Chapter 3 - 03

Di kelas,

Semua murid nampak tenang dan fokus mendengarkan penjelasan dari Guru Biologi, yakni guru yang punya nama asli dan unik, Aidin Wal Faizin. Di panggil, pak Wal. Pak Wal tengah berdiri di depan kelas sambil membacakan buku dengan kacamata bulat yang sejak tadi turun-naik melulu.

"Kaktus adalah nama yang diberikan untuk anggota tumbuhan berbunga famili Cactaceae. Kaktus dapat tumbuh pada waktu yang lama tanpa air. Kaktus biasa ditemukan di daerah-daerah yang kering. Kata jamak untuk kaktus adalah kakti," terang pak Wal.

Di bangku duduk, Rintintin sendiri sedang gelisah karena mendadak ingin pipis. Cantik Farasya, selaku chairmate cewek itu menyadari ada yang tidak beres pada, Rintintin. Ia pun menoleh dan menatap Rintintin aneh, dan heran.

Cantik berbisik, "Lo tuh kenapa sih, Tin?"

Rintintin meringis. "Aduh, Tik. Gu-gue kebelet pipis nih!"

Cantik mendengus. "Gue kira pantat lo gatel! Duduk lo gerak-gerak mulu! Ya udah lah sana ijin ke Wc. Mau lo kencing batu, terus meninggal!"

Deg.

"Heh! Ya enggak lah, Tik!" Temannya yang satu itu mulutnya benar-benar!

Di sisi lain, tanpa kedua cewek itu tahu, jika pak Wal sejak tadi memperhatikan keduanya mengobrol. Sehingga, ia pun menegur. Karena, hal itu membuat seisi kelas mengarah pada Cantik dan Rintintin.

"Hey apalagi itu! Cantik dan Rintintin, kenapa?!"

Sontak kedua empu yang di tegur kaget, dan menolehkan kepala lurus ke depan kelas. Malu! Di campur takut.

"Ma-maf, pak!"

"Jangan ngobrol kalo saya lagi jelasin di depan! Mau gantikan saya di sini!"

"Eh! Nggak mau, pak!"

Rintintin pun berdiri dari bangkunya, "Maaf, pak Wal. Saya tuh dari tadi kebelet pipis. Ijin ke toilet ya, pak?"

Pak Wal menghela napas. "Yasudah, sana!"

"Ma-makasih, pak. Janji sebentar doang, pak!"

"Awas aja kalo lama!"

"Iya, pak. Siap!"

Rintintin pun pergi keluar kelas sendirian menuju toilet. Sambil berlari-lari kecil ia menelusuri koridor. Saat di tengah perjalanannya, Rintintin memilih untuk melewati jalan pintas. Agar, cepat sampai ke tujuan. Karena, Rintintin benar-benar sudah kebelet.

🌵🌵🌵

Lingga langsung melemparkan kuas cat nya, setelah pekerjaannya selesai. Kemudian, duduk lesehan memanjangkan kakinya di pinggir lapangan basket. Sekali mengadem di bawah pohon palem buntut. Akhirnya, berakhir sudah hukuman mereka. Saatnya, berleha-leha. Di ikuti Padu, Untung, Menang, dan Kaming. Kini, kelimanya saling duduk berlesehan memanjangkan kaki berjajar.

Untung, merampas kipas kuning yang di pegang oleh Menang begitu saja, lalu mengibas-ngibaskan ke wajahnya sendiri.

"ELAH! KIPAS GUE PAKE DI AMBIL SEGALA!" sewot Menang.

"BERDUA!"  jawab Untung. Lalu, Menang memepetkan sedikit wajahnya agar terkena kipasan.

Padu, mengibas-ngibaskan baju kaosnya. "Akhirnya, usai sudah jadi tukang! Enak juga di bayar!" kata Padu.

Kaming menimpal, "Namanya juga kena hukum, Du!"

"Pak Jaksa mah, sekalinya ngehukum kelewatan bat dah! Hari ini, sekolah bukan buat belajar, malah buat nukang!" kata Untung.

"Gaya lo, Tung!" timpal Lingga. "Sok sok-an bilang belajar! Giliran di kelas aja lo molor!"

