Saat satya melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, Adila tidak mampu berkutik dan berkata sepatah kata apapun, meski sebenarnya Adila mengetahui kalo Satya di rundung emosi yang memuncak,
Satya benar-benar tidak mampu mengendalikan emosinya, sampai-sampai membuat Adila ketakutan, dan bingung di buatnya. Satya bukan tipikal orang yang banyak bicara dan berterus terang jika dia sedang marah ataupun tidak, dia lebih suka memperlihatkan dengan sikap dan perbuatanya.
Di tengah-tengah laju mobilnya yang kencang, tiba-tiba saja Satya menghentikan laju kendaraannya secara mendadak. Adila yang saat itu dalam keadaan diam pun, seketika terbentur ke arah dasbor
"Awwww," adila seketika menahan dan mengusap keningnya yang terkena benturan yang lumayan keras.
"Sory sayang di depan ada kucing, tiba-tiba saja dia menyebrang. Apa kamu baik-baik saja, mana yang sakit, kamu selalu saja tidak menggunakan seatbelt. Ini akibatnya,"grutu Satya menatap kening Adila yang sedikit memar.
Sedangkan Adila hanya terdiam menatap Satya berbicara sebanyak itu, karna tidak biasanya Satya bicara tanpa henti.
"Apa kau masih mencintaiku?"tanyaku dalam tatapan mendalam.
"Bodoh. Pertanyaan macam apa itu."
"Aku hanya takut kamu meninggalkanku,"ucap Adila yang masih menahan rasa sakit.
"Bukan kamu, tapi Aku yang seharusnya takut kehilanganmu."ujap Satya meniup kening Adila yang sedang memar.
Seketika adilapun langsung memeluk satya dengan begitu erat.
"Aku mencintaimu,"bisik Adila perlahan.
"Akupun begitu, cepatlah urus percerayanmu sebelum benih-benih Cinta itu hadir."tegas Satya.
"Tidak akan, tidak akan pernah terjadi,"tegas Adila lalu melepaskan pelukannya.
"Maaf, sudah membuatmu terluka," Ucap Satya yang tak melepaskan tatapannya pada Adila
Adila yang mendengar ucapan manis dari bibir kekasihnya hanya membalas dengan senyuman. Seketika saja satya memgecup kening adila secara perlahan.
"Kita sebaiknya ke klinik terlebih dahulu, aku tidak mau wajah cantikmu rusak terlalu lama gara-gara ulahku yang ceroboh,"
"Ini hanya luka ringan, tidak perlu berobat. Aku akan obati di kantor nanti,"ucap Adila mengenggam tangan kekasihnya.
"Hemm, baiklah,"
Kini Satyapun melajukan kembali mobilnya dengan kecepatan sedang menuju kantor adila hanya butuh waktu 10 menit sampe akhirnya Adilapun sampai ke kantornya. Setelah Adila turun dari mobil, satyapun kembali melajukan mobilnya ke arah tempat dia bekerja.
*******
"Dila, jidat kamu kenapa,"tanya Ana yang melirik le arah kening adila. Ana adalah sahabat baik adila selama bekerja di kantor, jadi selain Aira, Ana juga pendengar yang baik untuk adila.
"Hanya luka ringan besok juga akan sembuh."tegas adila .
"Aku harap ini bukan kasus KDRT,"celetuk Ana
"Tentu bukan, sudah lah beb kamu seperti Aira saja, selalu bawel. sebaiknya kita bekerja sekarang atau Pak Andi akan memarahi kita karna menganggap kita sedang bergosip
Ana yang mendengar Adila membicarakan sosok Aira pun, seketika terdiam.
"Dil, apa kamu merindukan Aira, hapir setiap hari kamu menyebut Aira,"ucap Ana seketika menghampiri Adila dan merangkulnya.
"An, bagaimana mungkin aku bisa melupakannya, dia benar-benar kaka yang begitu Sempurna, baik, pengertian, dan bisa di andalkan. Dia juga mampu jadi pendengar yang baik untuku. Kita hidup bersama-sama sudah 25 tahun lebih An, tapi kenapa dia menyulitkanku di sisa hidupnya," ujar Adila meneteskan butiran bening yang sudah mengalir membasahi pipinya.
"Adila, kalo masalah ini aku tidak bisa bicara apa-apa,"ucap ana mencoba menenangkan Adila.
"Adila, tapi aku yakin, Aira puny alasan tersendiri, kenapa dia sampe meminta kamu dan Fadhil menikah."gumam Ana dalam hati.
Kini adilapun menyeka air matanya perlahan - lahan, "makasih An, sebaiknya kita kerja, percuma membicarakan masalaku, semua takan selesai dengan sehari."tegas Adila.
Kini Ana kembali duduk ke meja kerjanya dan memulai pekerjaanya, begitupula dengan Adila.
Meski permasalahan begitu berat dalam Hidup Adila, tapi Adila tetap bertanggung jawab dalam pekerjaannya.
.
.
.
.
.
.
Bersambung.