. Ya, Jeon Somi memutuskan bergabung dengan tim mereka.
"Benarkah? Berapa jarak tempuh kita menuju kesana?" tanya Jaehyun setelah selesai tersedak air minumnya begitu mendengar kehebohan Shin Yugie.
Yugie menyingkirkan tempat makannya, menaruh atensi penuh pada laptop dihadapannya, "Kurang lebih satu jam setengah, jalur darat," jawabnya.
"Itu berarti wanita itu masih berada di lokasi perkotaan, tidak di pegunungan seperti kemarin," tukas Jaehyun.
"Benar, ini akan mengurangi effort kita," ujar Jackson.
"Somi, apakah Kau yakin akan membantu kami lagi?" lanjut Jackson.
Jeon Somi menaruh sendoknya di atas piring, "Tentu saja. Sejujurnya, Aku penasaran ... ", "Apakah Aku mengenal dalang dibalik kasus ini?" lanjutnya.
"Apakah Kau ... memiliki asumsi saat ini?" tanya Jaehyun hati-hati.
"Ya, Aku merasa ini ada kaitannya dengan kematian Jenderal Song Joong Ki, atasanku langsung ketika masih di angkatan udara," jelasnya.
Semua orang di markas itu terdiam, terkejut akan pernyataan Jeon Somi yang sangat tiba-tiba dan sedikit out of the prediction.
"Apa Aku salah bicara?" tanya Somi heran.
"Tidak, bagaimana Kau bisa memiliki asumsi itu, Som?" tanya Jackson.
"Bagaimanapun juga, Jenderal Song adalah Menteri Pertahanan ketika kasus serupa seperti DIS terjadi, dan dia tewas terbunuh ketika memproses kejadian itu secara langsung di pengadilan. Bukankah itu janggal? Teori konspirasi sangat tercium dari sana, lalu kasus serupa terjadi tahun ini. Aku tidak bisa menahan intuisiku untuk tidak bergerak kesana," jelasnya panjang lebar.
"Jadi karena itukah ... Kau keluar dari militer?"
"Salah satunya,"
Suasana kembali hening, tidak ada yang bisa berkomentar.
"Hah, sudah kuduga, kalian orang yang tidak asik diajak bicara masalah konspirasi," ujarnya malas. Ia kembali memakan makanannya yang sempat tertunda.
"Aku hanya kaget. Lalu jangan bilang Kau juga mengenal Lim Jaebeom?"
"Siapa dia? Aku tidak mengenalnya,"
"Dia adalah agen NISA,"
"Entahlah, selama Aku bertugas dengan Jenderal Song, Aku hanya berurusan dengan satu orang dari NISA, agen itu bernama Park Moon Byul,"