Padu terkekeh. "Apalagi pas pelajaran Agama! Boro-boro di dalem kelas. Nah ini! Minggat ke UKS, pura-pura sakit!" ledek Padu.

Untung menghempaskan kipas ke ubin. Cowok itu melayangkan protes. "HEH, DU! KALO SOAL ITU MAH, KARENA WAKTU ITU TUH, GUE LUPA BAWA QUR'AN! BUKAN KARENA NGGAK MAU BELAJAR! LO TAHU SENDIRI, GURUNYA KEK APAAN KALO ADA YANG NGGAK BAWA QURAN!"

"ALASAN!" timpal Padu.

"HEH, DU! GUE BUKANNYA NGGAK SUKA BELAJAR AGAMA. GUE SADAR DIRI KOK, KALO BUTUH BANGET SIRAMAN ROHANI. GINI-GINI, GUE PERNAH JADI MUADZIN DI MUSHOLA DEKAT RUMAH GUE!"

Lingga yang ingat kejadian beberapa tahun silam pun berkata, "ITU KARENA LO DI PAKSA SAMA PENJAGA MASJIDNYA. BUKAN, KEMAUAN ELO, TUNG!"

"GARA-GARA?" sambar Padu.

"BERAWAL DARI UNTUNG YANG JATOH DARI ATAP MUSHOLA. KARENA, SOK SOK AN MANJAT KE GENTENG UNTUK NYARI SINYAL, KATANYA! BUAT VC AN SAMA CEWEK! UNTUNG, NGGAK PATAH LEHER. MASIH SELAMET AJA!"

Menang menimpal, "KOK BISA SELAMET LO TUNG? UDAH JATOH DARI ATAS MUSHOLA, MUSTAHIL BANGET! NGGAK LEWAT!"

Untung memelototkan matanya sempurna pada Menang.

Lingga kembali berkata, "KARENA PAS UNTUNG JATOH, JATOHNYA BUKAN DI LANTAI, TAPI DI BADANNYA PAK SANGKUT, PENJAGA MASJID YANG MAU AJA ADZAN!"

Semua tertawa mengejek.

"KARENA BADAN PAK SANGKUT ENCOK, JADI DI SURUH UNTUNG YANG GANTIIN!" kata Lingga lagi.

Padu menepuk punggung Untung berkali-kali. "Tung, cocok deh sama nama lo. Untung lo nggak mati di tempat!"

"MULUT LO DERAS BANGET KALO NGOMONG, DU! UDAH KEK AIR KERAN! SIALAN!" kata Untung sebal.

Kaming berkata sambil menatap lapangan dengan lutut yang kini terlipat. "ENTAR, PAS KITA UDAH LULUS SEKOLAH. TERUS, REUNI. BILANG KE ANAK-ANAK, INI LAPANGAN BASKET GUE YANG NGECAT, NJIRR!"

Semua tertawa.

"KALO DI PIKIR-PIKIR SIH, INI BAKAL JADI KENANGAN DI MASA PUTIH ABU-ABU!" kata Menang.

"BENER! JUSTRU, KALO DATANG KE SEKOLAH NGGAK PERNAH BUAT MASALAH, NGGAK AKAN ADA KENANGAN LUCU YANG BISA LO KENANG NANTI DI MESA DEPAN!" Untung menjeda ucapannya sebentar. Sekali, melirik teman-temannya.  "JADI, BUATLAH MASALAH SERING-SERING, BIAR BANYAK KENANGAN LUCU BARENG TEMEN YANG BAKAL LO INGAT, KELAK!" timpal Untung.

"BERASA DI CEKOKIN KE JURANG KEGELAPAN SAMA OMONGAN SI UNTUNG, GUE!" timpal Padu.

Untung menoleh, "APANYA, DU!"

Padu menoleh pula ke arah Untung dan menjawab,  "LO AJA SANA SERING-SERING BIKIN MASALAH, JANGAN NGAJAK-NGAJAK!"

"MASALAH ADA UNTUK KITA BELAJAR JADI DEWASA!" balas Untung dengan gayanya melentangkan kedua tangan ke udara. Sehingga, Menang dan Padu yang duduk di dekatnya dapat mencium bau ketek Untung. Asem, ah sialan!

