Chereads / Surga Kecil / Chapter 22 - Hubungan Tak Terlihat

Chapter 22 - Hubungan Tak Terlihat

Di dalam mobil, Alexa sempat melirik pada tuannya yang duduk di kursi kemudi. Pemuda itu tidak mengenakan pakaian yang kelewat formal. Meskipun jas berwarna biru keabu-abuan dikenakan sebagai pakaian luar, namun Alexa bisa melihat penampilannya tidak terlalu formal seperti biasanya saat akan keluar melakukan urusan bisnis. Absennya dasi di lehernya membuat Skylar terlihat lebih kasual.

Mobil terus melaju ditemani keheningan di dalamnya. Meskipun hubungan keduanya akhir-akhir ini sedikit membaik, namun bukan berarti Alexa bisa segera menemukan topik untuk dibicarakan secara mendadak seperti ini. Dia terus diam sembari melihat jalanan yang dilewati.

Alexa mengingat jalanan ini. Mereka melewati jalan menuju tempat perbelanjaan mahal di mana sang majikan membelikan barang-barang mahal satu bulan lalu. Apakah tuannya akan membelikan pakaian lagi untuknya, berhubung sekarang sudah berganti musim, sementara seluruh pakaiannya adalah pakaian musim dingin?

Sepasang mata Alexa membelalak. Benarkah begitu?

Seperti dugaan, mobil masuk ke pusat perbelanjaan Royal Exchange, tempat yang sama dengan Alexa mendapatkan baju-baju mewah. Walaupun gadis itu merasa senang dan sedikit berharap, tapi dia menggeleng pelan. Dia tetap tidak berani bertanya dan memutuskan mengekor tuannya begitu mereka turun dari mobil.

Jalur yang mereka tempuh pun sama seperti waktu lalu. Sampai akhirnya Skylar berhenti di toko yang sama. Hanya saja, sekarang toko itu memajang koleksi pakaian musim semi alih-alih musim dingin.

Pemuda itu berdiri menghadap pelayannya. Sebelum mengatakan sesuatu, dia melihat arloji di pergelangan tangan, lantas berujar, "Kuberi waktu 45 menit. Ambil semua pakaian yang kau suka. Kita tidak punya banyak waktu, masih banyak yang harus dikunjungi."

Alexa menghela napas panjang. Benar dugaannya kalau dia akan dibelikan pakaian lagi oleh tuannya. Namun alih-alih memborong setiap model di satu toko, kini Skylar menyuruhnya memilih sendiri. Sepertinya dia juga beranggapan jika memborong seperti waktu lalu sedikit berlebihan. Biar bagaimanapun, masih ada pakaian musim dingin yang bisa dipakai dalam musim semi. Toh, musim semi juga masih sedikit dingin.

Tidak ada pilihan bagi Alexa selain menurut. Tapi sebelum gadis itu berjalan menghampiri pakaian-pakaian yang tergantung, Skylar memanggilnya. "Aku tidak akan mau membayar kalau kau membeli kurang dari lima pakaian." Asal tahu saja, Skylar tidak ingin kebaikan hatinya disia-siakan hanya karena rasa sungkan. Anggaplah ini adalah rezeki, dan gadis itu tak boleh menolak.

Pramuniaga yang sama, kembali menemani Alexa dengan senyum. Di dalam hati, dia sudah sangat yakin jika Alexa merupakan gadis simpanan pria kaya yang bersamanya. Hal-hal seperti itu sudah tidak asing, dan dia sudah sering melihatnya di toko ini.

"Mau coba yang ini, Nona? Bahannya bagus dan lembut di kulit," kata sang pramuniaga sambil mengambil baju atasan berwarna putih.

Melihat contoh bajunya, memang terlihat cantik. Modelnya anggun, tapi Alexa merasa pakaian tersebut terlalu dewasa untuknya. Dia tidak ingin dianggap memeras tuannya dan memaksa dibelikan pakaian mahal oleh para karyawan di hotel.

"Umm … adakah yang modelnya tidak … terlalu dewasa?"

Sang pramuniaga sedikit manyun dan mengembalikan pakaian itu pada gantungan. Sebelum dia sempat mengambil pakaian lain, Alexa sudah lebih dulu mengambil satu pakaian dan ditunjukkan pada sang pramuniaga.

Baju yang ditunjukkan Alexa adalah baju berwarna dasar hitam dengan bunga-bunga di atasnya. Ada frill di bagian bawahnya dan terlihat lebih manis daripada pakaian yang ditunjukkan oleh sang pramuniaga. Tak peduli betapa kecewa pramuniaga itu karena sarannya ditolak, dia tetap tidak bisa memaksa. Lagipula, dia juga mengakui baju yang dipegang pelanggan tersebut memang lucu dan terasa lebih cocok.

"Mau langsung dicoba? Atau saya temani memilih yang lain juga supaya tidak membuang waktu." Pramuniaga itu menyinggung kembali dengan halus mengenai waktu 45 menit.

Alexa hanya bisa mengangguk pasrah. Dia tidak memungkiri jika tidak memiliki pakaian musim semi lagi, karena semua pakaian lamanya sudah dibuang. Apalagi, gajinya pun rasanya tak akan bisa membeli banyak baju. Dia butuh baju baru, sehingga meskipun enggan, Alexa tidak bisa menolak.

