Alea telah sadarkan diri, namun sayang sesuatu hal yang tak di inginkan pun terjadi.
Dokter menyatakan jika Alea terkena Freak Out, dimana kondisi wanita itu tak stabil.
banyak faktor yang menyebabkan hal itu terjadi, Herdy sangat tak paham sama sekali dengan istilah medis, maka dari itu Herdy meminta kejelasan yang bisa Herdy pahami.
Dengan pelan-pelan Dokter pun menjelaskan kepada Herdy, tentang Freak Out itu.
Alea kehilangan ketenangannya, bahkan emosinya kini tengah tak stabil selain itu Alea akan ketakutan jika bertemu dengan lelaki.
Hal itulah yang menyebabkan Dokter yang di tunjuk oleh Herdy sulit untuk memeriksa Alea.
"Apakah bener seperti itu, Dok?" Herdy terlihat lemas.
"Benar, kami sedang berusaha sebisa mungkin tuan," kata Dokter itu.
Memang bukan hal yang mudah untuk menangani kasus seperti Alea, selain kekerasan seksual yang di dapatkan olehnya.
Psikis Alea pun terguncang, dengan persetujuan Herdy, Dokter pun memberikan obat penenang.
Kini wanita itu kembali terlihat menatap jendela, melihat ke arah luar dimana angin terlihat menyapu dedauan.
"Hey.." panggil Herdy pelan.
Alea melihat Herdy, memar di bagian wajahnya telah hilang hanya samar-samar sedikit biru masih tersisa di beberapa bagian.
"Pemandangannya bagus, ya?" ujar Herdy.
Alea hanya melihat ke arah luar, mungkin karena obat penenang yang diberikan oleh Dokter, Alea tak banyak berontak.
Wanita itu hanya banyak diam, tanpa ada senyuman dan suara yang keluar dari mulutnya.
Herdy merasa sangat bersalah, lelaki itu menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi kepada Alea.
Jika saja ia bisa menjaga wanita itu, dan tak membiarkan wanita itu pulang ke rumahnya.
Mungkin hal itu tak akan terjadi kepada Alea, "Mau jalan-jalan?" tawar Herdy.
Alea kembali melihat Herdy, matanya menatap wajah Herdy yang ia kenal.
Tak lama kemudian Alea menganggukan kepalanya. "Tunggu disini sebentar, aku bawa dulu kursi roda," titah Herdy.
Alea hanya menganggukan kepalanya, lantas melihat Herdy yang meninggalkan ruangan kamar miliknya.
Retina mata Alea kembali menatap jendela, tak lama kemudian kedua bola matanya menatap sosok laki-laki yang berdebat dengan seorang wanita.
Alea tiba-tiba saja ketakutan, entah kenapa bayangan sebelumnya terlintas di kepalanya.
"Akhh.....tolon....ggg...tol....oong..." suara Alea tercekat, bayangan dirinya di setubuhi oleh Erwin terbayang.
Alea mencoba untuk bangun, ia ingin sekali berlari untuk keluar dari ruangan tersebut.
Namun kaki dan tubuhnya seakan sulit di gerakan, tangan Alea terus meronta meminta seseorang untuk menyelamatkannya.
Sesak..sesak..napas Alea sulit untuk bernapas, hingga Alea jatuh tersungkur dari atas ranjang rumah sakit.
Sementara itu, Herdy bergegas mendorong kursi roda. Mungkin mengajak Alea menghirup udara di luar adalah hal yang baik.
Kini lelaki tampan itu pun langsung membuka kamar inap Alea, kemudian segera menyapa wanitanya itu.
"Ayo kita jala--," Herdy melepaskan kursi roda begitu saja.
Langkah kakinya langsung berlari melihat Alea yang telah jatu tersungkur, dengan kondisi yang tak sadarkan diri.
"Baby...baby..." Herdy memanggil Alea, dan mengoyangkan tubuhnya.
Namun wanita itu hanya menutup matanya, Herdy langsung berteriak meminta pertolongan.
"Dokterr....Dokterrr..." suara Herdy menggema di seluruh ruangan membuat petugas medis pun berhamburan menuju ruangan inap Alea.
"Dok..cepat lakukan sesuatu Dok..." Herdy langsung membawa Alea, dan merebahkannya di atas ranjang.
Tak banyak pertanyaan, Dokter pun langsung memeriksa tubuh Alea terutama bagian jantungnya.