"KETEK LO SIALAN! ASEM BENER!" kata Menang sembari menjepit hidungnya.

Padu menutupi hidung dengan baju kaosnya. "TAHU NIH! AH ANJIRR BANGET!" kata Padu.

Untung berkata, "KAYAK KETEK LO BERDUA WANGI AJA! KETEK UDAH KEK BAU KEMENYAN AJA SOK-SOK NGATAIN KETEK GUE BAU!"

Menang menimpal, "BAU KEMENYAN MENDING. KARENA, MASIH ADA WANGI-WANGINYE! BAU KETEK YANG GUE HIRUP BARUSAN UDAH KEK JIGONG BLASTERAN KENTUT!"

Untung kesal. Akhirnya, mencubit paha Menang. Menang pun meringis sakit.

"PEDES AMET CUBITAN LO, TUNG! KAYAK EMAK GUE!"

"KALO BAU KETEK LO KEK KEMENYAN, BERARTI KETEK LO MISTIS GITUH?!" kata Untung dengan kepala yang di maju-majukan.

Padu dan Kaming tergelak. Lain dengan Lingga, yang masa bodoh. Obrolan macam apa itu? Bahas-bahas ketek segala!

Saat teman-temannya asik berdebat, Lingga di kejutkan dengan kemuncullan Rintintin yang seenak jidatnya berlari melewati lapangan basket yang barusaja selesai di cat oleh mereka.

Deg.

Mata Lingga membulat sempurna. Jantungnya terasa tertembak. "HEH SI GEMBUL MAEN LEWAT-LEWAT AJA!"

Sontak semua melihat apa yang Lingga lihat.

Mereka melihat perawakkan Rintintin si cewek heboh binti lebay itu melewati lapangan basket di hadapan mereka. Menyisakan jejak kakinya di sana. Sialan!

Semua lantas berdiri. Untung sudah emosi. Emosinya kini meledak sampai ke ubun-ubun. Dengan cepat ia meraih tongkat roller cat dan menghalangi jalannya, Rintintin.

Sebelumnya, Untung meneriaki nama cewek itu.

"HEH! RINTINTIN!"

Citt!

Rintintin mendadak berhenti. Di tolehnya kiri kanan, namun sang empu yang memanggil tidak keliatan. Entah di mana keberadaannya.

"WOY, KLAKSON BECAK!" teriak Untung lagi.

Barulah, Rintintin tahu siapa yang memanggil namanya. Saat, Untung sudah berada tak jauh dari hadapannya. Rintintin mendengus sebal. Lantaran, Untung menghalanginya. Padahal, dirinya sudah di ujung tanduk! Kebelet pipis. Kalau, tidak di segerakan maka akan terjadi tsunami. Alias, ngompol!

Rintintin terlihat nampak gelisah di mata Untung. Karena, melihat cewek gembul itu bertingkah bak ulat bulu, menggeliat.

Untung, mendengus kesal. "HEH! RINTINTIN! MATA LO NGGAK LIAT APA, KALO LAPANGAN BASKET HABIS DI CAT?! MAEN SEENAKNYA AJA LEWAT-LEWAT. BUAT APA PAKE KACAMATA KALO MATA EMPAT AJA MASIH NGGAK MAMPU UNTUK MELIHAT!" kata Untung dengan menghentakkan tongkat roller cat sekali ke ubin, menghasilkan bunyi Tak!

Lingga, Padu, Menang, dan Kaming menyusul dan turut bergabung dengan Untung.

Deg.

Rintintin, menjadi gugup. Karena, kini dirinya berhadapan seorang diri dengan anak-anak biang kerok sekolah. Kalau, dirinya di apa-apain, gimana?? Karena, kelima orang yang di hadapannya ini terkenal usil, terlebih Menang, Untung, dan Kaming.

