Patsss..blessss...senjata tajam itu berhasil menembus kepala Delon melalui kaca jendela.
Seorang sniper berhasil melepaskan timah panasnya tepat di kepala Delon, Erwin yang berada dalam satu ruangan pun terkejut melihat Delon terkapar dengan darah yang mengalir dari kepalanya.
Erwin melihat ke arah jendela, seseorang berpakain hitam terlihat tersenyum ke arahnya.
"Fuck!" maki Erwin.
Brakkkk..pintu ruangan tersebut terbuka, Erwin yang merasa aman ditempat tersebut kini telah menjadi neraka.
seorang laki-laki masuk dan menodongkan pistolnya, Erwin hanya bisa menelan ludahnya berkali-kali.
"Angkat kedua tanganmu bodoh." Geram Bimo.
Erwin mengikuti ucapan Bimo, dengan cepat beberapa anak buah Bimo langsung mengeledah tubuh Erwin.
Tak ada senjata satu pun, memang tak ada senjata di tubuh Erwin karena lelaki itu tak sama sekali memprediksi hal tersebut.
Erwin benar-benar telah takluk bahkan lelaki itu telah membayangkan kematian berada di depan matanya.
Flashback on
Bimo meraup wajahnya dengan kasar, mengejar Erwin begitu sangat sulit hingga Bimo harus menghubungi Herdy.
Meskipun Bimo tau akan mendapatkan kemarahan bos-nya itu, namun Bimo tak peduli lagi.
Herdy harus turun tangan dan memberikan bantuan, Bimo kemudian mendapatkan bantuan seorang IT mencari tau dimana lokasi Erwin berada.
Bukan hanya itu saja, Herdy memberikan seorang sniper untuk membantu Bimo menangkap lelaki brengsek itu.
Bimo kemudian bergerak memasuki area Delon berada, tempat yang memang dilindungi dengan keamanan yang tinggi itu berhasil Bimo lenyapkan.
para penjaga dengan senjata tajam itu langsung saling menembak satu sama lain, semua anak buah Bimo berhasil melumpuhkan anak buah Delon.
Kini Bimo bergerak masuk ke dalam ruangan, namun Bimo harus menunggu aba-aba sebelum suara timah panas itu masuk bersarang di kepala Delon.
Hanya butuh waktu lima menit, sniper telah melakukan tugasnya meleyapkan orang yang membantu Erwin itu.
Flashback off.
Kini Erwin di bawa masuk ke dalam pesawat, kedua tangan Erwin tak bisa bergerak sama sekali.
Lelaki yang semula terlihat sombong itu kini seakan tak berkutik, Bimo segera menghubungi Herdy dan melaporkan penangkapan Erwin.
Erwin yang mendengar percakapan Bimo dan Herdy pun hanya terkekeh sinis, ia seolah mengejek Herdy yang begitu mencintai wanita yang telah ia kotori itu.
Seorang lelaki yang masih terus saja membayangi mantannya itu begitu sangat menyedihkan.
Erwin bahkan merusak wanita itu bekali-kali tanpa belas kasihan, Bimo melayangkan pukulan kencang kepada wajah Erwin.
Namun Erwin masih bisa memberikan senyuman ejekannya kepada Bimo, tak peduli jika nanti ia akan habis di tangan Herdy.
Lelaki itu telah siap dengan segala resikonya karena hal yang Erwin dapat pun tak kalah puas.
Pesawat yang mereka tumpangi telah mendarat dilandasan pribadi milik seseorang.
Bimo segera menyeret Erwin masuk keluar, Erwin tak mau menggerakan tubuhnya ia tak peduli sesakit apa tubuhnya diseret dengan kencang.
Erwin hanya tersenyum, sambil mengikuti langkah lebar Bimo berhadapan dengan Herdy memang akan merenggut nyawanya.
Namun Erwin sendiri pun bukan orang bodoh, yang tak meninggalkan jejaknya sama sekali.
Ada seseorang yang akan menghancurkan hidup Alea dan Herdy nanti, "Jalan bodoh!"maki salah satu anak buah Bimo.
Langkah kaki Erwin begitu sangat pelan membuat para anak buah Bimo ingin sekali mematahkan kakinya.
Bimo membawa Erwin ke dalam sebuah gudang, gudang kosong tersebut merupakan tempat yang sangat jauh dari kota.