Tak tau apa yang terjadi, detak jantung Alea menurun dan Dokter pun meminta Alea untuk di bawa ke ruangan intensif.
Herdy mengikuti kemana Alea akan dibawa, Dokter yang menyadari hal itu pun langsung meminta Herdy untuk menunggu di luar.
"Mohon maaf tuan, anda sebaiknya menunggu di luar," ucap Dokter tersebut.
"Apa yang terjadi, Dok?" tanya Herdy.
"Jantungnya melemah, sepertinya Nona Alea mengalami hal yang menakutkan," tutur sang Dokter.
Herdy tak percaya mendengar hal itu, ia meninggalkan Alea tak sampai lima menit dan kondisi wanitanya telah di ujung kematian.
Yang benar saja, Herdy tak percaya sama sekali.
"Jangan bercanda! kalo kau masih ingin hidup!" Herdy langsung menarik jas Dokter.
"Tu..uaan.." kata Dokter yang merawat Alea, suaranya terputus-putus karena Herdy mencekik lehernya.
"Itu bener Tuan, kami akan berusaha menyembuhkannya tolong lepaskan saya," dengan susah payah Dokter berjanji akan menyelamatkan nyawa Alea.
"Selamatkan dia! atau nyawa you yang menjadi taruhannya!" Herdy langsung menghempaskan tubuh Dokter tersebut.
Ancaman Herdy tak main-main, lelaki itu telah menodongkan pistolnya.
Dokter itu pun di buat kocar kacir oleh Herdy, ia segera memasuki ruangan intensif untuk memeriksa kondisi Erin.
Setelah kepergian Dokter tersebut, Herdy meraup wajahnya secara kasar.
Erwin benar-benar membuatnya hancur berantakan, satu tangan milik Herdy mengepal ingin sekali Herdy menonjok wajah Erwin sekarang juga, namun Herdy tak akan meninggalkan Alea.
Wanitanya itu lebih penting, namun bukan berati Herdy berdiam diri begitu saja.
Bimo orang kepercayaannya telah bergerak sesuai perintah Herdy, dan hasilnya tengah Herdy tunggu.
Jika Bimo gagal Herdy harus turun tangan langsung, mengurus Erwin jika perlu Herdy akan melenyapkan Erwin yang telah memafaatkan Alea.
Lelaki berperawakan tinggi dengan otot yang terlihat kekar itu menyandarkan tubuhnya di tembok, entah kapan Dokter akan memberitaukan kondisi Alea.
Namun jika Dokter tak berhasil membawa kabar Alea yang selamat, Herdy tak akan segan-segan membakar rumah sakit ini.
Ponsel Herdy berbunyi seketika, Bimo orang kepercayaannya menghubungi.
"Ada apa, Mo?!" Herdy tak sabar mendengar laporan dari Bimo.
"Erwin tak ada di indonesia, Bos, sekarang si brengsek itu sedang berada di hongkong," lapor Bimo.
"What the hell!" umpat Herdy.
Erwin seenaknya pergi begitu saja, terlebih pergi dengan wanita-wanita koleksinya.
"Informasi yang lebih akuratnya, Erwin mendapatkan pengawalan yang ketat, Bos." Emosi Herdy semakin meledak-ledak.
Kini dengan spontan, Herdy meninju tembok dengan tangannya.
Brugh!!!.
"Bos.." panggil Bimo.
"Urus bajingan itu, Mo, bawa hidup-hidup!" bentak Herdy.
Sambungan telepon pun terputus, Herdy memijat pelipisnya merasakan emosi yang tak tersalurkan.
Apakah Erwin tau atau tidak, jika Alea tengah berjuang melawan kematian gara-garanya.
Kondisi Alea terlihat sepele memang, namun tentang emosi dan mental seseoarng tak bisa di remehkan.
Mental yang terganggu bisa menyebabkan seseorang itu mengakhiri hidupnya sendiri.
Dan itu yang Herdy takutkan, jari-jari Herdy berdenyut nyeri mungkin pukulan yang Herdy layangkan itu terlalu kuat.
Hingga tangannya pun langsung membiru, Herdy meminta sebuah salep kepada suster yang melewatinya.
Herdy menolak diobati oleh perawat, ia memilih mengomati memar bercampur nyeri itu sendirian.
Luka seperti itu biasa bagi Herdy, yang sangat sulit diobati adalah luka hatinya.
Melihat Alea yang belum tau akan siumannya, itulah yang menjadi pikiran utama Herdy saat ini.