Happy Reading
🥀
"Anak ibu kenapa?"
"Enggak kok bu."
Lyla Kencana wanita yang selalu tersenyum disetiap kesedihan menimpa, ia adalah cahaya bagi Echa. Wanita yang memegang dua peran dalam hidup nya, Ibu serta Ayah. Echa selalu ingin membuat Ibu nya bangga serta membahagiakan wanita itu. Dalam hidup Echa hanya wanita itu lah tujuan hidup nya. Ayah nya Ridwan telah lebih dulu menemuni tuhan.
Lyla mendekati putri semata wayang yang sedang berbaring dikasur nya. Putri nya terlihat murung sejak kembali dari sekolah.
"Gimana sekolah nya?" Tanya nya sembari mengelus puncak kepala Echa.
"Ya gitu bu," Sahut Echa tanpa semangat.
"Apa ada hubungannya sama cowok yang ngantar kamu tadi?" Tebak Lyla.
"Iihh Ibu apa deh." Kesal Echa.
Echa semakin menyembunyikan wajah nya dibalik bantal.
Memang benar tadi Raden mengantarnya sampai di depan halaman rumah Echa namun setelah itu Raden melajukan motornya tanpa mengatakan apa pun pada Echa. Dan yang membuat Echa semakin geram adalah pesan singkat yang dikirim Raden pada nya Raden mengatakan bahwa kepindahannya sedang diatur dan pagi sekali Raden akan menjemputnya.
"Bu kita pindah aja yuk," Seru Echa dibalik bantal.
"Loh kenapa?" Seru Lyla menautkan kedua alisnya.
Echa memutar tubuhnya tepat menghadap Lyla. Echa mulai menceritakan kesialan yang menimpahnya sejak dua hari lalu.
"Kok lucu yah ada cowok seperti itu." Ucap Lyla dengan tawa ringan.
"Ibuu... Kok ketawa sih. Sekarang Echa harus gimana?" Lelahnya.
Lyla kembali mengusap puncak kepala Echa.
"Berdoa aja semoga itu hanya prank" Sahut Lyla.
Ini yang membuat Echa geram. Ibu nya selalu saja seperti anak remaja. Prank apaan seperti itu. Agrhh.
"Uda-uda sekarang kamu mandi setelah itu makan yah. Ibu tunggu dibawah" Titah Lyla masih dengan tawa nya.
Lyla merasa lucu dengan anak muda zaman sekarang.
☘
Raden melempar tas nya asal kearah sofa, mata elang nya celingukan mencari keberadaan penghuni rumah.
"RADEN PULANG!!" Ujar nya dengan nada tinggi.
Niat nya membuat kekacauan didalam rumah tak tersampaikan, hingga menit kelima masih tak ada satu orang pun yang turun untuk melihat nya.
"Ck. Sekali nya gue pulang cepat orang nya pada musnah."
"Elo ngapa teriak-teriak?" Seru seorang pemuda dari arah tangga.
Ia Radit Alintang putra tertua dari pasangan Regan Madewa dan Diana Ratuly. Usia Radit dan Raden hanya berpaut satu tahun, wajar saja jika mereka terlihat sebaya.
Raden tak menjawab ia memilih meninggalkan ruang tamu dan menuju dapur. Radit tak tinggal diam, ia mengekori langkah Raden.
Pemuda dengan mata Elang itu menenggak sebotol air mineral yang ia ambil dari dalam kulkas, ia hampir menghabiskan air mineral tersebut. Sehaus itu kah?
"Den, gue mau ngomong sama elo." Seru Radit namun tak diindahkan oleh Raden.
Raden mulai mengacak isi kulkas untuk menemukan makanan ringan.
"Den__" Radit masih berusaha berbicara pada Raden.
"Rade__"
"Shh.....Penjilat lo bisa diem gak?!" Sergah Raden.
"Den gue kakak lo!!" Suara Radit naik satu oktav dari sebelum nya.
Lagi-lagi Raden tak menggubris ucapan Radit. Ia kembali meninggalkan Radit dan membawa beberapa makanan ringan dalam bungkus yang cukup besar.
"Den ada yang mau gue omongin." Cegah Radit namun Raden tetap mengabaikan nya.
Saat menaiki anak tangga lagi-lagi Radit mencoba mencegah Raden. Hingga.
"SHIITT!!!"
Bersamaan dengan itu Raden membanting semua cemilannya diatas lantai.
"Harus gue peringatin berapa kali sama elo. JANGAN SOK AKRAB SAMA GUE. Ngerti lo?!!" Desis nya pada Radit.
Radit memandang nanar pada adik nya. Bagaimana mungkin adik kesayangannya berubah menjadi seperti ini.
"Den gu___"
Bughh...
