Anya bangun dengan suasana hati yang lebih ceria hari ini. Kemarin adalah hari yang menyenangkan baginya. Ia mengunjungi taman bunganya yang sudah lama terlantar dan menanam berbagai macam bunga di sana. Dalam beberapa bulan ke depan, ia bisa mulai membuat parfum lagi!
Selain itu, hari ini Aiden akan pulang!
Anya menghabiskan waktunya di dapur hari ini. Dari pagi hari, ia memanggang berbagai macam kue dan mencoba mempelajari resep-resep baru. Sebelumnya, ia mendengar dari Nico bahwa Aiden tidak terlalu menyukai makanan manis, sehingga ia mencari resep-resep kue yang tidak terlalu manis. Hingga sore hari, ia pun ikut membantu Hana untuk memasakkan makan malam.
Ia memasak makan malam sambil bersenandung, membuat Hana tiba-tiba bertanya, "Apakah Tuan Aiden akan pulang hari ini?" Hana bisa merasakan suasana hati Anya yang ceria sehingga ia menebak bahwa Aiden akan pulang.
"Hmm … Katanya nanti malam ia akan pulang. Apakah ia akan sempat makan malam bersama dengan kita?" Anya bertanya-tanya. Namun, hingga makan malam pun Aiden belum juga datang sehingga akhirnya Anya dan Hana makan berdua saja seperti beberapa hari kemarin. Mungkin Aiden akan tiba di rumah larut malam karena terlalu sibuk.
Anya berniat untuk menunggu hingga Aiden pulang. Ia menghabiskan waktunya di ruang keluarga hingga larut malam, menonton TV, membaca buku, mendengarkan berita. Jam menunjukkan pukul 12 malam, namun Aiden tidak kunjung pulang juga.
Hari sudah larut, matanya pun sudah terasa sangat berat. Ia terus menerus menguap dan tidak bisa membuka matanya lagi. Akhirnya, ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya dan tidak menunggu lagi. Sepertinya, Aiden memang tidak jadi pulang hari ini.
Saat berbaring di kamarnya, Anya memikirkan Aiden. Mengapa pria itu tiba-tiba tidak pulang? Apakah ada pekerjaan mendadak yang harus segera ia selesaikan?
Hari demi hari berlalu, namun tidak ada kabar juga dari Aiden. Pria itu sama sekali tidak memberinya kabar. Telepon Anya pun juga tidak diangkat.
Ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Apa mungkin Aiden sedang benar-benar sibuk sehingga tidak sempat mengangkat teleponnya. Anya berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya. Ia berusaha menyibukkan dirinya di taman bunga atau memasak bersama dengan Hana. Ia juga pergi untuk mengunjungi ibunya di rumah sakit dan melihat perkembangan kondisi ibunya.
Namun, sesekali pikirannya tertuju pada Aiden. Ia tetap merasa sedikit khawatir terhadap kondisi pria itu. Mengapa Aiden belum pulang juga? Mengapa tidak ada kabar darinya?
Satu minggu kemudian …
Anya baru saja pulang dari rumah sakit, tadi , ia melihat Aiden duduk di kursi ruang keluarga dengan wajah yang dingin. Pria itu masih sama seperti saat ia pergi, wajahnya yang tampan terlihat tanpa ekspresi dan misterius. Namun, tatapan matanya tidak terlihat lembut seperti sebelumnya. Mata itu terlihat sangat dingin, seperti es beku yang tidak bisa diluluhkan bagaimana pun caranya. Sementara itu, Harris berdiri di sampingnya dengan khawatir.
Suasana di ruangan itu terasa mencekam. Entah apa yang telah terjadi sehingga suasana di ruangan itu terasa benar-benar tidak mengenakkan.
"Kamu sudah pulang?" tanya Anya sambil bergegas menghampiri Aiden. Sudah satu minggu tidak ada kabar dari Aiden, tetapi hari ini tiba-tiba saja Aiden pulang.
Melihat kedatangan Anya, Harris segera meninggalkan mereka agar mereka bisa bicara berdua. Para pelayan yang siap untuk melayani Aiden pun menghilang satu demi satu saat mengetahui kedatangan Nyonya mereka.
"Hmm …" gumam Aiden. Pria itu memandang ke arah danau di luar jendela. Ia bahkan tidak menoleh untuk menatapnya. Ia hanya bergumam dengan tidak jelas dan mengabaikan keberadaannya.
