Malam harinya Fadhil pun, kembali pulang ke rumah Adila, seperti permintaan Ayahnya yang menyuruh Fadhil pulang.
Perlahan Fadhil mulai membuka pintu kamar, dengan begitu hati-hati. Karna memang Fadhil pulang cukup larut jadi takutnya akan membangunkan Adila. Karena Adila pun, tidak pernah tidur begitu larut.
Kini langkah Fadhil mulai memasuki kamar, secara perlahan juga Fadhil menutup pintu itu kembali. Karna cuaca begitu dingin, Fadhil pun mengambil Sweaternya yang ada di lemari, Untuk dia kenakan. Begitupun dengan kupluk yang ada di dalam sweatur itu dia sematkan di Kepalanya.
Perlahan, dengan begitu Hati-hati Fadhil mengambil sebuah selimut dan Bantal yang ada di kasur. Namun sayangnya, selimut yang akan dirinya kenakan malah tertindih oleh tubuh Adila. Membuat Fadhil harus lebih ekstra hati-hati.
Fadhilpun mencoba menarik selimut tersebut sampai pada Akhirnya Adila terbangun dan tiba-tiba berteriak kecang.
"Maling, Maling, Maling,"teriak Adila begitu kencangnya sembari melempari tubuh Fadhil dengan bantal.
"Stttt, Stttt, Adila ini aku, ini aku Fadhil"ucap Fadhil mencoba menyela teriakan Adila, namun adila tak sedikitpun menggubris ucapan Fadhil. Seketika orang-orang pun berdatangan dan masuk ke kamar Adila dan Fadhil.
Rossali, dan Asbar, yang seketika datang langsung menyalakan saklar lampu utama yang tepat di sebelah pintu masuk. Setika lampu di nyalakan bukan maling yang ada di sebelah Adila, melainkan Fadhil dengan memakai sweater dengan balutan kupluk di kepalanya.
Rossali, dan Asbar yang melihat Fadhil, hanya tersenyum tipis. Sedangkan Adila menampakan wajah yang malu, karna menhduh Fadhil sebagai maling.
Bagaiamana tidak Adila menuduh Fadhil maling, selain keadaan kamar yang redup, Fadhil juga berpakaian bak maling.
Kedua orang tua Adila pun, kembali keluar kamar dan menutup kembali pintu
"Hemm, dasar Anak-anak. Daddy kira beneran maling,"ucap Asbar pada rossali di balik pintu.
Sedangkan Adila merasa masih sedikit kesal dengan kelakuka Fadhil.
"Sedang apa kamu di dekatku, Apa kamu mau mencari kesempatan, HAH,"tegas Adila.
Fadhil yang mendengar ucapan Adila, seketika melangkah mendekatinya. Membuat Adila sedikit ketakutan. Fadhil terus saja menatap tajam Adila, lalu tatapannya turun ke bawah. "Maa..mau Apa kamu?"Ucap Adila terbata-bata dan merasa takut karna tubuh Fadhil semakin mendekatinya.
Tiba-tiba saja Fadhil mengulurkan tangannya ke arah pangkal paha Adila lalu Adila semakin membulatkan matanya. Dan hendak menangkis tangan Fadhil. Bukan tangkisan yang Fadhil dapat melainkan Adila malah terguling ke Atas Kasur karna Fadhil menarik selimut yang Adila duduki sedari tadi.
"Aku hanya mau mengambil ini,"ucap Fadhil mengakat ke atas selimut itu dan tersenyum.
"Dasar lelaki menyebalkan."Adila
Berdecih kesal.
Namun seperti biasa Fadhil bersikap acuh dengan ocehan Adila. Dia malah memilih merebahkan tubuhnya di Atas Sofa panjang dan menutup tubuhnya dengan selimut.
"Hey Kenapa kamu tidak mendengarkan ucapanku, apa seperti itu sikapmu, bukannya minta maaf sudah membuatku jantungan atas ulahmu yang seperti maling. Tapi ini malah tidur begitu saja seperti orang yang tak punya salah,"Seru Adila sedikit meninggikan suaranya.
"Aku minta maaf,"ujar Fadhil singkat, yang masih berbalut selimut.
Sekali lagi, Fadhil memilih menghindari pertengkaran dengan Adila, seperti tidak ada kapoknya untuk Adila mencari-cari masalah dengan Fadhil.
"Seperti itukah caramu meminta Maaf, sungguh tak punya Etika."ucap Adila kesal.
Akhirnya Fadhil pun, kembali membuka selimut, lalu beranjak dan menghampiri Adila. Kini Tubuh Fadhil melangkah menghampiri Adila yang masih duduk di atas kasur.
"Tuan putri Adila, maafkan aku,"tegas Fadhil sembari merundukan tubuhnya sebagaimana pangeran yang sedang melamar tuan putri.
Adila yang melihat perlakuan Fadhil hanya tersenyum sinis sembari mengerutkan dahi.
"Hemm,"ucap Adila mendeham, meski sebenarnya di lubuh hati Adila dirinya tidak yakin klo Fadhil meminta maaf dengan sungguh-sungguh.
Setelah mendapatkan permintaan Maaf dari Adila. Fadhil pun, kembali ke kasur dan tidur.
"Dasar pencitraan,"gumam Adila dalam hati.
.
.
.
.
.
.
Bersambung.