Menang menyambung untuk mengomeli, "HEH! RINTINTIN! UDAH KEK NGGAK ADA NAMA LAEN AJA LO DI KASIH NAMA MIRIP KLAKSON! BUTA LO MATA LO! LIAT TUH, JEJAK KAKI LO MEMBARA DI MANA-MANA! NGGAK TAHU APA, KALO KITA BERLIMA UDAH CAPEK-CAPEK NGECAT LAPANGAN! GUE TELEN JUGA LO!"

"TAHU NIH! KALO MAU LEWAT, LIAT-LIAT DULU DONG! KACAMATA AJA LO YANG GEDE, TETEP AJA RABUN!" sambung Kaming bersilang dada.

"HEH, KITA NGGAK MAU TAHU. LO HARUS NGECAT ULANG NIH LAPANGAN! TITIK! NGGAK PAKE KOMA!" kata Untung, galak.

"Aduh!!!!!!" timpal Rintintin gelisah dan kembali menggeliat. Semua pada heran dan aneh.

Untung mendengus kesal. "KENAPA LO! MAU NGEBANTAH! TANGGUNG JAWAB LO! KITA UDAH CAPEK NGECAT, LO SEENAK ENAKNYA MAEN LEWAT! KOCENG OREN LO YANG NGGAK PUNYA ETIKA!" kata Untung, galak.

Menang menyambung, "BENER! UDAH KEK KOCENG OREN AJA LO. NGGAK PUNYA ETIKA! HOBINYA SUKA NYOLONG IKAN ASIN TETANGGA!"

"ADUH! TOLONG YA HARAP BERI GUE JALAN BUAT LEWAT. LO SEMUA MAU TANGGUNG JAWAB!"

Semua terpelotot kaget. Apanya tanggung jawab!

"HEH! EMANG KITA NGAPAIN ELO, BUNTEL!" timpal Menang. Yang tidak sadar dengan dirinya sendiri.

"SESAMA BUNTEL JANGAN NGATAIN DONG!" timpal Rintintin.

"HEH! KALIAN ITU SAMA AJA, DUABELAS SAMA!" kata Untung.

"UDAH!" Lingga menengahi. Lalu, menunjuk Rintintin dengan kuas cat. "Pokoknya, elo harus tanggung jawab, cat lagi nih lapangan! Gue nggak mau tahu apapun alasan lo!" kata Lingga, lalu melemparkan kuas cat kepada Rintintin.

Hap!

Rintintin menangkapnya. Beruntung, tidak kena seragam. Namun, langsung ia lemparkan lagi ke arah, Kaming.

Hap!

Kaming menangkap. Beruntung juga, tidak kena seragam sekolahnya.

Semua sontak kaget dan mengerutkan keningnya melihat Rintintin. Yang menolak perintah, Lingga.

"HEH, KENAPA DI KASIH KE GUE!" kata Kaming.

"EMANG YA, SI RINTINTIN MAU DI JADIIN PERKEDEL!" kata Menang galak.

Rintintin yang sudah tak tahan pun akhirnya mengeluarkan jurus andalan. Namun, sebelum mengerahkan jurus nya, Rintintin berkata, "ADUH, TOLONG NGERTIIN GUE DULU LAH. GUE KEBELET NIH!"

"PEDULI KITA? ENGGAK!" kompak mereka.

"Oh yaudah kalo gitu!"

Rintintin menghitung 1 sampai 3. Menarik napas dan berteriak lantang.

"MINGGGGIIIIRRRRRRRRR!!!!!!!!!!!!!!!"

Rintintin berteriak lantang, besar, dan amat sangat panjang. Seperti berteriak menggunakan toa yang di dukung dengan soundsalon berpuluh-puluh.

Karena, perbuatannya itu pun membuat Lingga Cs terpental. Bahkan, suara Rintintin mengakibatkan gempa dadakan. Angin-angin turut mendukungnya. Udara kian bergerak ke sana ke mari menerpa apapun di sekitarnya. Menimbulkan getaran hebat di kaca-kaca jendela sekolah. Membuat semua penduduk sekolah yang tengah belajar mengajar, terusik. Mereka kira memang sedang terjadi gempa. Sehingga, mereka segera bersembunyi di bawah meja. Padahal, itu akibat suara Rintintin.