Setelah Alexa dua kali masuk-keluar kamar pas, dia menyerahkan beberapa potong pakaian pada pramuniaga. Total pakaian yang sudah dipilihnya adalah enam potong, dan dia merasa sudah sangat senang bisa mendapatkan pakaian-pakaian lucu. Dengan senyum di wajah, Alexa berbalik, bermaksud melapor pada tuannya jika dia sudah selesai memilih.

Namun, ketika matanya sudah menemukan tempat tuannya berada, langkah Alexa kembali berhenti. Dia mematung di tempat sembari melihat sang pemuda yang sedang melihat-lihat pakaian. Seolah menyadari sedang dipandang, Skylar menoleh ke arah Alexa, kemudian melambaikan tangan singkat, memanggil gadis itu agar menghampiri.

"Coba ini, ini, dan ini. Kalau tidak cukup, minta pelayan toko untuk mencarikan ukuran yang pas."

Pemuda itu menyerahkan empat potong pakaian pada Alexa. Sepintas, dia memang menyuruh Alexa mencoba pakaian-pakaian pilihannya. Tapi dari kalimatnya, pemuda itu seperti tidak menerima penolakan. Dengan kata lain, baju-baju pilihannya harus dibeli, suka tidak suka. Kecuali ukuran yang pas di tubuh Alexa sudah habis, maka Skylar akan menerima.

Di luar dugaan, Alexa senang dengan baju-baju pilihan tuannya. Modelnya bagus dan tak membuatnya kelihatan lebih tua daripada umurnya sekarang. Pada akhirnya, Alexa mengantongi sepuluh potong pakaian baru, yang lagi-lagi bukan berasal dari kantongnya sendiri. Sudah tak terhitung berapa banyak rasa terima kasih yang harus Alexa sampaikan pada pemuda itu.

"Ayo pergi."

Setelah mengucapkan terima kasih pada pramuniaga, gadis itu berbalik dan kembali mengekor pada tuannya. Kali ini, berbeda dengan rute menuju toko sepatu atau toko pakaian dalam. Skylar melangkahkan kakinya ke arah yang berlawanan, entah mengarah kemana.

Tidak ada pertanyaan sama sekali seiring langkah mereka terbentuh. Alexa juga tidak berani menebak-nebak akan dibawa kemana dia setelah ini.

Sampai pemuda itu berhenti di sebuah toko.

Toko yang membuat Alexa diam-diam membelalakkan matanya.

Toko perlengkapan bayi.

"…"

Setelah diam selama beberapa detik, Skylar akhirnya melangkah masuk. Di dalam hati, dia merasa bodoh karena masuk ke dalam toko seperti ini. Tempat itu amat asing untuknya yang terlihat tidak cocok berinteraksi dengan anak-anak. Tapi keadaan mengharuskan dirinya masuk dan memilih beberapa barang di dalam sana.

Berkebalikan dengan Skylar, Alexa tampak cukup menikmati berada di dalam toko itu. Pernak-pernik bayi yang lucu-lucu membuatnya tersenyum. Sesekali, tangannya terulur untuk menyentuh mainan yang tergantung.

Ketika keduanya berhenti di salah satu lorong, Skylar mendadak mengambil tas belanjaan di tangan Alexa, membuat gadis itu sedikit kebingungan.

"Bantu aku memilihkan benda-benda bayi di sini," katanya singkat.

Kalimat sesingkat itu bagaikan tanpa penjelasan. Ada banyak benda-benda bayi di sini, dan Alexa tentu tidak bisa membantu jika tidak tahu tujuan membelinya.

"Um … Maksudnya?"

Skylar memejamkan mata. Dia menarik napas dalam. Jujur saja, dia juga bingung harus mengatakannya seperti apa, karena ada sedikit keengganan. Biar bagaimanapun, benda-benda yang akan dibelinya ini akan diberikan pada anak sepupu tertuanya yang baru lahir.

Ya, sepupu tertuanya yang paling menyebalkan itu. Saking sebalnya, Skylar tidak ingin memberikan apa-apa. Tapi, berhubung dia melihat ada sedikit perubahan sikap setelah istri sepupunya hamil, mau tak mau Skylar pun jadi merasa ingin memberikan sesuatu.

"Sepupuku baru punya anak pertama dua minggu lalu. Bantu aku pilihkan kado untuknya."

Anggukan pelan muncul sebagai tanggapan dari Alexa. Kepalanya pun segera menoleh ke kanan-kiri, mencari barang apa yang sekiranya cocok diberikan pada bayi yang baru saja lahir, ataupun pada orang tua yang baru memiliki bayi pertama.

Jelas dia tidak akan menawarkan kotak bayi, karena orang tua bayi pasti sudah membelinya lebih dulu.

"Bagaimana jika memberikan peralatan mandi bayi?"

"Bukankah mereka bisa membeli sendiri kalau cuma peralatan mandi?"

Acara belanja mereka kali ini diwarnai sedikit perdebatan antara dua orang yang sama-sama belum pernah merasakan memiliki anak pertama. Perlahan namun pasti, ada sebuah hubungan tak terlihat yang mulai terbentuk di antara mereka.