Chereads / Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO / Chapter 35 - Aku Merindukanmu

Chapter 35 - Aku Merindukanmu

Setelah mendapatkan ijin dari Aiden, Anya langsung bersiap-siap. Ia mengenakan pakaian yang biasa ia gunakan untuk menanam bunga dan sepatu boots hitam. Ia juga tidak lupa membawa sebuah topi besar agar ia tidak kepanasan di bawah terik sinar matahari.

Saat ia turun dan menuju ke pintu depan rumah, ia melihat Abdi sudah menunggu di sana dengan mobil Aiden. Abdi pasti sudah mendapatkan perintah dari Aiden sehingga ia sudah siap untuk mengantar Anya.

Selain Abdi, Hana dan beberapa pelayan terlihat sudah menunggu di depan pintu rumah. Mereka telah mengenakan pakaian lengkap dan membawa beberapa peralatan untuk bercocok tanam. Awalnya, Anya ingin berangkat sendiri saja, tetapi sepertinya Aiden juga sudah memberi mereka perintah untuk membantunya.

Sebenarnya, Hana lah yang mendapatkan pesan dari Aiden untuk menemani Anya. Aiden meneleponnya dan menyuruh beberapa pelayan untuk membantu Anya karena ia tidak mau Anya terlalu kelelahan. Apalagi, Anya baru saja sembuh.

Tentu saja Anya tidak keberatan jika ada bala bantuan yang mau membantunya untuk mengurus tamannya. Semakin banyak orang yang membantunya, ia bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan lebih cepat.

Sebelum menuju ke taman bunganya, ia mampir untuk membeli bibit terlebih dahulu.

Bibit bunga mawar, bunga melati, bunga lili, bunga lavender … Ia memilih berbagai macam bibit bunga untuk taman bunganya. Dengan itu, ia bisa membuat berbagai macam parfum yang berbeda-beda.

Ia sudah tidak sabar menanti bunga-bunga itu tumbuh di tamannya. Setelah bunga itu tumbuh, ia bisa kembali membuat parfum dan aromaterapi, dan kemudian menjualnya. Ia harus mulai mengumpulkan uang untuk membayar hutang-hutangnya pada Aiden.

Perjalanan menuju ke taman bunganya memakan waktu cukup lama karena hari itu jalanan cukup padat. Saat ia tiba di sana, seperti dugaannya tanah itu telah dipenuhi dengan rumput liar karena sudah lama tidak ada yang mengurus.

Untung saja hari ini ada banyak orang yang akan membantunya. Kalau tidak, ia tidak akan sempat menanam semua bibit ini meskipun menghabiskan waktu seharian di sana …

Anya dan para pelayan yang ikut dengannya, termasuk Hana dan Abdi, langsung mulai membersihkan lahan itu setelah melihat kondisinya yang cukup berantakan. Sesekali, mereka akan bekerja sambil bercanda dan mengobrol, membuat pekerjaan mereka terasa lebih ringan.

Para pelayan itu juga terlihat senang bisa keluar dari rumah. Setiap hari, mereka menghabiskan waktu di dalam rumah, entah membersihkan rumah atau mencuci pakaian. Walaupun membersihkan lahan ini bukanlah pekerjaan yang mudah, mereka senang bisa membantu dan bekerja sambil mengobrol bersama Nyonya mereka.

Di siang hari, mereka akan beristirahat sejenak di bawah pohon sambil menyantap makan siang yang mereka bawa, ditemani dengan angin sepoi-sepoi.

Mereka membersihkan lahan itu, menaburkan bibit-bibit bunga, menyiramnya dan tidak lupa untuk memberinya pupuk …

Pekerjaan itu selesai dengan cukup cepat karena dilakukan bersama-sama. Sebelum matahari terbenam, mereka semua bisa membereskan semua peralatan mereka dan pulang. Anya merasa sangat puas saat melihat taman bunganya yang sudah rapi. Sekitar satu bulan ke depan, taman ini akan dipenuhi dengan berbagai bunga yang indah. Ia akan datang kembali untuk memetik bunga-bunga itu dan menggunakannya untuk bahan parfum dan aromaterapi. Ia tidak sabar menantikan hari itu!

Hari ini adalah hari yang cukup melelahkan sehingga Anya kembali ke kamarnya lebih cepat. Ia berbaring di tempat tidurnya dengan perasaan yang gembira. Ia senang bisa kembali ke taman bunganya, ke tempat miliknya dan milik ibunya …

Saat ia sedang bersantai, tiba-tiba saja ponselnya yang berada di atas nakas berbunyi. Nama Aiden muncul di layar ponselnya itu.

"Halo," jawabnya.

"Apakah kamu sudah pulang?" tanya Aiden.