Lingga Cs, kini terduduk di ubin dengan tubuh saling menimpa satu sama lain. Kaming lah korban sesungguhnya, karena berada di posisi paling bawah, di atasnya Padu, di atas Padu Lingga, di atas Lingga Untung, dan di atas Untung adalah Menang. Ya, Menang yang berbadan besar itu berada di paling atas. Sialan!

Mereka berlima seakan kehabisan napas. Karena, tergencet. Apalagi, Kaming yang badannya paling kurus, kecil pula!

Untung dan yang lainnya mendorong tubuh besar Menang kuat-kuat secara bersamaan.

Toeng.

Dan, Menang pun tersingkirkan dan terguling-guling ke samping.

"Ah sialan!" Adu Menang, sakit.

"SIALAN LO, NANG!" kata Untung.

Padu menimpal, "TAHU NIH! BADAN GEDE SEGEDE JEMBATAN PAKE NIMPA PALING ATAS!"

"ADUH! BADAN GUE REMUK AMPE BERASA KE TULANG-TULANG!" sambung Kaming.

"HEH! SIALAN LO KLAKSON!" kata Menang.

Untung emosi. "NYARI GARA-GARA BANGET YA LO! NGGAK LO! NGGAK TEMEN-TEMEN LO SAMA AJA!" kata Untung.

Rintintin masa bodoh! Iya, tidak ingin lagi berurusan dengan Lingga Cs. Mending kabur.

"BODO AMATLAH! GUE MAU PIPIS!"

Rintintin pun pergi. Tanpa dosa.

Lingga Cs melototkan mata mereka kaget luar biasa. Untung, dan Menang meneriakki nama Rintintin keras-keras.

"WOY RINTINTIN!!!"

"JANGAN KABUR LO!!"

"LO PEKER SUSAH NEMUIN LO! HUH! TINGGAL JAGA LILIN AJA GUE DAPET!!"

Tiba saja, suara pak Jaksana mengagetkan mereka berlima lagi. Sontak, semuanya menoleh dan langsung berdiri.

"KALIAN BERLIMA NGAPAIN?!!!!"

"ADUH PAK! INI KERJAANNYA SI RINTINTIN!" jawab Menang.

Pak Jaksana tidak mau dengar, alasan apapun.

"SAYA SURUH NGECAT MASIH AJA MAIN-MAIN. BENER-BENER HARUS DI KASIH HUKUMAN TAMBAHAN!"

"EH! JA-JANGAN DONG, PAK!" kompak mereka.

"KAYAKNYA HARUS!"

"YAHH...JANGAN DONG PAK!!!!" Jawab mereka, kecewa.

"PULANG SEKOLAH JANGAN DULU LANGSUNG PULANG, KALIAN BANTUIN TUKANG BENERIN GENTENG SEKOLAH YANG BOCOR! TITIK!"

Ekspresi mereka masam. Tak bisa di pungkiri rasa jengkel dan kesal menggeorogoti diri. Ini semua karena, Rintintin!

"Yah, ampun. Pak!"

"NGGAK ADA AMPUN-AMPUNAN! LANJUTIN LAGI NGECATNYA!"

Semua mengumpati pak Jaksana dan Rintintin dalam hati. Dengan malas, mereka kembali memegang peralatan cat. Lalu, kembali lagi bergerak. Baru saja memulai, hati mereka kembali di bikin dongkol karena ulah kucing oren yang tiba-tiba saja muncul dan seenaknya berjalan anggun melewati lapangan, sehingga jejak kaki binatang itu tertinggal.

"EMANG YANG NAMANYA KOCENG OREN NGGAK ADA AKHLAKNYA!" teriak Menang.

Lingga, Padu, Untung, dan Kaming menghempaskan peralatan cat, karena kesal.

Ternyata hal itu kembali di ketahui oleh pak Jaksana. Lalu, orangtua itu berteriak kepada mereka. Membuat kelima muridnya kaget dan langsung terburu-buru mengambil kembali peralatan cat.

"MASIH SAYA LIATIN!"

🌵🌵🌵

Wodyetia bifurcata, palem buntut, adalah spesies palem dalam famili Arecaceae, berasal dari Queensland, Australia. Ini adalah satu-satunya spesies dalam genus Wodyetia.