Raden menghantam tulang rahang Radit dan membuatnya tersungkur diatas lantai.
"Itu akibatnya kalau elo uda ngusik gue."
Radit meringis saat ia menyentuh sudut bibir nya.
"Untuk permulaan ini lumayan." Serunya sembari memandang kearah Raden namun Raden lebih memilih meninggalkan Radit dan menuju kamarnya.
Ntah secara kebetulan atau apa tiba-tiba Diana muncul dari balik pintu utama dan melihat putra sulung nya sedang berada dilantai dan putra bungsu nya menaiki tangga menuju lantai atas.
"Radit," Lirih wanita itu.
Radit mengarahkan pandangannya kesumber suara dan menemukan sang Mama yang berada diambang pintu utama.
"I'm oke Mom. Ini hanya sentuhan tulus dari Raden buat Radit." Ucap nya dengan cengiran khas.
Diana menghampiri putra sulungnya dan membantu nya untuk duduk disofa.
"Mama ambil es dulu,"
"Gak usa Ma... Lagian ini gak seberapa" Cegah Radit.
"Kenapa bisa gini?" Tanya Diana sembari mengusap lembut sudut bibir Radit yang sedikit mengeluarkan darah.
"Radit coba bicara sama Raden, tapi yah seperti biasa."
"Biar Mama yang bicara sama dia" Tegas Diana.
"Mom____"
Diana tak mendengarkan Radit, wanita itu segera menaiki tangga untuk menemui Raden.
"Raden buka pintu ada yang mau Mama bicarain."
Meskipun Diana adalah ibu nya namun ia masih meminta izin pada pemilik kamar jika ingin masuk.
"Kenapa?" Tanya nya setelah membukakan pintu untuk Mama nya namun tak mempersilahkan Diana masuk.
"Boleh Mama masuk?" Pinta nya lembut.
Raden terlihat berpikir kemudian menganggukkan kepala tanda setuju.
Diana duduk di bibir ranjang sementara Raden masih setia berdiri didekat pintu. Ini kesempatan Diana untuk mendekatkan diri pada putra bungsunya.
"Raden uda makan?" Tanya nya.
"Sejak kapan anda mulai memperhatikan jadwal makan saya?" Ketus Raden.
Diana kehabisan akal. Kata-kata yang sudah ia siapkan kembali sulit untuk terucap. Mengapa sulit sekali mendekatkan diri pada putra nya. Ia menyesal mengapa dulu ia kurang memperhatikan Raden.
"Bisa Mama minta hak Mama sebagai Ibu kamu?" Tutur Diana, ia sangat memohon pada Raden. Tanpa sadar kini kedua mata nya mulai berembun.
"Bisa saya minta kebahagiaan saya kembali?" Sinisnya.
"Raden itu murni kecelaka___"
"Sttt.... Sudahlah saya tak minta itu pada anda. Berhubung anda orang yang berpengaruh di sekolah saya, jadi saya minta ke anda untuk memindahkan salah satu siswi SMA Tugu Darma kesekolah saya." Terang Raden.
Diana cukup bingung dengan permintaan Raden, lagi pula siswi yang mana yang harus ia pindahkan.
"Nama nya Nathecha Kenara!" Ucap Raden karena mengerti maksud air muka Diana.
Diana mengiakan keinginan putra nya. Apa pun itu selagi ia masih bisa membahagiakan kedua putra nya maka ia akan melakukannya.
Diana mendekat kearah Raden dan memeluk tubuh jangkung Raden.
"Mama rindu Raden kecil Mama," Ucap nya dalam dekapan Raden.
Tubuh Raden membeku, hangatnya pelukan seorang ibu sudah sangat lama tak ia rasakan. Ingin rasa nya ia membalas pelukan Mama nya namun otak dan hati nya tak singkron.
"Jangan lupa makan yah. Mama selalu masak makanan kesukaan kamu" Seru nya sembari menepuk kecil kedua pipi Raden.
Diana meninggalkan kamar Raden. Tak lupa ia menutup pintu dengan sangat pelan. Hati nya sedikit senang setidaknya ia bisa berbicara dengan Raden tanpa di bumbuhi keributan.
Sedangkan Raden? Tanpa disadari cairan bening tiba-tiba saja mengalir dipipi mulus nya. Ia rindu Mama nya, Sungguh.
Karena keadaan membuatnya ikut membenci Mamanya. Namun tanpa mereka ketahui Raden sering mencuri kesempatan untuk sekedar mengusap surai hitam atau pun wajah Mama nya. Hal itu sering ia lakukan ketika Diana ketiduran diruang kerjanya saat larut malam.
Itu yang membuat Raden membenci orang tua nya. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga lupa waktu.