Bisa dipastikan jika Erwin melarikan diri pun akan sangat mudah ditemukan oleh anak buah Bimo.
Hari ini Herdy memang belum bisa datang, lelaki itu tak ingin meninggalkan Alea-nya seorang diri.
Bimo meminta anak buahnya mengikat Erwin sekencang mungkin tak peduli suara teriakan Erwin yang terdengar sangat memekakkan telinga.
Kini Bimo dan anak buah yang lainnya membiarkan Erwin seorang diri di dalam gudang kosong tersebut.
Tentunya mereka melakukan penjagaan ketat, siapa tau saja Erwin meminta bantuan dari siapapun itu.
Bimo masuk kedalam mobil, ia akan menghubungi Herdy untuk melaporkan hal apa saja yang akan Bimo lakukan malam ini.
***
"Apa ada masalah, Her?" tanya Alea.
Sedari tadi lelaki itu tak jauh dari benda pipihnya, bahkan saat makan malam pun Herdy terus saja membalas pesan.
Entah apa itu Alea merasa jika hal itu penting, "Ini hanya kerjaan, lanjutkan lagi makannya," kata Herdy kemudian.
Alea hanya menganggukan kepalanya, namun di dalam hati kecilnya wanita itu berpikir.
Apakah Herdy sedang sibuk dan ia menjadi penghalang Herdy untuk bekerja? Jika memang iya, Alea merasa sangat bersalah karena telah membuat Herdy kesulitan olehnya.
"Kalo sibuk kamu pergi saja Her." Alea tak ingin menjadi beban untuk Herdy.
Mantan kekasih Alea itu hanya tersenyum, "Kamu jangan berpikir aneh-aneh Alea, pikiran kamu masih belum sepenuhnya pulih. Alih-alih memikirkan pekerjaan aku, lebih baik kamu pikirkan bagaimana masa depan kita," pungkas Herdy.
Mendengar ucapan Herdy barusan, entah kenapa Alea jadi teringat janjinya dulu dengan Herdy.
Hidup bahagia dengan dua orang anak, Alea masih sangat jelas dengan bayangan janji mereka berdua bahkan bayangan Herdy yang pergi dengan seribu janjinya.
"Hey..kenapa bengong?" tanya Herdy.
Alea yang ditanya seperti itu pun langsung mengerjap, apakah ia benaran seperti itu.
Akan malu tentunya jika Herdy tau, jika dirinya mengingat masa-masa indah bersamanya.
"Aku cuman kepikiran Erwin," ah sial kenapa hal itu yang ahrus ucapkan pekik Alea dalam hati.
Herdy terdiam mendengar ucapan Alea, benarkan bayang-bayang Erwin masih menghantui hidup Alea bahkan semua luka yang Erwin torehkan kepada Alea sebanyak itu.
"Kamu masih mencintainya?" jujur saja Herdy ingin tau, apakah Alea masih mencintai mantan suaminya itu.
Alea menggeleng pelan, ia memang tak mempunyai satu rasa pun kepada Erwin.
Lelaki yang menjadi suaminya itu hanya sebuah goresan luka untuknya, Alea tak akan mungkin kembali pada lelaki itu.
Namun apakah ia akan berlabuh kepada Herdy? Itu pun tak mungkin juga, karena Herdy bisa saja tak menyukai Alea saat ini.
Bagi Alea pertolongan Herdy itu karena rasa kemanusiaan, bukan karena rasa cinta terhadapnya.
Sementara Herdy masih sangat ragu, jujur saja ia merasa ragu apakah Alea bisa kembali dalam pelukannya.
Herdy merasa sangat pesimis dengan semua ini, tiba-tiba saja lelaki itu menjadi takut untuk menaklukan hati Alea.
Wanita yang selalu ia rindukan selama ini, wanita yang menjadi ibu dari anak-anaknya itu.
Semua itu hanya bayangan dulu kala mereka masih menyukai satu sama lain.
Keduanya seperti sedang mengingat masa-masa indah mereka dulu, tatapan yang perlihatkan itu seakan menceritakan keindahan kenangan manis mereka dulu.
cinta mereka itu masih kuat, namun ada sekat yang tak terlihat diantara keduanya.
entah itu apa, Alea dan Herdy sibuk dengan pemikirannya sendiri-sendiri.