"Ada apa?" tanya Anya setelah ia berdiri di samping Aiden. "Apakah ada pekerjaan yang mendesak sehingga kamu tidak bisa pulang?
Anya tahu ada sesuatu yang tidak beres ketika ia merasakan suasana yang menegangkan. Apakah pekerjaan Aiden tidak lancar? Apakah ada sesuatu yang terjadi padanya? Anya benar-benar tidak tahu apa-apa …
���Lebih baik kita bercerai saja," kata Aiden tiba-tiba.
Anya terdiam ketika mendengar kata-kata Aiden. Matanya terbelalak saat mendengar kalimat yang terucap dari mulut Aiden, sementara pria itu masih enggan menatapnya.
Ia tidak sedang salah dengar. Aiden mau bercerai dengannya …
Sudah satu minggu ia tidak bertemu dengan pria itu. Sudah satu minggu ia tidak mendengar kabarnya. Dalam satu minggu itu pula, teleponnya sama sekali tidak dianggap. Apa salahnya sehingga tiba-tiba pria itu mau menceraikannya? Apakah pria itu mau menagih semua hutangnya sekarang juga? Dengan apa Anya harus membayarnya? Ia tidak punya uang sepeser pun …
"Aku sudah menandatangani surat cerainya di atas meja. Kamu tidak perlu membayar hutang-hutangmu padaku. Anggap saja sudah lunas," kata Aiden sambil bangkit berdiri dari tempat duduknya. Ia berbalik dan hendak meninggalkan Anya sendiri ruangan itu.
Tangan Anya langsung menangkap tangan Aiden, berusaha untuk menghentikannya. "Apa yang terjadi? Apa salahku?" tanyanya dengan panik. Ia tidak tahu apa kesalahan yang ia lakukan sehingga Aiden tiba-tiba bersikap seperti ini kepadanya.
Aiden berhenti dan berbalik untuk menatap Anya, namun tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. Ia diam. Matanya terlihat dingin saat menatapnya, membuat hati Anya terasa sedikit sakit.
"Kamu bilang kamu hanya akan pergi selama tiga hari, tetapi kamu tidak pulang juga hingga satu minggu. Ketika kita baru bertemu, kamu tiba-tiba saja ingin menceraikan aku. Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Anya dengan suara yang pelan. Rasa frustasi dan juga kekhawatiran bisa terdengar dari suaranya.
Ia khawatir, mengapa Aiden tiba-tiba bersikap seperti ini …
Ia frustasi karena ia tidak bisa memahami apa yang sebenarnya terjadi …
Aiden menatap lurus-lurus ke arahnya dan berkata dengan suara yang sangat dingin, "Bukankah kau memang tidak mencintaiku? Aku memberimu kesempatan untuk bebas."
Anya terdiam saat mendengar kata-kata Aiden. Tangannya yang memegang tangan Aiden langsung terlepas, membuat pria itu pergi dari hadapannya. Ia hanya bisa terdiam saat melihat Aiden pergi, hanya bisa menatap punggung pria itu yang menghadap ke arahnya.
Kebebasan …
Aiden memberinya kebebasan …
Setelah ia ditinggalkan seorang diri di ruangan itu, Anya terduduk di sofa dan melihat sebuah dokumen beserta pulpen tergeletak di atas meja. Tangannya terulur, mengambil dokumen itu dan membaca isinya.
Aiden akan menceraikannya dan Anya tidak perlu membayar semua hutangnya pada Aiden. Pria itu juga akan memberikan sejumlah uang untuk biaya kompensasi atas pernikahan mereka yang gagal.
Dokumen itu adalah tiket kebebasan untuk Anya. Tetapi entah mengapa, Anya tidak bisa menyentuh pulpen yang tergeletak di atas meja. Tangannya bahkan tidak mau mendekati pulpen itu. Ia hanya bisa membaca dokumen itu dengan linglung, tidak bisa memahami mengapa semua ini tiba-tiba terjadi kepadanya.
Apakah Aiden sudah tidak membutuhkannya lagi? Itukah sebabnya Aiden ingin menceraikannya? Apakah itu karena rencana Aiden untuk membalas dendam pada Natali udah selesai sehingga Anya sudah tidak berguna lagi untuknya …