"Sudah. Aku sudah berada di kamar. Terima kasih sudah mengijinkan aku untuk pergi ke taman bunga itu," jawab Anya dengan gembira. Suasana hatinya sangat baik hari ini sehingga ia lebih banyak bicara daripada biasanya.

"Apakah kamu senang?" pria itu seolah bisa merasakan suasana hati Anya, membuat suasana hatinya ikut membaik. Kegembiraan di hati Anya seolah menular walaupun mereka tidak bertatap muka secara langsung.

"Tentu saja! Aku menanam banyak bunga hari ini. Bulan depan, taman itu akan dipenuhi berbagai bunga yang indah …" kata Anya sambil membayangkan taman bunganya yang akan bermekaran dalam beberapa bulan ke depan.

"Kamu tidak perlu menyiramnya setiap hari, aku akan menyuruh para pelayan untuk melakukannya," kata Aiden. Ia mengkhawatirkan Anya karena Anya baru saja sembuh. Ia tidak mau sampai Anya jatuh sakit lagi.

"Bagaimana denganmu? Apakah pekerjaanmu berjalan dengan lancar?" tanya Anya. Sepertinya baru kali ini mereka mengobrol cukup panjang melalui telepon. Itu karena baru kali ini juga mereka berpisah selama beberapa hari setelah mereka menikah.

"Hmm … Pekerjaannya lancar-lancar saja," jawab Aiden.

Keheningan menyelimuti mereka sejenak. Aiden tidak menanyakan apa pun dan Anya pun tidak tahu apa yang harus ia katakan pada Aiden. Anya tidak tahu mengapa Aiden tiba-tiba saja meneleponnya. Apa mungkin pria itu mau memastikan Anya sudah pulang dan tidak kabur dari hutang-hutangnya?

"Aku merindukanmu …" kata Aiden tiba-tiba. Suara dalamnya terdengar sedikit serak dari telepon. Suara itu seolah menghipnotis Anya, membuatnya langsung terdiam.

Anya yang sedang berbaring di tempat tidurnya terperangah. Salah satu tangannya masih memegang telepon di telinganya sementara ia tidak bisa berkata apa-apa.

Apakah ia tidak salah dengar? Aiden mengatakan bahwa ia merindukannya?

Mengapa pria itu tiba-tiba merindukannya? Mereka bukan sepasang kekasih. Mereka hanyalah dua orang yang tidak saling mengenal, terikat pernikahan karena kebutuhan mereka masing-masing. Mereka bukan pasangan yang saling mencintai.

Ditambah lagi, mereka juga baru saja berpisah selama satu hari …

Namun, mendengar kalimat itu, ditambah dengan suara Aiden yang dalam, membuat wajah Anya langsung memerah. Meski Anya tidak bisa melihat wajahnya secara langsung, ia berani bertaruh wajahnya sekarang semerah tomat. Selain itu, ia merasa telinganya terasa panas karena malu. Padahal, ia dan Aiden tidak sedang bertatap muka …

Bagaimana kalau Aiden mengatakan itu secara langsung di hadapannya? Anya tidak sanggup membayangkan hal itu!

Apa yang harus ia katakan sekarang? Apakah ia harus mengatakan bahwa ia juga merindukannya? Apakah ia merindukan Aiden?

"Hmm … Cepatlah pulang," Anya tidak tahu harus menjawab apa sehingga hanya itu jawaban yang keluar dari mulutnya.

"Aku akan pulang besok malam," jawab Aiden. Ia tidak terdengar kecewa saat Anya tidak mengatakan hal yang sama.

"Aku akan menunggumu di rumah …" kata Anya dengan suara pelan.

"Hmm … Tidurlah. Selamat malam," setelah mengatakannya, Aiden mengakhiri panggilan tersebut.

Anya terdiam sejenak setelah telepon itu ditutup. Ia masih tidak bisa mempercayai apa yang ia dengar. Aiden mengatakan bahwa ia merindukannya …

Ia berguling-guling di atas tempat tidurnya, berusaha untuk menenangkan perasaan di hatinya. Kemudian, ia berhenti di sisi tempat tidur Aiden. Ia tengkurap dan wajahnya menyentuh bantal yang bisa digunakan Aiden. Ia bisa merasakan rasa dingin dari tempat tersebut karena tidak ada orang yang menempatinya selama dua hari terakhir.

Entah mengapa hari itu, kamar tidurnya terasa jauh lebih kosong dari sebelumnya. Ruangan itu terasa jauh lebih sunyi dari sebelumnya, meski ia dan Aiden sebenarnya juga tidak banyak mengobrol saat bertemu. Tempat tidurnya saat ini terasa jauh lebih besar dari sebelumnya …

Apakah ia juga merindukan Aiden?